Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wayang, Jayajatra Kerangkeng

8 September 2018   02:52 Diperbarui: 22 Maret 2019   23:01 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pada itu di dalam kamar yang sangat gelap raden Jayajatra merasa seperti di penjara. Telah hampir seharian dia menyekap diri di tempat terkutuk ini. 

Baginya waktu bagaikan berjalan mundur. Lama sekali paman Sengkuni tidak memberi tanda, pikirnya. Bukankah hari sudah sedemikian gelap, itu berarti siang sudah berganti malam. Mungkinkah paman patih lupa dengan janjinya.

Satriya muda dari kurawa ini mencoba mencari lobang sekecil apapun untuk mengintip dari dalam kamar. Namun jangankan lobang yang sebesar mata, selebar lidipun tak juga dia ketemukan. Akhirnya adik ipar Duryudana ini hanya bisa mengepalkan kedua tangannya sambil mengumpat-umpat dalam hati.

Di luar kamar agak mendekati jendela patih Sengkuni nampak tersenyum di hadapan para kurawa. Baginya detik-detik kematian Harjuna seperti tinggal menghitung jari. Dia perintahkan kepada wadya kurawa agar jangan ragu-ragu untuk bersorak ria begitu matahari tergelincir di ufuk barat. Sorak itu adalah laksana lonceng kemenangan sebab musnahnya Harjuna berarti separuh kekuatan pandhawa akan hilang.

Dan nampaknya orang tua itupun merasa bagaikan mimpi manakala dia melihat tiba-tiba sang surya seperti berlari meninggalkan bumi. 

Di tengah kegirangan yang amat sangat para kurawa sama sekali tidak menyadari bahwa di bawah pohon agak jauh dari tempat itu seorang lelaki berkulit hitam tengah duduk bersila sambil menengadahkan kedua tangannya. Mulutnya berkomat-kamit dan bersamaan dengan itu selarik sinar putih terpancar ke atas menembus relung-relung awan di langit. Perlahan-lahan sinar mentaripun bagaikan tertutup oleh gumpalan mendung membuat bumi semakin gelap.

Sejenak kemudian dengan aba-aba dari sang paman para kurawa bersorak gemuruh bagaikan suara air bah. "Harjuna mati, Harjuna mati, ayo kita sambut kemenangan ini." Teriakan-teriakan yang dibarengi dengan sorak sorai ambata rubuh ini kontan didengar pula oleh sang Jayajatra dari dalam kamar.

Tanpa membuang waktu satriya muda yang merasa tersekap di dalam neraka itu segera mendekati jendela. Dia ingin sekali menyaksikan Harjuna yang akan mati karena menggantung diri, atau menghantamkan kepalanya sendiri di atas batu, atau apapun yang penting orang sombong itu mati dengan cara yang memalukan.

Bagaikan seekor kuda yang lepas dari kandangnya Jayajatra segera membuka lebar-lebar daun jendela. Dia lambaikan tangannya sambil berteriak-teriak kegirangan seolah-olah tidak mau kalah dengan saudara-saudaranya.

Satriya muda ini sudah bersiap untuk melompat keluar ketika tiba-tiba tanpa terduga langit menjadi terang kembali. Dan bersamaan dengan itu sebatang anak panah telah meluncur bagaikan kilat menerjang kepala Jayajatra. Panah Harjuna yang terkenal sakti dan dilontarkan dengan penuh kemarahan tak akan sedikitpun meleset dari sasaran. Maka tanpa ampun lagi dalam sekejab saja kepala adik Duryudana ini telah terlepas jauh meninggalkan tubuhnya yang masih bertengger di bibir jendela.

Tak lama kemudian nampak dari balik sebuah pohon Sri Kresna keluar sambil membawa senjata cakraw yang telah ia gunakan untuk menutupi sinar matahari. Dan bersamaan dengan itu Harjunapun melangkah dengan penuh kepuasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun