Petani memang memerlukan tanah sebagai lahan bertani. Kasus perebutan dan sengketa tanah antar petani dan perusahaan perkebunan swasta juga kadang masih terdengar hingga saat ini. Peristiwa Lampung yang terjadi beberapa tahun silam juga karena sengketa tanah pertanian.
Di Kabupaten Tangerang sendiri, lahan pertanian sudah banyak beralih kepemilikan. Petani sudah banyak yang tak memiliki tanah dan hanya menjadi petani penggarap dengan upah harian. Tentu jangan berharap sejahtera dari petani penggarap, bisa bertahan hidup dan memenuhi kehidupan sehari hari saja sudah sebuah prestasi.
Penyempitan lahan pertanian adalah hal serius di Pulau Jawa. Terutama di wilayah penyangga ibukota Jakarta seperti Tangerang, Depok , Bekasi dan Bogor. Pertumbuhan wilayah hunian dan wilayah industri begitu cepat. Alih fungsi lahan pertanian harus disikapi dengan bijak. Tata kelola ruang harus dibuat dengan pertimbangan yang profesional.
Jangan sampai ada kekecewaan dan timbul masalah karena petani harus tetap dapat bekerja memproduksi hasil tani demi keamanan pangan nasional. Jangan sampai sebagai negara yang katanya negara agraris malah sibuk mengimpor berbagai jenis bahan makanan dari negara lain.
Ingat, MEA sudah berlaku. Jangan sampai petani dari Thailand atau RRC yang membuka pertanian dan perkebunan di negara ini. Lalu kejadian dua abad yang lalu kembali terulang. Petani yang tidak memiliki tanah dan hanya sebagai penggarap dari tanah tuan tanah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H