Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Ketupat Adat di Tempilang, Bangka Barat yang Belum Hilang

21 April 2020   11:46 Diperbarui: 21 April 2020   11:49 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari-tarian di gelar dalam adat Perang Ketupat (dokpri)

Malam itu terjadi komunikasi antara dukun dan penguasa alam gaib. Di situ juga ada permintaan diantaranya seperti sesajen di larung ke laut atau tidak. Jadi Perang Ketupat yang digelar siang harinya hanya sekedar pemberitahuan kepada masyarakat. Saya mendapatkan informasi tersebut dari dukun yang memimpin Perang Ketupat waktu itu.

Inti dari adat Perang Ketupat adalah  untuk membersihkan kampung dari gangguan berbagai wabah, gangguan gaib baik sedang melaksanakan aktifitas di darat maupun di laut. Sedangkan yang memimpin ritual adalah sosok pilihan yang merupakan keturnan dukun yang pernah memimpin ritual tersebut sebelumnya.

Membersihan lingkungan desa dari pengaruh gaib juga hingga di rumah-rumah penduduk, yang dilakukan dengan memercikkan air yang sudah di doakan baik ke bagunan tumah maupun bagian tubuh warga. Harapan dukun yang merupakan tokoh adat setempat agar warga desa Tempilang setidaknya selama satu tahun berikutnya tethindari dari berbagai gangguan dan bahaya. Seperti halnya sebagai tolak balak.

Pencak Silat khas desa Tempilang (dokpri)
Pencak Silat khas desa Tempilang (dokpri)
Ritual Perang Ketupat merupakan tradisi yang telah menjadi wisata budaya yang selayaknya dilestarikan. Selain itu Perang  Ketupat juga telah menjadi kalender event budaya di provinsi kepulauan Bangka Belitung. Ritual seperti ini ada kemiripan dengan prosesi adat lainnya di Bangka Barat yang perna saya ikuti seperti Ceriak Nerang di desa Kundi.

Seperti halnya Perang Ketupat, Ceriak Nerang juga dipimpin seorang dukun. Di sinilah saya tahu bahwa fungsi dukun adalah sebagai pemangku adat, tidak hanya sebagai sosok yang bisa berkomunikasi dengan alam baik. Acara-acara adat ini kembali menghidupkan suasana mistis yang sempat indentik dengan Bangka.

Kemasan acara adat seperti Perang Ketupat dari tahun ke tahun dipercantik dengan tujuan meningkatkan kunjungan wisata. Melalui ritual adat ini diharapkan dapat nenjadi kekuatan sektor pariwisata sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisata di Bangka Barat yang juga dikenal dengan obyek wisata sejarahnya yakni tempat diasingkannya presiden pertama RI Bung Karno oleh kolonial Belanda pada Agresi Belanda ke II.

Salam dari pulau Bangka.

Rustian Al'Ansori

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun