Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mengenang Kawasan Senen yang Hampir Terlupakan

10 Agustus 2016   04:26 Diperbarui: 10 Agustus 2016   10:48 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempatan Senen yang selalu ramai (dok : pri)

Sayang, kawasan buku bekas Kramat Bunder saat ini sudah berubah wajah. Tidak seramai tahun 1980-1990. Penyebabnya karena adanya penertiban kawasan. Areal buku murah awalnya dipindahkan menuju Proyek Senen. Namun sayang, pasar buku murah di Proyek Senen tidak selaris ketika berada di kawasan Kramat Bunder. Penyebabnya letaknya kurang strategis karena berada di dalam Proyek Senen.

Sebagian rupanya, pedagang buku kembali berjualan di kawasan Kramat Bunder. Para pedagang buku bekas biasanya menjajakan buku yang telah dikoordinasi pada satu tempat. Jadi bila ada pembeli, si penjual buku bisa mengambil barang teman lainnya. Dengan sistem tersebut semua permintaan pembeli bisa dipenuhi. Tapi, sayangnya cara seperti ini biasanya berimbas pada harga buku yang jadi lebih tinggi (mahal).

Nama Jalan Kembang Sepatu yang jadi Icon Kawasan (dok : pri)
Nama Jalan Kembang Sepatu yang jadi Icon Kawasan (dok : pri)
Kawasan Kembang Sepatu

Kawasan Kembang Sepatu dulunya merupakan sentra penjualan sparepart barang elektronik. Berbagai kebutuhan tukang service mudah ditemui di kawasan Kembang Sepatu. Nama Jalan Kembang Sepatu yang menjadi icon walau sebenarnya ada nama jalan lainnya, seperti Jalan Sedap Malam.

Saat ini kawasan Kembang Sepatu tidak lagi menjadi sentra spare part elektronik. Berubah menjadi kawasan "gado gado". Yang mencolok adalah kios perlengkapan TNI/Polri, satpam, hingga berbagai kebutuhan ormas kepemudaan. Perlengkapan TNI dengan pakaian loreng, sepatu lapangan, tas ransel, pisau komando lengkap dijual di kawasan ini. Dulu, bila ingin membeli perlengkapan TNI harus menunjukkan kartu identitas TNI dan Polri. Apakah masih sama peraturannya?

Penipuan berkedok TNI atau Polri dengan menggunakan seragam aspal masih sering terdengar terutama di daerah. Ada yang menipu untuk mendapatkan uang, ada pula yang menipu agar bisa menikahi gadis incarannya. Nah, nampaknya peraturan memang harus diperketat.

Di kawasan Kembang Sepatu, tepat di sepanjang jalan menuju Simpang Lima Senen dulunya banyak pedagang obat. Yang dijual tentu berbagai macam obat yang banyak dicari orang. Pedagang obat ini menggunakan rombong yang bisa didorong dan dipindahkan. Tentu, pedagang obat ini tak memiliki izin. Tapi, karena harga obat selangit, banyak juga orang yang membeli ke pedagang obat di kawasan Kembang Sepatu ini. Lagi-lagi karena harganya murah dan bisa ditawar. Saat ini, pedagang obat sudah tak nampak lagi. Mungkin karena sering kena razia, pedagang obat telah berganti dengan pedagang handphone second alias bekas dan pedagang jam tangan.

Zaman memang terus bergulir. Kebutuhan manusia pun mengalami pergeseran. Kawasan Kembang Sepatu merupakan contoh bergesernya pola kebutuhan manusia. Yang masih bertahan, bioskop Grand dan Mulia Agung yang berada tepat di ujung Jalan Senen raya. Dulu seingat saya di sekitar bioskop banyak permainan ding dong. Mesin permainan ini menjadi incaran anak sekolah. Saya termasuk orang yang sering datang bersama beberapa teman dan menghabiskan waktu bermain ding dong. Tapi saya hanya bermain di hari Minggu. Itu pun bila ada teman yang menjadi "bos", yang mau mentraktir membayari koin yang menurut saya cukup mahal ketika itu.

Saya cukup trauma dan tidak lagi datang ke areal permainan ding dong karena sebuah peristiwa. Saat itu ada sejumlah laki-laki dewasa datang membawa pistol dan langsung meringkus salah satu orang yang sedang bermain ding dong. Perlakuannya sangat kasar dengan bentakan yang juga sangat menakutkan. Saya berada hanya beberapa meter dari tempat peringkusan. Saya tak tahu kenapa seorang remaja yang sedang bermain ding dong diperlakukan seperti itu. Sejak saat itu saya tak lagi mau diajak ke areal bermain ding dong di sekitar bioskop. Ngeri, bagaimana bila pistol yang dibawa meletus dan mengenai pemain ding dong yang tak tahu-menahu.

Saat ini permaian ding dong sudah tak ada lagi. Namun, bioskop masih sama seperti dulu. Hampir tak ada perubahan. Hanya mungkin, bila dulu di sekitar bioskop banyak wanita penghibur yang bisa diajak ikut nonton film saat ini sudah tidak terlihat lagi. Untuk masalah ini, jujur saya tak pernah menjajal. Lha, hanya sekali saya nonton di bioskop ini. Itu pun ketika saya sudah bekerja dan bersama seorang teman.

Kawasan Terminal Senen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun