Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lapor Pak RT, Tetangga Saya Dirampok

6 September 2016   06:17 Diperbarui: 6 September 2016   06:49 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi buta itu pecah. Teriakan minta tolong terdengar nyaring dari balik tembok pagar yang tinggi. Suara seorang wanita. Menghiba hiba, menekan perasaan orang yang mendengarkan.

Jaya yang berada didalam rumah tentu kaget mendengar teriakan wanita di pagi buta. Bercelana pendek Jaya keluar  rumah. Sumber suaranya  berasal dari rumah tetangganya didepan . Hanya dipisahkan sebuah jalan .

“Tolong, tolong pak. Rumah saya di rampok “ Teriak wanita itu  jelas terdengar. Suaranya parau ketakutan. Jelas wanita ini sudah terlalu lama berteriak minta tolong.

Jaya lalu naik keatas loteng rumahnya. Ingin memastikan keadaan lebih jelas. Tak lama, dilihatnya seorang wanita duduk  dengan lemas disampingnya seorang pria mengenakan topeng menariknya masuk kedalam rumah. Melihat adegan itu, adrenalin Jaya langsung naik. Emosinya meletup. “Ini  tak boleh dibiarkan, saya harus lapor pak RT “

Jaya berlari dengan gerakan cepat. Sebagai mantan atlit atletik dua puluh tahun yang lalu, Jaya belum kehilangan seluruh  kemampuannya. Sesampainya di depan rumah Jaya kembali dikejutkan dengan sesosok wanita yang melompat dari  pagar.

Dilihatnya bukan wanita yang minta tolong tadi. Tubuhnya jauh lebih kecil. Namun , wajahnya menunjukkan ketakutan yang sama. Dengan susah payah  wanita itu berlari mendekati Jaya .

“Ada ram...rampok pak, di... di... di dalam “ Wanita itu seperti kehabisan suara. Nyaris Jaya tak mendengar. Jaya berinisiatif  memapah wanita itu  masuk kedalam rumahnya. Istri Jaya juga ikut membantu memapah wanita itu .

“tolong pak ...ada rampok bawa pistol , ada tiga orang pakai topeng . Mereka ada didalam “ Walau terdengar lemas namun suara wanita itu sudah jauh lebih jelas.

“Kamu siapa ? “ Tanya Jaya ingin tahu. Walau bertetangga dekat , Jaya tak mengenal penghuni rumah didepannya. Jaya hanya tahu penghuni rumah didepan rumahnya adalah mantan pejabat tinggi disebuah perusahaan bonafit.

“Saya Inah, pembantu pak “ Sambil duduk dikursi rotan yang disediakan istri Jaya.

“sadah pa, jangan ditanya dulu. Lebih baik lapor pak RT. Ini darurat .Cepat “ Kali ini Istri Jaya mengambil inisiatif. Dilihatnya Jaya ingin banyak bertanya.

Jaya lalu berlari keluar luar kearah kiri. Tapi baru lima meter Jaya menghentikan langkahnya. Mengingat ingat kembali nama pak RT yang akan dilaporkan. “Oh iya rumah pak RT dimana ya ? bukankah baru ada perubahan  struktur RT sebulan yang lalu. “ gumam Jaya menjadi ragu ragu.

Walau Jaya sudah tinggal lebih dari 7 tahun di komplek perumahan mewah ini. Pengurus RT tak dikenal Jaya dengan baik. Jangankan alamat rumah pak RT , nama RTnya juga agak samar diketahui Jaya .

Seingat Jaya nama pak RT dilingkungannya Pak Joni. Tapi itu 7 tahun yang lalu ketika Jaya baru saja melaporkan diri sebagai warga baru. Dan itu pertama dan terakhir Jaya bertemu pak RT. Setelah itu bila ada keperluan menyangkut surat menyurat kependudukan diserahkan Jaya kepada Ipul, sang supir yang baru seminggu dipecat Jaya karena terbukti “minum” bensin dari mobilnya.

Dari Ipul pula Jaya tahu ada pergantian struktur RT. Hampir lima menit  Jaya  ragu ragu kemana ia harus melapor kejadian perampokan didepan rumahnya. Akhirnya diputuskan untuk kerumah pak Joni. Jaya hampir saja lupa posisi rumah pak Joni. Dua kali Jaya salah memencet bel rumah yang ternyata bukan rumah pak Joni. Walau akhirnya Jaya baru  ingat kembali  rumah pak Joni adalah rumah yang pintu pagarnya terbuat dari karet ban bekas .

Hampir dua puluh  menit berkeliling komplek , Jaya akhirnya menemukan rumah pak Joni.  Dipencetnya bel rumah. Satu kali, dua kali , tiga kali , empat kali, lima kali tak ada jawaban dari dalam rumah. Jaya mulai tak sabar. Jaya menengok kedalam rumah yang sepi . dari celah pagar dilihatnya pintu utama masih tertutup rapat. Seperti tak ada aktifitas. Senyap. Hanya ada gonggongan anjing dari samping rumah.

Jaya kembali memencet bel untuk yang keenam kalinya. Kali ini dengan tekanan yang lebih dalam. Tak berapa lama, ada suara orang menyumpah dari dalam rumah. Tak jelas suaranya. Jaya tak peduli.

Seorang wanita setengah baya keluar rumah dengan tongkat ditangan. Jalannya tak normal, seperti  terkena serangan  stroke . “pagi pagi sudah ada tamu, jam berapa ini pak ? Mbok ya mikir kalau mau bertamu .” Wanita setengah baya itu mengumpat dengan penuh emosi. Jaya jadi tak enak hati, namun mau apa lagi. Ini darurat, ada bahaya mengancam tetangga didepan  rumahnya.

“Maaf bu, saya Jaya yang tinggal di Blok D. Mau lapor ke pak Joni ada warga yang di rampok “ Tanpa basa basi lagi Jaya mengutarakan kedatangannya.

“Oaaalah pak, pak Joni itu sudah tak jadi ketua RT lima tahun yang lalu. Dan orangnya sudah dikubur setahun yang lalu. Pak Joni sudah meninggal. “ Teriak wanita itu agak marah. “bapak ini warga baru atau warga lama ? “

Ditanya seperti itu Jaya seperti disiram air mendidih. Muka Jaya memerah. Malu . Tapi sudah kepalang tanggung, Jaya harus menemukan rumah pak RT. Ini darurat,

“Oh maaf bu, saya sih warga lama. Tapi saya tidak tahu rumah pak RT yang menjabat sekarang. Kalau ibu tahu tolong beritahu alamatnya, ini darurat bu, ada perampokan didepan rumah saya “ Jaya mengatur ucapannya.

Wanita setengah baya itu tak langsung menjawab. Ia memperhatikan Jaya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Jaya semakin tak enak hati.

“Saya tak tahu siapa ketua RTnya sekarang. Sejak pak Joni dilengserkan lewat kudeta dari kursi ketua RT, saya sekeluarga tak mau tahu siapa yang jadi pengurus RT. Warga disini tak tahu diuntung, tak tahu berterima kasih. Pak Joni itu sudah bersusah payah  jadi ketua RT yang baik, tapi ia dikhianati, dipermalukan, saya tak terima. Silahkan bapak minggat dari rumah saya. jangan jangan bapak termasuk warga yang menandatangai mosi tidak percaya sehingga pak Joni, suami saya terlempar dari posisi ketua RT. “

Pintu ditutup. Jaya melongo tak bisa berbicara lagi.

ooOOoo

Usaha Jaya  mencari rumah pak RT ternyata bukan perkara mudah pagi itu. Hampir sejam Jaya berkeliling kompleks. Walau akhirnya, Jaya berhasil menemukan rumah pak RT berkat bertanya kepada seorang Satpam yang sedang tertidur didalam pos jaga setelah semalaman kalah bermain gaple.

"Kalau rumah pak RT di blok D pak , lha di belakang rumah bapak. namanya pak Mukena, yang orangnya gemuk pak. " Terang Satpam yang dibangunkan secara paksa. setelah itu satpam kembali tidur , mengambil posisi yang paling nyaman. Telentang dengan dengkuran yang semakin keras.

Jaya langsung berlari menuju rumah yang ditunjukkan satpam kompleks. Pagi itu memang sangat sepi, Kompleks perumahan  dimana Jaya tinggal memang terkenal kompleks elit yang sunyi sepi.

Penghuninya bukan orang sembarangan, paling rendah yang bisa tinggal di komplek perumahan berpangkat dirjen atau direktur. Bayangkan satu unit rumah berharga diatas 7 milyar. 

Jaya beruntung, sebagai atlet yang pernah menyabet medali emas di kejuaraan dunia tujuh tahun yang lalu dan saat ini Jaya diminta menjadi pelatih kepala atletik untuk  olimpiade tahun depan. Rumah yang ditempatinya saat ini adalah rumah pemberian dari seorang pengusaha kaya raya. 

Bagi Jaya , berlari secepat kilat adalah pekerjaannya. Atlet lari 1.000 meter itu tak memerlukan waktu lama untuk sampai dialamat yang ditunjukkan satpam. Sebuah rumah bergaya Bali menjadi patokannya. Jaya sudah berada tepat didepan pintu pagar.

Jaya menekan bel. Tak lama seorang lelaki berbobot lebih dari 100 Kg muncul . Berjalan lambat. Bersungut sungut dengan mimik tidak bersahabat. Jaya sudah tak perduli.

"Selamat pagi pak RT, mau lapor pak " Teriak Jaya walau jarak keduanya hanya tinggal 3 meter saja.

"Masih pagi ini pak " Jawaban pak RT dengan logat batak yang kental.

"Ada rampok pak , tetangga didepan rumah saya tadi teriak ada perampok  " Seru  Jaya untuk memastikan empati pak RT masih bekerja

"Lha urusan dengan saya apa pak ? kalau ada rampok, ya bapak telpon polisi. saya ini cuma ketua RT . Masa semua urusan harus saya turun. Cekcok suami istri, saya dipanggil,  burung kalian hilang dicuri orang, saya dipanggil, jangan begitulah. Lapor polisi pak."

"Tapi bukannya lapor lingkungan terlebih dahulu baru lapor ke polisi pak ? " Tanya Jaya dengan nada yang kurang nyaman.

"sudah begini saja, dimana tetangga bapak yang dirampok ? saya telpon dari sini. "

"Jalan Mawar Blok D5 No.4 ,pak "

"Co..ba bapak ulang..."

"Jalan Mawar Blok D5..."

"Lha itu rumah istri keduaku...waduh saya telpon sekarang pak...saya telpon polisi...aduh nomornya berapa pak ? ...hapeku..hapeku mana ? ..husshhh diam pak jangan sampai istriku dikamar dengar ya...gawat ini....gawat ...." Pak RT terus nyerocos. Sementara Jaya diam diam menyelinap pergi.

ooOOoo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun