Karena itu saat pemuda yang berkumis dan berjambang itu maju lagi selangkah sambil tertawa-tawa, Kembang Arum juga melangkah surut.Â
Dalam sekejab tangan kanannya telah menggenggam pedangnya. Langkah pemuda itu terhenti. Tampak dia menjadi heran.
Meski begitu sejenak iapun tertawa lagi. Bahkan lebih keras, dibarengi tertawa pemuda lain di belakangnya.
"Ah, jangan nakal, adik," berkata pemuda yang berkumis dan berjambang itu. "Apa kau kira pedangmu itu akan berguna?"
Kembang Arum semakin bersiap.
"Letakkan pedangmu wahai adikku," suara pemuda itu semakin menjengkelkan. "Aku tak menyangka bahwa di tanah yang keras dan di sekitar deru ombak ini dapat berkembang bunga yang sangat pemberani."
Terasa kini seluruh tubuh gadis itu menjadi dingin dan keningnyapun basah oleh keringat. Tangan Kembang Arum menjadi gemetar. Ujung pedangnya pun semakin menunduk.
"Bagus," desis pemuda itu sambil tersenyum,
"letakkanlah. Letakkan di situ."
Namun ketika ujung pedang itu menyentuh tanah, tiba-tiba serasa ada yang menggelora di dalam dadanya.Â
Ia merasa mendapatkan tenaga yang luar biasa dari tanah di mana ia dilahirkan. Serentak hatinya bergolak dahsyat.