Â
Di sebuah rumah yang sepi seorang ibu bertanya pada anaknya.
"Apakah yang kau inginkan dalam hidupmu anakku ?" Tanya Dewi Arimbi kepada putranya yang gantheng dan perkasa.Â
Sebuah jawaban yang membuat hati Arimbi ingin menangis, ialah: "Aku tidak menginginkan apa-apa ibu. Aku hanya ingin menemani ibu selamanya, yang hidup dalam kesenyapan karena terlalu sedikitnya cinta kasih dari ayahku".
Arimbi terhenyak mendengar jawaban itu. Untuk sesaat wanita separuh baya itu tidak mampu berkata-kata.
Seperti tersayat-sayat hatinya, perih dan sangat pedih mendengar jawaban yang tidak diduga sama sekali.Â
Akhirnya Arimbi hanya diam sembari memandang anaknya yang tumbuh sebagai pria yang luar biasa itu.
Tapi bukanlah soal kesunyian hidup yang disebut putranya yang membuat Arimbi meneteskan air mata.
Bukan pula tentang kesepian yang setiap siang dan malam mewarnai jalan hidupnya. Sebab aku sudah menyadari bahwa kesunyian adalah takdirku, pikirnya.
Aku tahu benar bahwa saat aku memilih mencitai Bima, aku harus menerima dengan ikhlas jika kelak suamiku adalah antara ada dan tidak ada bagiku.Â
Aku tidak berharap banyak terhadap pria tinggi besar yang sakti luar biasa itu. Bagiku cukup satu hal ialah putraku dan masa depannya.