“Aku tau kamu tidak suka perempuan yang manja, yang selalu memintamu menghubunginya, yang cerewet, kamu tidak suka pada yang tidak mandiri dan selalu menanyaimu tentang hal hal yang tidak ingin kamu bagi. Aku mencoba menjadi seperti itu, Dewa. Aku sayang kamu”
Airmatanya jatuh juga. Yola banyak membaca ramalan bintang sebab ia tak pernah tau apa yang lelaki itu sukai. Kebiasaannya tak pernah dibagi pada Yola.
“Itu Taurus, Yola. Bukan aku. Aku ingin kamu mengenalku melalui sebuah proses, bukan berdasar kalimat kalimat instan yang kamu baca di majalah limabelas ribuan!”
Suara Dewa meninggi. Ia tak suka cara Yola yang membantai dirinya sendiri untuk menjadi yang bukan Yola hanya karena majalah menyuruhnya begitu. Yola yang ia suka adalah Yola yang sangat keras kepala untuk menjadi dirinya sendiri. Yang menolak untuk diatur bahkan oleh Dewa. Melihatnya menjadi seseorang yang bukan dirinya sendiri hanya karena secarik kertas yang ditulis oleh orang asing, membuat Dewa jengah.
Jeda kembali mengisi cangkir teh mereka.
“Aku seharusnya tau, bahwa kita memang tidak cocok. Sifatmu yang sangat tertutup dan aku yang keras kepala tidak akan bisa bersama. Aku melakukan banyak agar kita menjadi mungkin tapi inilah batasnya, aku ga tau harus gimana lagi”
Yola menyeka airmatanya.
Pelukan terakhir dari Dewa mendamaikan hatinya. Pelukan lelaki yang membuatnya jatuh cinta. Dewa mencium keningnya dan berjanji akan berkawan baik dengan Yola. Di sela deru kendaraannya, Yola menutup pintu pagar.
Dewa tak pernah tau bahwa setahun belakangan Yola hanya sedang berusaha terlalu keras untuk tidak kehilangan cinta lelaki itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H