Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Secuil Kisah Hidup Hatta, Sang Proklamator yang Layak Jadi Panutan

7 Februari 2016   10:45 Diperbarui: 7 Februari 2016   20:24 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin sudah terlalu banyak tulisan tentang sosok Mohammad Hatta yang pernah ditulis. Baik buku maupun artikel. Namun saya akan tetap menuliskan secuil kisah ini. Karena tokoh proklamator ini punya kharisma dan pandangan hidup yang layak jadi panutan para birokrat , tokoh masyarakat hingga rakyat jelata.

Hatta bukan saja menarik tapi ia seorang tokoh nasional yang langka. Kisah pribadi hidupnya dan sepak terjang politiknya layak dijadikan role model . Tak salah bila seorang musisi seperti Iwan Fals harus menulis satu lagu khusus untuk mengenang Hatta ketika dwitunggal ini wafat pada tahun 1980.

Hatta memang sederhana semua orang sudah tahu. Hatta adalah orang jujur juga hampir seluruh anak bangsa ini setuju. Apalagi kisah sepatu Bally yang sering kali ditulis bagaimana seorang wakil presiden harus menabung untuk membeli sepasang sepatu . Padahal bila Hatta mau ia bisa saja menggunakan kekuasaanya atau minimal menggunakan koneksinya untuk mendapatkan keinginannya itu. Tapi hal itu tak pernah dilakukannya.

Sebagai seorang penulis Hatta tak pernah lepas dari dunia ini. Kalau saja dulu sudah ada internet , mungkin Hatta sudah memiliki akun blog pribadi atau sudah bergabung di Kompasiana. Hatta juga penggila buku. Ia mengoleksi ribuan buku sejak ia menempuh pendidikan di negeri Belanda. Minat literasinya luar biasa. Padahal di zamannya segalanya terbatas, Hatta tetap berlangganan beberapa koran dan majalah padahal ia sedang ‘dibuang’ pemerintah kolonial Belanda nun jauh di pulau terpencil.

Hatta tetap membaca dan menulis. Bahkan satu satunya penghasilan yang diharapkan ketika ia dibuang di Boven Digul adalah dari honor menulis di beberapa media. Hatta banyak menulis tentang politik, ekonomi , sosialisme hingga filsafat. Walau tak pernah menulis tentang sastra bukan berarti Hatta tak menyukai genre ini. Hatta penyuka tulisan penyair dan sastra dunia.

Hatta , Pendidikan dan Buku

Sebagai seorang perantauan ketika baru menginjakan kakinya di tanah Jawa pada tahun 1919, Hatta ketika itu menumpang hidup dengan salah seorang sanak familinya yang bernama Ayub Rais yang biasa disapa Mak etek Ayup. Ketika itu sang paman sedang jaya sebagai saudagar.

Dari pamannya inilah Hatta mulai mengoleksi buku. Ketika itu Hatta dibelikan tiga buah buku dari sebuah toko buku di kawasan Harmoni. Inilah cikal bakal perpustakaan pribadi yang dibangun Hatta hingga ia wafat.

Hatta adalah orang cerdas sudah tercermin ketika ia bersekolah dasar Belanda di Bukit tinggi. Sejak usia lima tahun Hatta sudah les privat bahasa Belanda pada seorang guru Belanda bernama Ledeboer. Ayah Hatta Syech Muhammad Djamil wafat ketika Hatta baru berusia delapan bulan. Namun Hatta mendapat kasih sayang dan sokongan dari para paman pamannya.

Hatta selain mendapat pendidikan Belanda juga tetap mendapatkan pelajaran agama di petang hari. Hatta kecil tetap belajar mengaji di surau, sama dengan anak anak yang lain. Pelajaran agama yang didapatnya ketika kecil menjadi salah satu pondasi yang membentuk karakternya ketika Hatta dewasa.

Hatta juga sangat gemar bermain sepak bola. Kecintaannya pada olah raga ini sempat membawanya menjadi pemain kunci pada kesebelasan sepak bola di Padang. Hatta juga selalu tak ketinggalan menyaksikan pertandingan sepak bola.

Pada tahun 1921 Hatta nekat pergi ke negeri Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Dengan uang terbatas Hatta menumpang kapal Uap Tambora milik Rotterdamese Lloyd menuju kota Rotterdam. Sesampainya di negeri asing yang jaraknya lebih dari 8.000 mil dari tempat asalnya di Bukit tinggi dimulailah petualangan hidupnya . Hatta mendaftarkan diri di sebuah sekolah tinggi ekonomi bergengsi Rotterdamse Handelshogesshool .

Sebagai mahasiswa dari negeri jajahan dengan uang yang sangat terbatas. Hatta memang mengajukan beasiswa untuk meringankan biaya hidupnya di Belanda. Walau begitu minatnya pada buku semakin menyala saja, adalah toko buku De Westerboekhandel tempat Hatta biasa membeli buku. Menyadari pelanggannya berasal dari negeri ketiga yang sedang dijajah pemilik toko berbaik hati untuk Hatta boleh mengangsur. Jadilah setiap bulan Hatta mengangsur buku buku yang ia beli. Ketika Hatta kembali ke tanah air pada tahun 1932 setelah menyelesaikan kuliahnya ada 16 peti berisi buku yang juga turut dibawa pulang.

Pun ketika Hatta harus bolak balik dipenjara . Hatta pertama kali dipenjara selama lima setengah bulan di negeri Belanda karena dianggap membahayakan dan menentang pemerintah kolonial Belanda. Hatta ketika itu menjadi Ketua Indonesische Vereeniging yang kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Sebuah organisasi yang semakin berani menentang Belanda.

Didalam penjara maupun di tempat pembuangan Hatta selalu membawa buku bukunya . Jumlahnya berpeti peti. Setiap hari bukulah yang menjadi teman dalam mengisi kesunyian dan keterpencilan. Hatta juga mengisi waktunya dengan menulis. Sebuah kebiasaan yang jarang dilakukan oleh pejabat zaman sekarang. Jangankan menulis kegiatan membaca juga jarang dilakukan.

Hatta salah satu tokoh Indonesia yang punya kepedulian terhadap pendidikan dan dunia literasi . Di zamannya dimana segalanya masih sulit dan terbatas Hatta tetap teguh untuk menulis dan membaca. Ketika di buang ke pulau Bandanaira Maluku, Hatta dan Sutan Syahril mengadakan pendidikan kepada anak anak Banda dan salah satu muridnya yang kemudian diangkat sebagai anak angkat bernama Des Alwi.

Apa yang ditulis Hatta juga bukan tulisan sembarangan. Artikel maupun buku yang pernah ditulis Hatta punya bobot kualitas yang baik. Ketika masih sebagai mahasiswa Hatta menuliskan sebuah artikel berjudul “Indonesia di tengah tengah Revolusi Asia”, Tulisan kritis ini mendapat serangan dari pers Belanda dan menuduh Hatta sebagai orang yang menyebarkan sikap revolusioner yang berbahaya.

Hatta juga menulis sebuah brosur kecil “Demokrasi kita” yang isinya mengkritik Presiden Soekarno karena sikapnya yang menuju politik terpimpin yang cenderung otoriter. Kritikan ini dibuat Hatta ketika keduanya sudah tak lagi sejalan dan Hatta lebih memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil presiden pada tahun 1956.

Bagi Hatta tulisan adalah salurannya menyampaikan pikiran, menyampaikan gagasan. Melalui tulisan Hatta seperti menyampaikan segala curahan pikirannya . Sayang Hatta tak lagi didengar ketika zaman Soekarno dan tak lagi diperdulikan ketika zaman Soeharto. Hatta bahkan sempat dilarang menjadi dosen di UGM dan Sekolah Staf Komando AD .

Tulisan “Demokrasi Kita” dibredel termasuk media masa yang menerbitkannya. Buya Hamka yang ketika itu menjadi pemimpin redaksii Panji Masyarakat juga ikut  dibui karena ikut menerbitkan tulisan “Demokrasi kita”. Termasuk harian Pikiran Rakyat yang juga kena imbas dibredel pemerintah orde lama.

Hatta Berbeda gaya dengan SoeKarno

Dwitunggal Soekarno-Hatta memang punya kharisma dan peran besar bagi kemerdekaan Indonesia. Keduanya adalah aktor utama dalam peristiwa di Jalan Pegangsaan Timur padi pagi hari tanggal 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah proklamasi itu menjadi tonggak kemerdakaan Indonesia.

Namun seperti diketahui keduanya adalah pribadi yang berbeda bahkan dalam pandangan politik keduanya juga kadang saling berseberangan. Hatta adalah pribadi tertutup dengan sikap formal yang jarang tertawa lepas. Hatta juga tidak terlalu tertarik dengan keriuhan pesta . Bahkan tidak menunjukan minat terhadap wanita. Untuk hal wanita , Hatta pernah dikerjai teman temannya di Belanda yang menjebak Hatta dengan seorang gadis Polandia yang cantik. Keduanya hanya makan malam tanpa hal hal aneh. Si wanita yang diminta merayu itu tak berhasil dan angkat tangan sambil berseru : dia seperti pendeta .

Beda dengan Soekarno yang sangat terbuka, ekspresif, penyuka seni, penggemar wanita cantik dan seorang orator yang menggetarkan pendengarnya. Namun Soekarno dan Hatta adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan. Walaupun berbeda pandangan keduanya tak menunjukan dendam pribadi. Keduanya tetap bersahabat hingga akhir hayat.

Di bulan Juni 1970 ketika Soekarno sedang menderita sakit keras dan dirawat di RSPAD, Hatta datang menjenguk sebagai sahabat. Keduanya bertemu namun sayang tak ada kata yang terucap hanya jabat tangan erat diiringi air mata yang menetes dari mata Soekarno yang bengkak. Dua hari persis dari keduanya bertemu. Presiden pertama Indonesia itu menghembuskan nafas terakhir dengan tenang .

Hatta dan Demokrasi

Ketika Rancangan UUD 1945 dibuat, Hatta adalah seorang pelopor yang meminta kebebasan berkumpul dan kebebasan berserikat dimasukkan kedalam UUD 1945. Rapat BPUPKI itu sempat terjadi perdebatan antar kelompok yang  setuju dan kelompok yang tidak setuju.

Ketika itu Hatta yakin negara harus menjamin hak individu dalam berorganisasi , mengeluarkan pendapat dan berserikat. Namun Hatta juga menolak sikap liberalisme yang menjadikan negara menjadi kekuatan yang luarbiasa (diktatator) sehingga dapat berbuat semena mena.

Hatta juga mengusulkan politik dengan banyak partai (multi partai) dengan meneken surat maklumat pemerintah pada tanggal 4 Desember 1945 . Karena Hatta berpendapat kedaulatan rakyat haruslah dihormati melalui kekuatan partai politik.

Berbeda dengan Soekarno yang lebih suka partai politik dengan jumlah terbatas. Apalagi diera tahun 1949-1950 sering kali terjadi ‘perkelahian’ antar partai politik. Pertarungan politik itu tak ayal membuat Soekarno uring uringan karena pemerintahan parlementer mudah sekali jatuh. Sehingga diambil keputusan untuk kembali ke sistem Presidensil . Dimana Presiden sebagai Kepala negara dan kepala pemerintahan. Kabinet bertanggung jawab langsung kepada presiden bukan lagi kepada parlemen.

Jatuh bangunnya pemerintahan parlemen yang dipimpin Perdana menteri membuat Indonesia kembali kepada UUD 1945.
Pada tahun 1955 ketika Pemilu pertama berhasil dilakukan dan terbentuklah Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilu , Hatta bersiap untuk meletakkan jabatan sebagai wakil presiden. Apalagi ketika itu Presiden Soekarno terus memperkuat posisinya dan bersiap melakukan demokrasi terpimpin. Hatta akhirnya memilih jalan sunyi untuk mundur karena perbedaan politiknya sudah jauh berbeda dengan sang presiden. Maka tak lama lahirlah Dekrit presiden tahun 1959 yang membubarkan konstituante dan dimulailah demokrasi terpimpin ala Soekarno dengan segala kekuatan yang terkumpul pada ‘tangan’ Soekarno.

Mengenai hal ini Hatta pernah memberitahukan Soekarno tentang kekeliruannya dalam menerapkan demokrasi. Tapi sayang saran dan kritik Hatta tak lagi didengar Soekarno hingga terjadi peristiwa gestapu pada tahun 1965. Dan pada tahun 1967 kekuasan Soekarnopun lepas .

Hatta adalah sosok yang mendapatkan pendidikan barat di Belanda. Dikelilingi orang orang pergerakan nasional yang sederajat. Hatta lebih suka meng-edukasi masyarakat ketimbang menggalang kekuatan rakyat. Sehingga pandanganya jauh lebih luas dan lebih bijak. Hatta kurang menyetujui sikap otoriter yang dilakukan Soekarno diakhir masa kekuasaannya. Termasuk sikap men-duakan Fatmawati dengan menikahi Hartini diawal tahun 1951. Hatta sangat menghormati Fatmawati sebagai Ibu negara.

Hatta tetaplah Manusia

Bagaimanapun juga Hatta tetaplah manusia. Seorang pribadi yang telah melewati banyak fragmen kehidupan. Sikapnya yang konsisten dan selalu berusaha menepati janjinya. Hatta memang pernah dituduh menghilangkan tujuh kata tentang kewajiban bagi umat Islam dalam menjalankan syariat Islam yang hilang dari pembukaan UUD 1945.

Bila dipahami situasi yang terjadi saat itu mungkin akan bisa dipahami kenapa tujuh kata tersebut dihilangkan. Indonesia timur yang mayoritas beragama non muslim merasa keberatan atas tujuh kata tersebut. Hatta yang ketika itu melihat celah berbahaya bagi kesatuan bangsa berinisiatif melakukan upaya penghapusan tujuh kata yang jadi perdebatan.

Tujuh kata itu akhirnya menjadi Piagam Jakarta. Kejadian yang hampir serupa terjadi pada awal Agustus 2002. Perdebatan yang terjadi diparlemen itu terjadi ketika tiga fraksi di DPR RI yaitu Fraksi Persatuan Pebangunan (PP), Fraksi PBB dan Fraksi Daulah Ummah mengusulkan dimasuknya kembali tujuh kata ke dalam pasal 29 . Tiga fraksi ini mendapat tentangan dari fraksi lainnya.
Perdebatan ini berakhir dengan usaha musyawarah yang akhirnya tiga fraksi menyetujui kembali pada pasal 29 yang semula. Itulah drama yang terjadi pada Agustus 2002 yang mirip terjadi pada peristiwa Agustus 1945 dimana Hatta akhirnya mengambil keputusan untuk menghapus tujuh kata yang jadi perdebatan.

Di hari tuanya Hatta berniat mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia diera Presiden Soeharto. Niatnya itu tak diluluskan pemerintahan orde baru. Hatta tak kecewa dan dendam . Hatta sendiri masih memberikan masukan ketika terjadi perdebatan alot tentang RUU Perkawinan 1974 yang harus mengakomodir tuntutan kalangan Islam . Beruntung Presiden Soeharto mau melunak dengan merubah RUU Perkawinan tersebut sehingga dapat disahkan menjadi UU Perkawinan.

Hatta adalah sosok yang sulit dicari tandingannya. Kesederhanaan, kejujuran, kejernihan pikirannya hingga sifatnya yang berusaha memenuhi semua janjinya. Hatta adalah sosok negarawan dan sosok yang punya kharisma. Patut menjadi teladan para penyelenggara negara. Karena ketika menjadi pejabat negara tugas anda adalah pelayan masyarakat , pelayan yang ikhlas yang tidak punya tendensius apalagi berusaha menipu rakyat dan berbuat curang dengan perilaku korup.

Kita butuh Hatta Hatta yang lain...semoga saja.

---

Ilustrasi: suarabangsa.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun