Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

1. Rusman: Srikandi Muslimah Di Pantai Manyuran (c)

29 Mei 2019   13:04 Diperbarui: 3 Juni 2019   06:30 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembang Arum sama sekali tidak menyahut.

"Jangan hanya diam," berkata pemuda itu pula, "jawablah walau sepatah kata, apa tujuanmu sebenarnya. Kau harus tahu bahwa kami bukan orang Manyuran. kami adalah para priyayi pelabuhan Kambang Putih yang datang ke sini karena diperlukan. Maka Manyuran harus memberikan sambutan yang sebaik-baiknya kepada kami."

Kembang Arum masih tetap mematung. Ia benar-benar sudah muak. Kini kedua tangannya telah bersilang, yang kanan memegang hulu pedangnya.

"He," pemuda yang berdiri di paling depan berseru, "apakah kau akan melawan?"

Kembang Arum tidak menjawab. Tetapi sorot matanya memancarkan kemarahan yang memuncak. Pemuda yang berjambang itu tertawa.

"Jangan nakal adik, jangan bermain-main dengan senjata. Lihatlah kami juga bersenjata. Pedangmu terlampau kecil untuk melawan golok-golok kami yang jauh lebih besar. Jangan bermain-main dengan kami."

Kembang Arum tetap tidak menjawab, hanya darahnya yang terasa kian mendidih.

"Lepaskanlah pedang itu," berkata pemuda itu.

"Cepat, buanglah senjata yang tidak akan berarti apa-pa."

Kini gadis itu telah sampai pada batas kesabarannya. Ia bertekad melawan orang-orang itu. 

Ia belum tahu seberapa jauh kemampuan mereka, tetapi ia tetap harus melawan, membela dirinya agar tidak mengalami perlakuan yang lebih jelek daripada mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun