Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Anggap Remeh Perlawanan Petani

6 Maret 2016   07:18 Diperbarui: 6 Maret 2016   08:08 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyerangan ke daerah Tambun membuat Belanda murka. Asisten residen, seorang dokter dan tujuh orang pengawal lainnya tewas akibat serangat Pangeran Alibasa dan pengikutnya. Serangan ini langsung dibalas oleh serangan balik dan pencarian besar besaran terhadap Pangeran Alibasa dan pengikutnya yang sudah berpencar .

Serangan ke daerah Tambun dinyatakan sebagai upaya pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Pelukis Raden Saleh yang tinggal di Cikini juga disangkut pautkan. Mengenai hal ini pengadilan Belanda akhirnya tidak menemukan bukti keterlibatan Raden Saleh .

Setelah kejadian pemberontakan Tambun, pihak kepolisian Belanda benar benar mencari pelaku penyerangan. Pada 17 Juni 1869, Pangerang Alibasa dan 302 pengikutnya tertangkap. Setelah dilakukan introgasi 243 dinyatakan tidak bersalah karena dipaksa ikut menyerang Tambun ,sisanya ditahan dengan tuduhan makar.

Pangeran Alibasa sendiri tewas didalam penjara dua hari sebelum persidangan dimulai. Dua orang dihukum mati dan 19 orang dikenakan hukuman kerja paksa selama 15 tahun. Walau tak berhasil, tak ayal Belanda menjadi sadar akan keberanian petani yang mau melakukan penyerangan. Sejak itu ada perubahan tatacara dan perlakuan terhadap petani.

Apalagi angin perubahan dinegeri Belanda mulai mempengaruhi Parlemen Belanda. Sikap kekerasan dan tindakan sewenang wenang pemerintah koloniah Hindia Belanda mendapat kritikan dan tentangan lewat parlemen.

Kelompok hak azasi manusia yang mulai tumbuh di akhir abad 19 di negeri Belanda mulai lantang bersuara untuk memperhatikan perlakukan terhadap negeri jajahan . Maka mulai tumbuhlah politik etis atau politik balas budi.

Sayangnya, politik etis yang diberlakukan pada akhir abad 19 dan awal abad ke 20 hanya menguntungkan pihak Belanda dan orang orang yang dekat dengan pemerintahan kolonial. Sekolah yang didirikan untuk anak petani di perkebunan tak berjalan mulus karena kualitasnya jauh dibawah sekolah yang dibangun untuk orang orang Belanda dan IndoBelanda lainnya. Maka ada sebutan sekolah angko loro untuk para pribumi kebanyakan yang tak punya pangkat kedudukan atau uang berlimpah.

Keadaan Petani Saat Ini

Pada zaman merdeka seperti saat ini ketika pemerintahan telah berubah dan seratus persen dilakukan oleh bangsa sendiri. Menjadi pertanyaan besar apakah petani Indonesia sudah sepenuhnya merasakan kesejahteraan dari tanah tanah yang dimiliki sendiri ?

Tanah tanah yang akan menghasilkan produk pertanian yang berkualitas tanpa tekanan dari pajak yang menjerat leher . Petani yang sudah menikmati hasil jerih payahnya sendiri. Sayangnya, ternyata masih ada petani gurem, petani tanpa memiliki tanah yang hanya bergantung terhadap tanah pihak lain.

Masalah tanah adalah hal yang sensitif bagi dunia pertanian. Perkembangan ideologi komunis juga menjadi menarik dan disukai petani karena isu kepemilikan tanah. Peristiwa Bandar Betsi, di Sumatra Utara yang meminta korban tewas seorang polisi menjelang pecahnya pemberontakan G 30 September juga diawali masalah kepemilikan tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun