Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Ketupat Adat di Tempilang, Bangka Barat yang Belum Hilang

21 April 2020   11:46 Diperbarui: 21 April 2020   11:49 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang Ketupat yang digelar beberapa tshun lalu di pantai Pasir Kuning, Tempilang, kabupaten Bangka Barat (dokpri)

Ritual adat Perang Ketupat di desa Tempilang, Bangka Barat yang digelar setiap menjelang bulan Ramadhan belum hilang. Hanya saja karena situasi dan kondisi pandemi Corona adat Perang Ketupat dilaksanakan untuk tahun ini. Resiko penularan Corona sangat besar bila tetap digelar karena akan berkumpul ribuan orang untuk menyaksikan.

Pelaksanaan Perang Ketupat setiap tahun berlangsung di pantai Pasir Kuning, desa Tempilang, kabupaten Bangka Barat, provinnsi kepulauan Bangka Belitung. Selama ini adat Perang Ketupat telah menyedot banyak perhatian dan memikat wisatawsn lokal, wisatawan nasional maupun dari luar negeri.

Masyarakat Tempilang telah mengindahkan himbauan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman agar tidak menggelar ritual adat Perang Ketupat sehubungan memutus mata rantai penularan Covid-19. 

Tidak hanya adat Perang Ketupat, tradisi lainnya menjelang Ramadhan di Bangka Belitung dalam upaya mencegah berkumpulnya banyak orang juga tidak dilaksanakan tahun ini seperti adat Ruahan yang hampir seluruh desa di Bangka menggelar adat ini dan adat Mandi Belimau di desa Kimak, kecamatan Merawang, kabupaten Bangka.

Saya membuka kembali album lama koleksi saya yang masih mendokumentasikan foto adat Perang Ketupat beberapa tahun silam. Dari foto itu tergambar bahwa perayaan adat Perang Ketupat di gelar bak lebaran. Ribuan orang tumpah ruah di desa Tempilang. 

Tidak hanya ingin melihat Perang Ketupat di pantai Pasir Kuning namun juga  bersilaturahmi mengunjungi rumah warga baik saudara, teman maupun yang baru dikenal, mereka membukakan pintu rumahnya untuk menjamu dengan aneka makanan khas desa setempat. Ada Ketupat, Lepat dan betbagai penganan lainnya.

Ritual adat Perang Ketupat dipimpin seirang dukun (dokpri)
Ritual adat Perang Ketupat dipimpin seirang dukun (dokpri)
Ketika digelar Adat Perang Ketupat, pantai Pasir Kuning sesuai dengan namanya memiliki pasir pantai yang berwarna kekuning-kuningan dipadati ribuan massa. Patai yang unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Telah menjadi daya tarik wisata. Saya sempat mengikuti ritual ini, sudah cukup lama. Walaupun sudah lama tapi tetap diingat karena telah menjadi refrensi budaya bagi saya. Ada apa sebenarnya dengan Perang Ketupat? 

Perang Ketupat yang digelar setiap hari minggu terakhir sebelum memasuki bulan Ramadhan. Berarti kalau jadi digelar dilaksanakan hari Minggu, 19 April 2020 lalu. Setiap tahun pelaksanaannya di desa Tempilang selalu ramai dengan pengunjung yang datang dari berbagai tempat di pulau Bangka. Kemacetanpun tidak bisa dihindari.

Gelaran Perang Ketupat merupakan puncak dari ritual. Massa yang hadir saling melakukan aksi lempar-lemparan ketupas. Kalau kena bagian tubuh terasa lumayan sakit. Saya tidak tahu apakah pelaksanaan satu tahun terakhir ini ketupat sebagai peluru lemparan masih dipergunaksn atau tifak? Tapi itulah kenyataan yang telah berlangsung lama, yakni peluru yang dipergunakan dalam perang Ketupat adalah Ketupat. Bila tidak menggunakan ketupat namanya bukan perang ketupat lagi.

Sebelum di lakukan lemparan ketupat digelar berbagai tari tradisi, pencak silat dan lain-lain. Setelah dukun memimpin ritual menyampaikan doa dihadapannya tampak beberapa sesaji. Sebagian sesaji ada yang di hanyutkan  ke laut. Di larung atau tidaknya sesaji ke laut tergantung permintaan penguasa alam gaib ketika berkomunikasi dengan dukun pada malam hari sebelum di gelar Perang Ketupat. 

Tari-tarian di gelar dalam adat Perang Ketupat (dokpri)
Tari-tarian di gelar dalam adat Perang Ketupat (dokpri)
Keutamaan Perang Ketupat itu terjadi pada malam hari yakni malam minggu sebelum digelarnya acara di pantai Pasir Kuning. Sebelum menggelar acara tersebut dukun berpuasa tetlebih dahulu selama sepekan. Puasanya tidak hanya tidak makan dan minum, juga tidak berhubungan sek sebagai suami istri. Sakralnya acara malam hari itu berlangsung digugusan batu granit yang ada di pantai Pasir Kuning. Kental dengan suasana mistis.

Malam itu terjadi komunikasi antara dukun dan penguasa alam gaib. Di situ juga ada permintaan diantaranya seperti sesajen di larung ke laut atau tidak. Jadi Perang Ketupat yang digelar siang harinya hanya sekedar pemberitahuan kepada masyarakat. Saya mendapatkan informasi tersebut dari dukun yang memimpin Perang Ketupat waktu itu.

Inti dari adat Perang Ketupat adalah  untuk membersihkan kampung dari gangguan berbagai wabah, gangguan gaib baik sedang melaksanakan aktifitas di darat maupun di laut. Sedangkan yang memimpin ritual adalah sosok pilihan yang merupakan keturnan dukun yang pernah memimpin ritual tersebut sebelumnya.

Membersihan lingkungan desa dari pengaruh gaib juga hingga di rumah-rumah penduduk, yang dilakukan dengan memercikkan air yang sudah di doakan baik ke bagunan tumah maupun bagian tubuh warga. Harapan dukun yang merupakan tokoh adat setempat agar warga desa Tempilang setidaknya selama satu tahun berikutnya tethindari dari berbagai gangguan dan bahaya. Seperti halnya sebagai tolak balak.

Pencak Silat khas desa Tempilang (dokpri)
Pencak Silat khas desa Tempilang (dokpri)
Ritual Perang Ketupat merupakan tradisi yang telah menjadi wisata budaya yang selayaknya dilestarikan. Selain itu Perang  Ketupat juga telah menjadi kalender event budaya di provinsi kepulauan Bangka Belitung. Ritual seperti ini ada kemiripan dengan prosesi adat lainnya di Bangka Barat yang perna saya ikuti seperti Ceriak Nerang di desa Kundi.

Seperti halnya Perang Ketupat, Ceriak Nerang juga dipimpin seorang dukun. Di sinilah saya tahu bahwa fungsi dukun adalah sebagai pemangku adat, tidak hanya sebagai sosok yang bisa berkomunikasi dengan alam baik. Acara-acara adat ini kembali menghidupkan suasana mistis yang sempat indentik dengan Bangka.

Kemasan acara adat seperti Perang Ketupat dari tahun ke tahun dipercantik dengan tujuan meningkatkan kunjungan wisata. Melalui ritual adat ini diharapkan dapat nenjadi kekuatan sektor pariwisata sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisata di Bangka Barat yang juga dikenal dengan obyek wisata sejarahnya yakni tempat diasingkannya presiden pertama RI Bung Karno oleh kolonial Belanda pada Agresi Belanda ke II.

Salam dari pulau Bangka.

Rustian Al'Ansori

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun