Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Secuil Kisah Hidup Hatta, Sang Proklamator yang Layak Jadi Panutan

7 Februari 2016   10:45 Diperbarui: 7 Februari 2016   20:24 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun seperti diketahui keduanya adalah pribadi yang berbeda bahkan dalam pandangan politik keduanya juga kadang saling berseberangan. Hatta adalah pribadi tertutup dengan sikap formal yang jarang tertawa lepas. Hatta juga tidak terlalu tertarik dengan keriuhan pesta . Bahkan tidak menunjukan minat terhadap wanita. Untuk hal wanita , Hatta pernah dikerjai teman temannya di Belanda yang menjebak Hatta dengan seorang gadis Polandia yang cantik. Keduanya hanya makan malam tanpa hal hal aneh. Si wanita yang diminta merayu itu tak berhasil dan angkat tangan sambil berseru : dia seperti pendeta .

Beda dengan Soekarno yang sangat terbuka, ekspresif, penyuka seni, penggemar wanita cantik dan seorang orator yang menggetarkan pendengarnya. Namun Soekarno dan Hatta adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan. Walaupun berbeda pandangan keduanya tak menunjukan dendam pribadi. Keduanya tetap bersahabat hingga akhir hayat.

Di bulan Juni 1970 ketika Soekarno sedang menderita sakit keras dan dirawat di RSPAD, Hatta datang menjenguk sebagai sahabat. Keduanya bertemu namun sayang tak ada kata yang terucap hanya jabat tangan erat diiringi air mata yang menetes dari mata Soekarno yang bengkak. Dua hari persis dari keduanya bertemu. Presiden pertama Indonesia itu menghembuskan nafas terakhir dengan tenang .

Hatta dan Demokrasi

Ketika Rancangan UUD 1945 dibuat, Hatta adalah seorang pelopor yang meminta kebebasan berkumpul dan kebebasan berserikat dimasukkan kedalam UUD 1945. Rapat BPUPKI itu sempat terjadi perdebatan antar kelompok yang  setuju dan kelompok yang tidak setuju.

Ketika itu Hatta yakin negara harus menjamin hak individu dalam berorganisasi , mengeluarkan pendapat dan berserikat. Namun Hatta juga menolak sikap liberalisme yang menjadikan negara menjadi kekuatan yang luarbiasa (diktatator) sehingga dapat berbuat semena mena.

Hatta juga mengusulkan politik dengan banyak partai (multi partai) dengan meneken surat maklumat pemerintah pada tanggal 4 Desember 1945 . Karena Hatta berpendapat kedaulatan rakyat haruslah dihormati melalui kekuatan partai politik.

Berbeda dengan Soekarno yang lebih suka partai politik dengan jumlah terbatas. Apalagi diera tahun 1949-1950 sering kali terjadi ‘perkelahian’ antar partai politik. Pertarungan politik itu tak ayal membuat Soekarno uring uringan karena pemerintahan parlementer mudah sekali jatuh. Sehingga diambil keputusan untuk kembali ke sistem Presidensil . Dimana Presiden sebagai Kepala negara dan kepala pemerintahan. Kabinet bertanggung jawab langsung kepada presiden bukan lagi kepada parlemen.

Jatuh bangunnya pemerintahan parlemen yang dipimpin Perdana menteri membuat Indonesia kembali kepada UUD 1945.
Pada tahun 1955 ketika Pemilu pertama berhasil dilakukan dan terbentuklah Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilu , Hatta bersiap untuk meletakkan jabatan sebagai wakil presiden. Apalagi ketika itu Presiden Soekarno terus memperkuat posisinya dan bersiap melakukan demokrasi terpimpin. Hatta akhirnya memilih jalan sunyi untuk mundur karena perbedaan politiknya sudah jauh berbeda dengan sang presiden. Maka tak lama lahirlah Dekrit presiden tahun 1959 yang membubarkan konstituante dan dimulailah demokrasi terpimpin ala Soekarno dengan segala kekuatan yang terkumpul pada ‘tangan’ Soekarno.

Mengenai hal ini Hatta pernah memberitahukan Soekarno tentang kekeliruannya dalam menerapkan demokrasi. Tapi sayang saran dan kritik Hatta tak lagi didengar Soekarno hingga terjadi peristiwa gestapu pada tahun 1965. Dan pada tahun 1967 kekuasan Soekarnopun lepas .

Hatta adalah sosok yang mendapatkan pendidikan barat di Belanda. Dikelilingi orang orang pergerakan nasional yang sederajat. Hatta lebih suka meng-edukasi masyarakat ketimbang menggalang kekuatan rakyat. Sehingga pandanganya jauh lebih luas dan lebih bijak. Hatta kurang menyetujui sikap otoriter yang dilakukan Soekarno diakhir masa kekuasaannya. Termasuk sikap men-duakan Fatmawati dengan menikahi Hartini diawal tahun 1951. Hatta sangat menghormati Fatmawati sebagai Ibu negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun