Mohon tunggu...
Rivan Hidayat
Rivan Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember

Rivan Hidayat adalah mahasiswa Strata-1 dengan kekhususan hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Jember. Memiliki rekam jejak sebagai pegiat hukum tata negara di bagian penyelenggara negara. Beberapa kali pernah menjadi narasumber/pemateri dalam Focus Group Discussion yang berjudul "Revolusi Hukum Tata Negara Dalam Perspektif Peraturan Perundang-undangan di Indonesi" dan "Pro Kontra Pengesahan Perppu CIpta Kerja: Untuk Kepentingan Rakyat dan Negara atau Kepentingan Oligarki?" yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Keilmuan Hukum Universitas Jember. Dalam acara tersebut ia memberikan fokus materi terkait pentingnya tertib prosedur dan materiil dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain di bidang hukum, Rivan Hidayat juga memiliki minat yang luas terhadap sosial politik, ekonomi, sains, dan ilmu pengetahuan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Desak Anies dan Perubahan Kampanye Indonesia

13 Januari 2024   10:07 Diperbarui: 13 Januari 2024   10:07 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anies Rasyid Baswedan meupakan salah satu peserta Pemilihan Presiden (pilpres) 2024 yang mengusung kampanya politik paling progresif dalam dekade ini. Apabila kampanye politik biasa dipenuhi sejumlah gimmick, strategi kampanye yang diusung Anies Baswedan justru jauh lebih menarik dan argumentatif.

Sepanjang masa kampanye pilpres 2024, para politisi memulai kampanye besar-besaran di sejumlah platfom media sosial. Pelbagai praktik kampanye diperagakan, targetnya adalah menjaring suara anak muda yang menjadi pemilih mayoritas di pemilu kali ini.

Para kontestasi pilpres berlaga bak kontestan paling kekinian sembari mengumbar sejumlah gimmick bahwa ia adalah peserta pilpres paling dekat dengan pemilih muda.

Paslon 03 mulai dengan kampanye "sat-set" dan "tas-tes", seolah-olah ingin membuat narasi bahwa ia adalah pemimpin yang bergerak cepat dalam menghadapi persoalan. Penggunaan diksi "sat-set" dan "tas-tes" supaya melekat dengan kondisi kebatinan anak muda hari ini. Oleh karenanya, jargon-jargon politik yang dikeluarkan tak lebih dari sekadar jargon kosong tanpa argumentasi.

Hal tersebut juga diikuti dengan paslon 02 yang menarasikan dirinya sebagai capres dan cawapres "gemoy". Diksi gemoy yang dilekatkan pada paslon 02 tampaknya berjalan dengan baik, hasilnya elektabilitas paslon 02 selalu lebih tinggi dari dua kandidat lainnya.

Gemoy seolah-olah mengubah watak pemimpin diktator yang melekat dalam diri Prabowo dan politik dinasti yang berusaha dibangun oleh Jokowi melalui putra sulungnya, yaitu Gibran. Isu pemimpin diktator dan politik dinasti seolah-olah hilang dari perhatian publik luas karena konten-konten gemoy yang dinarasikan.

Tidak ketinggalan juga paslon 01 yang juga memanfaatkan hal yang sama dengan dua pesaingnya, yaitu menggunakan platfom media sosial sebagai penyebaran gimmick politiknya.

Paslon 01 mulai dengan diksi "slepet" yang kemudian disebut "slepetnomics" oleh Cak Imin dalam debat Cawapres dalam beberapa waktu lalu.

Selain itu, paslon 01 juga mengkampanyekan diksi "lo lo lo ga bahaya ta" sebagai deskripsi dari ancaman demokrasi di Indonesia.

Sebetulnya, sejumlah gimmick politik yang dinarasikan oleh tim pemenangan masing-masing peserta pemilu bukanlah suatu hal yang buruk apabila gimmick politik tersebut dapat diimbangi dengan gagasan-gagasan besar untuk Indonesia ke depan.

Namun, besarnya gimmcik politik tak diimbangi dengan gagasan besar yang dibawa oleh para kontestan pilpres 2024. Alhasil, kampanye pilpres 2024 hanya menjadi ajang beradu gimmick dan riuh akan intrik di uang publik.

Kampanye pilpres 2024 merupakan praktik kampanye yang tidak berbeda dari praktik-praktik kampanya sebelumnya, membosankan lagi memuakkan untuk dilihat.

Sejumlah praktik kampanye yang penuh gimmick dan riuh intrik seolah-olah dinormalisasi, bahkan dikonfirmasi oleh sikap para pemilih muda sebagai suatu taktik kampanye yang jitu. Para pemilih muda bukannya bersikap kritis terhadap praktik kampanye yang demikian, justru mereka terbius dan terlena dengan kosa kata "gemoy", "sat-set", "slepet", dan lain sebagainya.

Para pemilih muda betul-betul tidak memiliki sikap kitisisme dan hanya termakan oleh gimmick politik yang dinarasikan. Besarnya gimmick politik para peserta pemilu menjadi sesuatu yang sempurna dengan butanya pemilih muda terhadap politik argumentatif, sehingga pemilih madu masuk dalam suatu pragmatisme dalam politik.

Di tengah buruknya kualitas kampanye para peserta pilpres 2024 dan pudarnya sikap kitis para pemilih muda, Anies Baswedan hadir memberikan secerca harapan tentang politik berkualitas yang penuh dengan gagasan. Melalui programnya, yakni Desak Anies, Anies Baswedan benar-benar berusaha mempertontonkan kampanye pemilu berkualitas yang penuh dengan gagasan.

Program Anies ini tidak hanya diikuti para intelektual muda, melainkan juga masyarakat di bawah akar rumput, seperti petani, nelayan, guru, dsb. Lewat pogram ini Anies berusaha menyerap aspirasi dari titik terbawah yang selama ini menjadi marjinal guna nanti isu itu diperbincangkan di forum nasional.

Anies telah memberikan contoh pada para pesaingnya bahwa kampanye bukan sekedar perolehan suara, akan tetapi juga pendidikan politik terhadap anak bangsa. 

Pendidikan politik jauh lebih mahal harganya daripada kampanye gimmick dan sejumlah kompensasi uang atau sekadar kampanye bagi-bagi susu. Pendidikan politik akan membuat para pemilih dihidupkan kembali nalarnya untuk bersikap kritis terhadap tindak-tanduk penguasa yang semakin sewenang-wenang hari ini.

Sikap pesimistik yang tadinya melekat dalam pikiran seolah-olah diberi udara segar lewat program Desak Anies yang meupakan cara kampanye yang elegan.

Dengan demikian, peluang untuk beradu gagasan semakin terbuka, kendati baru dimulai oleh satu peserta. Harapannya, peserta yang lain dapat mengikuti cara kampanye yang demikian, untuk Indonesia yang lebih baik ke depan.

Dalam pertarungan politik, pastilah ada kalah dan menang. Terlebih, politik bukan hanya sekadar nyala api idealisme, melainkan juga suatu pagmatisme yang membutuhkan suara orang banyak.

Mungkin cara kampanye Anies Baswedan hanya dilirik oleh beberapa pemilih muda yang masih memiliki nalar kritis dalam menjaga demokrasi Indonesia. Sangat mungkin juga Anies Baswedan tidak akan memenangkan konstestasi atau bahkan terlempar jauh dari dalam perolehan suara oleh para pesaingnya.

Namun, setidaknya Anies Baswedan telah memberikan 'legacy' tentang pendidikan politik dan kampanya pemilu yang berkualitas. Ke depan, supaya para peserta pemilu di pemilu yang akan datang dapat mencontoh cara kampanye politik Anies Baswedan, yang mengedepankan argumentasi, bukan sentimentasi, yang mengedepankan sikap cerdas, bukan hanya soal elektabilitas, yang mengutamakan idealisme, bukan yang sekadar terjebak dalam pragmatisme.

Dengan demikian, mari kita tutup tulisan ini dengan satu harapan bahwa Indonesia ke depan dipenuhi dengan orang-orang yang mampu berpikir dan bernalar, sehingga kampanya politik tidak lagi hanya sekadar pepesan kosong belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun