Mohon tunggu...
Rusnani Anwar
Rusnani Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - Communication Strategist

TV - Radio Broadcaster. Menggemari musik, buku dan kamu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenang Kerusuhan Sampit, 2001

21 Januari 2011   09:33 Diperbarui: 17 Oktober 2022   13:28 2466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka Pasrah, Diam dan Menyerah 

RUSNANI ANWAR, Sampit 

Napak tilas perang etnis mengantarkan saya ke perkampungan warga Madura di kawasan Gang Kutilang, Jalan Perkutut kelurahan MBH Utara, kecamatan Baamang. Sembilan tahun lalu wilayah ini penuh dengan warga Madura. Di Sampit (dan juga banyak wilayah Kotim lainnya), banyak terdapat titik titik perkampungan madura. Mereka terbiasa hidup berkelompok. “Kita tidak pernah cekcok, damai sekali,” ujar Arifin, warga gang Kutilang memaparkan bagaimana interaksi mereka terhadap warga non Madura. 

Pria yang mengaku berasal dari Surabaya ini menyatakan memang ada yang berubah dalam perihal tingkah laku warga Madura yang kembali datang ke Sampit. Mereka sekarang lebih diam, memilih untuk menekuni kehidupan mereka sendiri tanpa meributkan siapa yang harus berkuasa terhadap siapa. Saat ini, mereka yang menjadi korban kerusuhan perlahan kembali ke tempat tinggal mereka dulu. “Saya salut dengan kemampuan orang Madura dalam hal bekerja, mereka memulai lagi semuanya dari nol, kerja keras mereka seperti tidak ada batasnya,” papar Wahidah, warga jalan Kutilang. 

Padahal jika bicara mengenai perasaan, mereka para warga kecil Madura layak mengeluh. Mereka yang tidak tahu menahu harus menjadi korban, tersingkir dari tanah kelahiran, kehilangan seluruh harta benda. Tegar. Sebuah kata yang mampu merangkum seluruh perjuangan warga Madura yang kembali ke Sampit. “Saya di Madura malah bingung mau kerja apa, di sana saya tidak punya apa-apa,” ujar seorang Madura yang sedang asik meladang pada Minggu (14/2) pagi. Di atas sisa-sisa bangunan rumah yang habis diluluhlantakkan mereka membangun kembali nafas mereka. 

Menyusun kembali kepingan harapan di tanah ini. Tidak sedikit dari mereka yang dulu seorang pengusaha berubah menjadi pekerja kelas rendah. Menjadi pedagang upahan, buruh usaha kecil rumahan, tukang becak, pemulung, apa saja mereka geluti. Sulit rasanya menemukan ketabahan luar biasa semacam itu di zaman sekarang. “Mereka (warga Madura), ketika kembali kesini seperti tidak kaget melihat harta bendanya hilang semua. Mereka bilang ‘Semua milik tuhan pasti akan kembali padanya’, saya sampai sedih mendengarnya,” ujar salah seorang keluarga Arifin. 

Padahal, jika hendak mengenang masa lalu, tahun tahun sebelum kerusuhan adalah masa emas bagi warga Madura di Sampit. Kebanyakan dari mereka memang merupakan pekerja kerah putih. Yang sekedar berprofesi sebagai petani, pedagang pasar maupun buruh bangunan. Sempat hadir sebuah guyonan lokal yang kurang lebih menyebutkan warga Madura menyebut Sampit laksana surga, lantaran pulau asal mereka hanya ada garam. 

Sebuah kisah kuno tentang sejarah suku Dayak saya temukan pada Perpustakaan dan Arsip Daerah Kotim. Kisah kuno mengenai tokoh Mangkurambang, seorang dayak yang dikisahkan berlayar dan terdampar di pulau Nipah, Madura. Entah cerita tersebut sekedar sage atau justru kisah nyata, setidaknya dapat memberikan gambaran seperti apa hubungan suku Dayak-Madura di masa lampau. Dikisahkan dalam perjalanannya merantau, Mangkurambang membawa seekor ayam jago. Dalam pelayarannya, pemuda itu terdampar dis ebuah pulau bernama Pulau Nipah. 

Di sana, ayam yang ia bawa terus berbunyi gaduh. Hal ini memicu kemarahan raja Nipah, raja merasa intergritasnya sebagai pemimpin suku direndahkan karena ayam yang terus berbunyi tersebut. Perkelahianpun digelar, raja Madura melawan Mangkurambang sang putra Dayak. Dalam dongeng itu, Mangkurambang memenangi duel tersebut. Putri raja Madurapun dipersunting oleh Mangkurambang sebagai hadiah pertandingan. Mereka lantas hidup di pulau Nipah dan memiliki keturunan berdarah Madura-Dayak. Dalam sekali waktu, kepala ikatan keluarga madura (IKAMA) H. Marlinggi (alm) menyatakan bahwa beliau itu separuh badannya merupakan orang dayak ,”Nenek moyangnya orang Nipah, jadi pak haji (Marlinggi) saja mengakui kalau di Madura ada suatu pulau dimana seluruh orang disana keturunan Dayak,” papar Mantil F Senas, kepala Disdukcapil Kotim yang terlibat langsung dalam konflik etnis 2001 silam. 

Dalam rangka sosialisasi peraturan daerah nomor 5 tahun 2004 ke kecamatan Ketapang, Madura pada 22 Agustus 2004 silam, tim sosialisasi difasilitasi warga Ketapang untuk berkunjung ke Pulau Nipah. Mantil yang tergabung dalam tim tersebut mengaku kaget melihat kebiasaan warga Pulau Nipah. Pasalnya, warga pulau itu memiliki kebudayaan yang sangat serupa dengan suku Dayak, baik dari adanya mandau, bentuk bangunan, hingga kebiasaan teriakan Dayak dalam memanggil kera. Sosialisasi peraturan daerah no. 5 tahun 2004-pun disambut positif oleh warga Madura, peraturan tersebut antara lain menekankan bahwa warga manapun yang menjadi pendatang di tanah habaring hurung harus menjunjung tinggi falsafah ‘Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung’, selain itu, perda tersebut juga melarang orang-orang yang memiliki hubungan dengan IKAMA (Ikatan Keluarga Madura) kembali ke kota Sampit. 

Perda tersebut, menurut Mantil sudah dipahami oleh warga Madura. Pasal-pasal di dalam perna merunut persis tentang prosedur bagaimana seorang Madura bisa kembali tinggal di Sampit. Antara lain ketentuan bahwa keharusan mereka membaur dan mengikuti pola adat warga setempat. Kemudian dipaparkan bahwa yang menjadi “eksekutor” atau pemegang hak untuk memperbolehkan atau menentang keberadaan warga Madura di lingkungan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri. “Jika warga lokal menolak, maka mereka harus pulang,” ujar Mantil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun