Namun ia segera ingat nasehat Nyai Ageng yang diangkat dari salah satu ayat :Â
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung." (Al- 'Imraan: 200).
Teringat ajaran Nyai Ageng itu, tiba-tiba disadarinya bahwa ia membawa sebuah pedang di lambungnya. Ia kini bukan seorang gadis kecil yang berlari-lari melihat seekor tikus di hadapannya.
"Nah, begitulah adik," berkata pemuda yang berwajah seram itu, "begitulah berbicara dengan orang yang lebih tua. Kau harus bersikap hormat dan jangan melawan. Bukankah kau dengar kawanku menyebutmu bagaikan sekuntum bunga ?"
Dada Kembang Arum berdentangan mendengar kalimat itu. Dengan tegang ia berdiri tegak di atas kedua kakinya.Â
Para pemuda itu kini benar-benar nampak liar. Sedang Kembang Arum merasa belum pernah menghadapi orang-orang seperti itu.
Demikian mudahnya ia dapat dikelabuhi sehingga kudanya terlepas. Apalagi kini ia menghadapi sikap yang paling menyakitkan dari laki-laki yang kasar dan liar itu.
"Mengapa diam saja Kembang Arum?" terdengar suara salah satu pemuda itu.Â
Kembang Arum sama sekali tidak menjawab, yang terdengar adalah gemeretak giginya beradu.
"Apakah kau marah, manis?"
Masih tetap diam. Tidak ada jawaban.