"Bongkar saja, agar terungkap semua diduga ada penggelapan disitu. Hak - hak pegawainya belum dibayar selama lima bulan.
1 Juni 2013"
Catatan kecil yang di tulis 7 tahun lalu kembali mengulik ingatannya ketika terjadi gejolak oleh sejumlah pegawai yang menuntut haknya yang tidak dibayar.Â
"Terkutuklah manusia laknat itu!" Murka Ijo.
Ia ingat ijo yang menentang keras pimpinan tempatnya bekerja yang me geluarkan kebijakan uang dibagikan sama rata kepada semua karyawan. Ijo tidak terima dengan kebijakan itu, ia merasa bekerja lebih banyak. Tiba-tiba datang pimpinan baru mengeluarkan kebijakan serupa itu.
"Manusia itu sedang membikin onar," tuding Ijo kepada pimpinan.
Ijo mendapat rekam jejak pimpinannya. Sering pindah-pindah tempat tugas. Di manapun ia bertugas selalu bikin ribut kantor.Â
"Manusia gangguan jiwa," Ijo naik pitam.
Konsekwensinya Ijo sudah tahu bila menentang aturan yang dibuat, ia bisa dipecat.
Jangan pernah menentang atasan tidak bakal menang. Ijo menyadari itu. Tapi ia sudah bulat, tetap ingin berjuang mendapatkan hak-haknya.Â
Perjuangan Ijo sudah diprediksi akan berakhir pahit. Ia dipecat dari pekerjaannya. Ijo tidak terkejut karena sudah mengira, pemimpinnya semena-mena kepada pegawai yang menentang kebijakan yang tidak didasari keadilan.Â
Ijo terkejut menerima kenyataan. Bukannya karena dipecat tapi kebanyakan pegawai berbalik mendukung pimpinan yang dinilai Ijo zolim.
"Ternyata di sini dipenuhi penjilat!"
Telah tidak lagi bisa dipertahankan. Ijo meninggalkan tempat kerja yang lama. Sekarang Ijo banting stir dengan usaha sendiri. Bisnis baru.
Ijo menjadi pedagang. Ia besama istrinya merintis usaha dari nol. Hingga berhasil meraih keuntungan. Kondisi ekonomi keluarga Ijo semakin membaik.
  ***
Catatan harian 13 tahun lalu, kembali membangkitkan kenangan paling pahit yang dirasakan. Ijo menjasi sosok yang tidak lekas percaya lagi dengan siapapun, kecuali dengan istrinya Rina.
Ia bersyukur bisa keluar dari tempat bekerja dulu. Bisa berusaha sendiri sehingga ekonomi keluarga lebih baik ketimbang di tempat kerja yang lama.
"Kepala TU di kantor lama stres karena ulah pimpinan yang zolim mempercepat ia meninggal dunia, ini barusan kemarin pegai di TU juga meninggal," kata Ijo.
"Tapi pegawai TU itu bukan karena stres, kan pimpinan brengsek itu sudah lama pindah."
"Ya, tapi harus diingat ia inilah salah satu pendukung pimpinan zolim itu agar aku dipecat."Â
"Istiqfar bang, orang sudah meninggal kita doakan saja," ujar Rina.
Ijo tidak menanggapi. Ia diam saja.
Catatan yang di tulis 7 tahun lalu, telah membakar kembali emosi. Ijo masih bisa menahan diri, tidak ada dendam.
"Masa lalu itu sebaiknya tidak dicatat, tapi diingat saja agar bisa dilupakan," Ijo tidak ingin mengingat lembali kisah itu.
"Kalau tidak ingin diingat, catatannya jangan dibaca" sela istrinya.
Tiba-tiba gawainya berbunyi, ada pesan yang masuk. Ada pesan Whatsapp (WA). Ijo membukanya.
Ijo terkejut, gawai hampir telepas dari genggaman.
"Ada apa bang?" Tanya istrinya heran.
Ijo memberikan gawai kepada istrinya. Rina membaca WA membuatnya merinding.
"Mungkin suami atau anaknya yang mengirim pesan itu," tenang Rina.
Pesan WA yang baru diterima dari pegawai TU tempat bekerjanya dulu yang baru beberapa hari lalu meninggal dunia.Â
"Saya mohon maaf lahir dan batin," isi pesan WA
Dari mana bisa tahu dengan nomor WA ku. Ijo telah mengganti nomor telepon sejak berhenti dari tempat kerjanya yang lama. Termasuk keluarga almarhuma tidak mengetahui nomor telepon Ijo.
Pesan WA yang sama kembali masuk ke WA Ijo. Bahkzn setiap 5 menit sekali.
"Jawab saja, abang menerima maafnya," kata istrinya.
Ijo belum membalas, sepertinya ia masih berat memberikan maaf.Â
"Kalau orang sudah minta maaf kita harus memaafkan, bila tidak bisa menjadi dosa," yakin istri Ijo.
"Siapa yang mengirimkan pesan ini? Kan orangnya sudah meninggal?"
Ijo merasakan ada yang aneh dari pesan WA itu. Bila keluarganya yang mengirimkan pesan seharusnya menyampaikan identitas sebagai yang mewakili almarhumah. Namun pesan yang dikirim seperi almarhumah sendiri yang mengirimkan. Tidak mungkin itu terjadi. Aneh, orang yang sudah meninggal dunia masih mengirimkan pesan WA?
Bisa jadi ini teror. WA palsu. Mengingat beberapa teman Ijo sempat dipalsukan WAnya. Menggunakan nomor lain, tapi foto yang dipergunakan bisa saja foto almarhumah. Setiap 5 menit pesan yang sama terus diterima Ijo. Ia belum juga membalas.Â
     ***
Ijo ingin tahu kebenaran pesan WhatsApp yang ia terima. Ia menemui teman tempat kerjanya dulu. Dari Ilu, Ijo mendapatkan informasi yang mengejutkan.Â
"Benar ini WA almarhumah, tapi sejak meninggal  nomor itu sudah tidak aktif lagi," kata Ilu.Â
Ilu menunjukkan nomor WA yang sama di gawainya. Kondisi nomor sudah tidak aktif.Â
"Lihat ini, " Ijo menunjukkan WA yang sama tapi masih posisi hidup, online.Â
Ilu terkejut. Bahkan ia masih melihat WA itu mengirimkan pesan yang sama terus berulang sejak kemarin.Â
Sama dengan istrinya, Ilu juga meminta membalas pesan WA itu dengan menerima maafnya.Â
"Apakah arwah bisa mengirimkan pesan WA? "
"Entahlah."
Ijo memenuhi saran temannya. Ia pun mengetik pesan balasan.Â
"Ya, sama-sama saya juga mohon maaf."
Seketika itu pesan yang terkirim langsung terbaca. Tak lama WA itu tidak aktif lagi. Tambah membuat terkejut bercampur ngeri yakni ketika WA almarhumah terhapus dengan sendirinya.Â
Kedua sahabat itu dibuat terdiam sejenak. Menghela nafas panjang, mereka berdua mengirimkan Alfatiha untuk almarhumah agar tenang di alamnya. (***)Â
Sungailiat, 14 Juni 2020
Rustian Al 'Ansori
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H