[caption caption="Banner Sinetron Candra Kirana - movienewstrailer.blogspot.co.id"][/caption]Bayangkan apa jadinya bila kita menyaksikan sebuah tayangan sinetron di televisi yang punya rating tinggi tapi ternyata si pembuat sinetron bekerja tidak cermat. Seolah membuat sebuah sinetron boleh asal jadi dan tak perlu profesional.
Sinetron sendiri di Indonesia pernah mengalami booming diera dikenalkan jenis tayangan ini di televisi. Rumah produksi pun menjamur. Berlomba lomba memnbuat sinetron dengan berbagai tema. Episodenyapun kadang bisa menembus seribu episode. Punya masa tayang hingga lebih dari setahun.Seperti sinetron Tukang Bubur Naik Haji dan Cinta Fitri.
Sinetron sendiri  mulai marak ketika televisi swasta mulai bermunculan pada awal tahun 1990. Ketika itu perfilman Indonesia juga mati suri. Bioskop didominasi film film Hollywood. Sinetron yang tayang di televisi lalu menjadi tayangan alternatif  yang disukai. Terutama para kaum hawa dan anak anak remaja.
Sinetron mirip dengan telenovela  , sebuah tayangan yang berasal dari negara negara Amerika Selatan . Lalu hadir pula sinetron yang berasal dari Korea selatan, China, Thailand  dan sekarang marak berasal dari Turki. Masyarakat Indonesia mudah sekali menyerap tayangan hiburan . Walau bila ditelesuri isi dari cerita hanya didominasi hiburan semata yang tidak mendidik. Bahkan , sinetron memiliki muatan kebencian yang berlebihan. Terutama tokoh antagonis yang dibuat begitu kejam, tidak manusiawi dan selalu menteror tokoh lainnya.
Sinetron Mendidik  VS Sinetron  ‘Arogan’.
Sinetron di Indonesia memang punya pencinta yang fanatik. Hiburan ini memang mempunyai daya tarik bagi masyarakat menengah kebawah.  Bebagai judul  sinetron jadi langganan dan menjadi bahan pembicaraan.  Sebagian besar booming dengan rating tinggi.
Sayangnya, rumah produksi seperti abai dalam membuat sinetron berkualitas. Entah karena ingin memenuhi selera pasar yang tak perduli dengan kualitas sinetron yang baik atau karena faktor bisnis semata. Diduga, para pemodal lebih menginginkan keuntungan finansial semata. Toh, sinetron hanyalah hiburan, penontonnya pun orang Indonesia yang tak perlu diberikan kualitas yang baik.
Jadilah, sinetron Indonesia yang dari banyak sisi dibuat tidak profesional. Mulai dari ide cerita yang aneh bahkan untuk sekedar menambah jam tayang atau jumlah episode isi cerita ditarik tarik layaknya karet sehingga sinetron semakin tidak masuk akal lagi. Konflik yang dibangun sudah melebihi tingkat kewajaran sebuah cerita. Belum  lagi karakter penokohan yang selalu di dzalimi (disikasa) atau mendzalimi (menyiksa).
Sehingga penonton disajikan penyiksaan baik dengan verbal , fisik dan psikologis. Â Si Tokoh dengan kebencian tingkat tinggi setiap episode terus saja melakukan penyiksaan kepada tokoh lainnya. Berurai air mata penuh kesedihanlah para penonton dibuatnya.
Walau begitu patut diapresiasi beberapa sinetron yang berhasil mengambil hati para penonton namun punya muatan positif dan dibuat dengan teknik yang baik. Memang sinetron seperti ini jumlahnya sangat sedikit. Dan uniknya dibuat pada momen tertentu saja. Seperti sinetron ‘Para Pencari Tuhan’ (PPT) yang di buat tokoh film nasional , Deddy Mizwar yang saat ini menjabat sebagai Wagub Jawa barat.
Sinetron garapan Deddy Mizwar ini punya kualitas yang sangat baik. Dengan ide cerita yang baik didukung para pemain yang punya karakter dan kualitas. Sinetron yang punya nilai religi ini mampu memberikan alternatif tayangan sinetron yang punya nilai positif.
Konflik yang dibangun juga apa yang terjadi ditengah masyarakat , bukan konflik antah berantah seperti rebutan warisan , harta kekayaan , jabatan  dan konflik percintaan segitiga hingga segi tak beraturan.
Sayangnya , sinetron PPT hanya hadir ketika bulan Ramadhan saja menjelang waktu Sahur . Padahal  isi cerita PPT tak berkaitan samasekali  dengan bulan puasa. Sehingga sinetron ini seharusnya bisa tayang di luar bulan puasa. Mungkin momen bulan puasa dianggap tepat untuk menonton sinetron religi.
Selain sinetron PPT, sebenarnya beberapa tahun silam ada sinetron Si Dul Anak Sekolahan (SDAS) garapan Rano Karno. Uniknya juga Rano Karno saat ini menjabat sebagai Gubernur Banten. Sinetron yang berasal dari ide cerita film di era tahun 70-an ini mengangkat keberadaan suku Betawi dengan segala keunikannya. Dimana ada nilai sosial dan budaya yang begitu kental ditengan perubahan strata sosial yang terjadi di Jakarta.
Sinetron SDAS bukan saja menghibur tapi punya muatan yang baik. Nilai kemanusian menjadi tema cerita. Sebuah potret keseharian sebuah keluarga Betawi yang menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat. Keluarga ini menjadi role model  karena telah menjadikan pendidikan tinggi sebagai salah satu cita citanya. Kekentalan budaya Betawi dan hiruk pikuk perubahan zaman  membuat sinetron ini memberikan  sentilan yang cukup menohok. Bagaimana masalah tanah yang beralih fungsi menjadi alasan tergesernya masyarakat Betawi ke pinggiran kota Jakarta. Belum lagi kisah oplet tua yang semakin tak populer oleh moda transportasi modern lainnya.
Sejatinya , banyak tema cerita yang layak diangkat menjadi tema sinetron. Kehidupan keseharian, kisah sosial budaya yang terjadi di masyarakat urban juga cukup menantang untuk disajikan sebagai tema cerita. Sinetron yang saat ini tayang hanya berkutat pada dunia absurd. Kalau tidak tentang harta kekayaan atau kisah percintaan yang terlalu mudah ditebak.
Sinetron Sebagai Tayangan Paling Mudah Diserap
Kalau dilihat lebih dalam, tayangan sinetron memiliki kans untuk menjadi tontonan yang menarik dan juga bermutu. Sinetron memiliki ruang yang cukup mudah dijangkau penontonnya. Tak perlu membayar tiket, tak perlu pergi ke gedung bioskop, hanya butuh sebuah perangkat televisi.
Sinetron memang lekat dengan kalangan menengah ke bawah. Walau tak menutup kemungkinan juga disukai kalangan menengah atas. Â Sinetron memiliki jam tayang dan episode yang panjang. Dengan begitu sinetron bisa juga mengambil tema sejarah yang membutuhkan epidode yang panjang. Coba, bayangkan bila kisah Kartini diangkat menjadi sinetron sejarah yang menarik . Berbagai liku kehidupan Kartini akan mudah diserap dan dimengerti para wanita Indonesia.
Sayangnya, hanya sedikit  rumah produksi yang mau mengangkat tema tema idealis, tema sejarah, tema pergerakan nasional. Sinetron mungkin masih berpatron sebagai tayangan hiburan yang tak perlu memiliki muatan yang dalam dan idealis. Karena mungkin pula, rumah produksi tak yakin sinetronnya akan dibeli pihak televisi bila tak memenuhi selera si pembayar iklan. Sinetron memang perlu biaya pembuatan, perlu keuntungan untuk meneruskan laju operasional perusahaan.
Tapi juga bukan menjadi pembenaran bila rumah produksi akhirnya hanya menjadi penghasil sinetron asal jadi dengan tema yang penting laku dijual. Tanpa memperhatikan kepentingan pendidikan karakter para penontonnya. Apa yang akan diambil dari sinetron yang isinya hanya menebarkan kebencian , amarah dan sumpah serapah.
Disinilah kejeniusan rumah produksi diperlukan untuk memadukan antara hiburan dan tayangan berkualitas . Agar kelak , masyarakat Indonesia bisa menjadikan tayangan sinetron sebagai bahan perubahan diri, tayangan yang memberikan pencerahan . Bukan hanya hiburan sekelebat yang malah akan membentuk masyarakat permisive, masyarakat materialis dan masyarakat bebal yang hanya tahu perselingkuhan adalah selingan kehidupan yang boleh dicoba dalam kehidupan rumah tangga.
Sinetron punya peran bagi terbentuknya sikap dan pola pikir. Bisa jadi apa yang ditayangkan akan dimaknai sebagai  contoh kehidupan. Baik gaya berpakaian, gaya konsumtif, hingga gaya  si tokoh sinetron. Jangan sampai, sinetron malah menimbulkan masalah sosial dan kerawan pola pikir yang hedonis, ambigu  dan egois.
Sinetron Candra Kirana Tak Cermat
Salah satu contoh terbaru dari tayangan sinetron yang tak mengindahkan pembuatan yang baik adalah sinetron Candra Kirana. Tayangan sinetron yang berkisah tentang sebuah keluarga yang tak utuh, Ayah dan dua putri ciliknya. Dikisahkan untuk merubah kehidupan, sang ayah rela menikah dengan seorang wanita kaya yang telah memiliki dua orang anak. Kisah ini seolah digambarkan boleh berbohong untuk sebuah kebaikan. Maka tema : ayo lakukan kebohongan  menjadi tema sentral.
Akhirnya, bukan saja si Ayah (diperankan Teddy Syah) yang melakukan kebohongan tapi sang anak juga turut serta berbohong demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Alih alih menggambarkan perjuangan seorang ayah yang luar biasa, sinetron ini menggambarkan bagaimana cara agar kebohongan demi kebohongan bisa ditutupi.
Itu dari sisi tema cerita , dari penampilan para tokoh pemain. Tokoh antagonis, Marni tampil dengan sikap yang lebih aneh lagi. Punya suami yang sah malah mengejar suami orang. Sudah begitu sang suami malah tak terlalu mempermasalahkan. Bayangkan, absurdnya cerita sinetron ini .
Satu tokoh berbohong besar yang sangat  fatal , sedang tokoh lainnya merusak hubungan pernikahan demi si lelaki yang dikejarnya mau menikahinya. Coba dengan akal sehat dikaji cerita sinetron ini. Keluar dari pemikiran logis , bukan ?
Apa yang dijual sinetron ini adalah uraian air mata dan kesedihan sang anak, Candra dan Kirana. Hidup terlunta lunta ditengah ‘kegilaan’ orang dewasa yang tak masuk akal. Â
Itu sih masih bisa diperdebatkan. Coba tengok , sinetron ini mengambil gambar di kawasan TMII. Walau ada upaya mengelabui penontoin dengan men-blur latar belakang gambar tak pelak penonton bisa menebak dengan mudah setting lokasi berada di TMII.
Dengan serampangan, setting lokasi begitu diabaikan. Asal bisa take adegan. Anjungan rumah adat begitu  terlihat  hingga nama rumah adat bisa terbaca dengan jelas. Lalu, dimana profesional si pembuat sinetron ini ? setting lokasi yang elementer saja begitu kacau dan amburadul. Seakan tak ada lokasi yang lebih baik lagi.
Sangat aneh bin ajaib. Sebuah sinetron yang punya rating baik ini dibuat asal asalan.Ingat, penonton tak semuanya bodoh, penonton akan bisa menilai apakah tayangan ini profesional, baik secara konten atau hanya semacam hiburan yang asal jadi.
Jangan jadikan sinetron semakin rendah saja, kreatiflah. Bekerja dan berkaryalah dengan profesional. Jangan pertaruhkan , karya sinetron yang tak layak untuk terus ditonton. Jangan lupa, era MEA sudah terbuka. Bisa jadi penonton Indonesia akan lebih melirik tayangan sinetron  asal negara lain. jangan sampai, kita malah disajikan tayangan yang berkualitas dari Turki, Korea, China, India atau Thailand karena kita memang tak becus membuat sinetron yang berkualitas.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H