Mohon tunggu...
Ruslan Abdul Munir
Ruslan Abdul Munir Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Writer

Random content

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Ulasan Film "Perayaan Mati Rasa": Laki-laki Juga Boleh Nangis Loh!

30 Januari 2025   11:58 Diperbarui: 31 Januari 2025   14:54 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film "Perayaan Mati Rasa" (Sumber: Instagram @sinemaku_pictures)

Film Perayaan Mati Rasa merupakan sebuah film yang perdana tayang di layar kaca bioskop Indonesia pada tanggal 29 januari 2025. Film ini disutradarai oleh Umay Shabab dan diproduksi oleh Sinemaku Pictures.

Setelah sebelumnya merilis film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis di tahun 2024, kali ini Sinemaku Pictures menghadirkan kembali film yang dapat menguras emosi para penontonnya.

Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)
Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)

Sebagian orang mungkin berprasangka bahwa film ini akan bercerita tentang kisah percintaan. Namun, ternyata salah besar, film ini jauh dari unsur hubungan percintaan antara sepasang kekasih melainkan hubungan kekeluargaan yang sangat menguras emosi penonton.

Menceritakan konflik dalam sebuah keluarga antara Ian Antono (Iqbal Ramadhan) dan Uta Antono (Umay Shahab) yang harus menerima kenyataan pahit bahwa Ayahnya harus meninggal dan pergi mendahuluinya.

Kisah Anak Laki-laki Pertama yang Dituntut untuk Selalu Perfeksionis

Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)
Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)

Cerita dimulai dengan Ian, seorang musisi indie yang terasing dalam dunia musiknya bersama band Midnight Serenade. Ia berjuang dengan perasaan gagal dan dibandingkan dengan adiknya, Uta, yang merupakan podcaster sukses dan menjadi favorit orang tua mereka. 

Konflik adik dan kakak dalam sebuah keluarga memang sudah menjadi hal yang lumrah. Ian dalam kasus ini merupakan seorang anak pertama yang selalu dituntut untuk menjadi perfeksionis dalam segala aspek terutama oleh Ayahnya Satya Antono (Dwi Sasono). 

Alih-alih harus menjadi contoh yang baik bagi adiknya Uta, Ian malah merasa dirinya tidak pernah diberi tahu bagaimana caranya menjadi kakak yang ayahnya harapkan itu.

Konflik antara keduanya semakin dalam ketika mereka harus menghadapi kehilangan sang ayah, yang memaksa mereka untuk menyembunyikan kejujuran kepada ibunya Dini Antono (Unique Priscilla) di tengah luka yang mereka  sedang hadapi.

Ian sebagai anak pertama harus menanggung beban karena dialah sekarang sosok pengganti ayah di keluarganya. Dalam film ini juga menggambarkan bagaimana  Ian sebagai sosok anak pertama berusaha mencari jati diri yang sebenarnya. 

Adik Laki-laki yang Merindukan Kedekatan dengan Kakaknya

Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)
Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)

Walaupun Uta terlihat cuek dengan semua yang terjadi pada Ian, ternyata Uta sangat merindukan sosok Kakak yang selama ini jarang sekali meluangkan waktu dengan keluarganya termasuk dengan dirinya.

Selepas kepergian sang ayah, hubungan kedekatan Ian dan Uta semakin intens. Terlebih mereka mendapatkan pesan terakhir dari ayahnya untuk menyelesaikan lagu yang belum sempat ayahnya selesaikan. 

Walaupun terlihat masih sama-sama memiliki ego yang besar, Uta ternyata memiliki kebanggaan tersendiri memiliki sosok kakak seperti Ian. Hubungan adik dan kakak dalam sebuah keluarga memang kerap dinilai sebagai sebuah hubungan yang kaku, tapi dibalik itu  mereka pasti memiliki perasaan dan kasih sayang yang jarang mereka ungkapkan.

Laki-laki  Juga Boleh Menangis 

Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)
Foto Tangkap Layar Trailer Film Perayaan Mati Rasa (Sumber: YouTube/Sinemaku Pictures)

Kata-kata pak Sayta Antono dalam cuplikan video kenangan yang Ian tonton berkata "Laki-laki juga gak pp kok nangis" seakan memberikan pesan bahwa laki-laki juga sama-sama manusia biasa. Mereka punya emosi layaknya seorang perempuan. Laki-laki juga berhak menunjukkan sisi kelemahannya.

Dalam cuplikan tersebut Pak Satya sebagai seorang ayah berkata demikian kepada anak laki-lakinya yang masih terbilang kecil, dan itu merupakan hal yang wajar, dengan tidak menuntut anak laki-laki harus selalu kuat, tidak boleh menangis, adalah bentuk penerimaan bahwa kita sama-sama memiliki emosi ketika dihadapkan pada sesuatu yang membuat diri kita merasa tidak aman.

Menangis jangan melulu dimaknai sebagai tanda kelemahan, justru  air mata yang jatuh itu merupakan bentuk ketulusan seseorang, terlebih jika kita pernah merasakan kehilangan. Menangis karena kehilangan  sosok yang menurut kita berharga dalam kehidupan, ataupun hanya sekadar mengingat momen-momen penting dalam hidup, itu  adalah hal yang wajar.

Yang paling penting adalah kita harus siap menerima segala perubahan yang terjadi dalam hidup. Cepat atau lambat perubahan itu adalah sebuah keniscayaan. Pilihannya adalah, apakah kita akan terus berlarut-larut dengan masa yang sudah berlalu itu, ataukah kita berusaha untuk melepaskan dan melanjutkan kehidupan yang baru? 

Hidup ini seperti perjalanan di lautan luas. Kita mungkin terjatuh ke zona abisal, tenggelam dalam kegelapan tanpa arah, tetapi kita harus terus berenang, meski terasa mustahil. Lalu, saat mencapai zona batial, harapan masih samar, keraguan terus menghantui, namun langkah tak boleh berhenti. 

Terkadang, secercah cahaya muncul di zona neritik, memberi harapan, perlahan jalan keluar itu terpampang nyata di depan mata, tetapi juga tak jarang menimbulkan kebingungan, apakah ini benar jalan keluar atau hanya fatamorgana? Membuat kita terlena  dan mengabaikan apa yang ada di dekat kita.

Namun, satu-satunya cara adalah terus berenang, hingga akhirnya sampai di zona litoral. Saat itulah, kita menerima segalanya, memahami bahwa hidup adalah tentang konsistensi dan keseimbangan, dan menyadari bahwa setiap ombak, setiap arus, telah membawa kita ke pantai yang seharusnya.

Film yang Menguras Emosi

Foto Ilustrasi di Bioskop (Sumber: Dok. Pribadi/Ruslan Abdul Munir)
Foto Ilustrasi di Bioskop (Sumber: Dok. Pribadi/Ruslan Abdul Munir)

Dengan durasi yang cukup panjang, film ini berhasil menguras emosi penonton. Cerita bagaimana seorang adik dan kakak dihadapkan pada dua pilihan sulit dalam hidupnya terkesan sangat dramatis dan menguras  air mata.

Terlebih ketika film akan mencapai klimaks, cerita bagaimana emosi itu diperlihatkan tentang kehilangan sosok anggota keluarga benar-benar terkesan nyata. akting daripada pemainnya pun sangat natural sehingga menambah kesan emosional.

Film ini juga berhasil mengangkat isu-isu yang kerap dirasakan sebagai anak pertama. Terkadang tanggung jawab yang begitu besar sebagai seorang anak pertama sering menghantui disaat sedang mewujudkan mimpi-mimpi itu.

Anak pertama dipenuhi dengan sejuta ekspektasi di kepalanya, belum lagi mereka harus kejar-kejaran dengan usia orang tua. Hal yang paling menakutkan adalah jika orang tua kita harus meninggalkan kita disaat kita belum menjadi apa-apa.

Bagi kamu, khususnya anak pertama di keluarga, film ini sangat cocok untuk kamu tonton!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun