Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salah Urus Transportasi, Kerugian yang Didapat Tak Terhitung

28 Januari 2016   06:00 Diperbarui: 28 Januari 2016   07:30 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber : MTI"][/caption]Sebagai orang awam akan masalah transportasi membuat saya sangat tertarik dengan masalah besar ini. Sebuah undangan dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pada hari Kamis,(21/1) di Hotel Le Meridien saya sambangi.

Walau harus menempuh jasa transportasi KRL yang ‘bejubel’ bak ikan sarden dalam kaleng saya lakukan. Jam kritis ketika para pekerja Jakarta akan mudik ke rumahnya masing-masing di kota-kota penyangga. Ada sekitar 1,3 juta orang yang melakukan perpindahan ‘penduduk’ setiap pagi dan sore.

Benar saja saya harus berjuang untuk sekedar dapat berdiri di dalam gerbong kereta yang sudah overload. Dimulut pintu orang berjubel berusaha masuk agar bisa ikut perjalanan kereta. Hal ini biasa terjadi. Tak aneh dan tak terlalu menarik untuk ditulis dan diberitakan.Tapi tetap saja drama ini menarik perhatian saya.

Lepas dari himpitan penumpang dari stasiun Tanah abang hingga stasiun Sudirman saya segera bergerak menuju moda transportasi lainnya. Bus sedang yang biasa disebut metromini atau kopaja. Keadaanya ternyata tak jauh berbeda. Walau dramanya tak ‘seganas’ di KRL. Tak ada rasa nyaman. Tak ada jaminan keamanan. Pengguna transportasi hanya menjadi korban saja.

Beban angkut dan daya angkut timpang. Jadi selalu seperti itu ketika jam kritis berlangsung. Pengguna jasa transportasi memang tak punya banyak pilihan. Walau ada terobosan penggunaan aplikasi teknologi berjaringan internet. Lahirlah Gojek, Grab bike, Grab Taxi, Uber dan sejenisnya.

Hasilnya cukup membantu walau tidak komprehensif. Ibarat sakit demam paling tidak bisa menghilangkan panas tubuh yang tinggi. Apalagi yang paling menonjol adalah moda roda dua. Menyelesaikan masalah transportasi secara keseluruhan memang tidak tapi moda roda dua bisa mengurangi sedikit efek kebuntuan transportasi perkotaan.

Bagaimanapun moda transportasi roda dua adalah anomali. Kehadirannya menjadi efek impotennya moda publik mainstream. Apalagi tingkat kemacetan lalu lintas yang parah membuat moda roda dua bisa diandalkan. Tapi bisa dibayangkan bila ratusan ribu orang memakai jasa moda roda dua dalam waktu yang hampir bersamaan maka akan menimbulkan stagnasi di jalanan .

Peran Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam dua dasawarsa

Tanggal 21 Januari adalah hari penting bagi MTI yang telah berkiprah selama dua puluh tahun. Dalam peringatan hari jadinya, MTI bersiap melakukan pemilihan kepengurusan baru pada tahun 2016 ini. Dalam kata sambutanya ketua MTI Prof Dr Ir Danang Parikesit memberikan gambaran kedepan apa yang akan dilakukan organisasi profesi independen ini.

Dalam dua periode kepemimpinannya Danang Parikesit telah melakukan beberapa upaya sinergitas dan pendampingan kepada masyarakat yang terkena dampak akibat pembangunan transportasi. Ada yang berhasil ada pula yang tidak berhasil. Saat ini MTI juga mengadakan sertifikasi profesi transportasi bagi SDM yang menjadi pelaksana transportasi di Indonesia.

MTI juga berkiprah sebagai mitra kerjasama baik oleh kementerian perhubungan, DPR , Wantipres hingga Presiden . Masukan dan pertimbangan MTI dalam ikut urun rembug pengambilan keputusan pemerintah dibidang transportasi punya sisi strategis.

Maka diawal tahun 2016 ini MTI telah membuat kajian komprehensip untuk pengembangan sektor transportasi nasional. Kajian Outlook 2016 memang mengacu pada capaian pada hasil tahun 2015. Isu isu yang berkembang pada tahun 2015 menjadi titik tolak dalam penyusunan kajian.

Dalam kata sambutannya salah seorang pendiri awal MTI, Darmawan Tasan yang ikut membidani lahirnya MTI pada tahun 1995 membeberkan hal penting tentang kurang mengertinya aparat birokrat di Indonesia tentang masalah transportasi pada era orde baru karena menteri perhubungan bukan berasal dari kalangan profesional yang paham masalah problematika transportasi. Rata rata yang menjadi menteri dari kalangan militer atau politikus partai. Menurut Darmawan hal inilah yang membuat permasalahan di akar rumput sektor transportasi tidak klop.

Karena hal itulah yang membuat Darmawan yang saat itu berkarir di lingkungan Departemen Perhubungan dan beberapa orang temannya yang punya perhatian terhadap masalah transportasi merasa perlu memiliki sebuah organisasi profesi yang independen. Gagasan ini awalnya kurang mendapat dukungan namun berkat usaha yang tak kenal lelah lahirnya MTI pada awal tahun 1995.

Ketika era reformasi berhembus merontokkan rezim orde baru masalah transportasi tidak serta merta mendapatkan solusi yang tepat. Anggaran yang tersedia untuk sarana dan prasarana transportasi masih minim. Sektor transportasi hanya bergulat pada masalah yang sama. Hampir sepi dari terobosan.

Orang baru ngeh dengan masalah tranportsi ketika musim mudik dan terjadi kemaceten panjang. Selebihnya sektor transportasi seperti jalan ditempat. Rupanya masalah transportasi tak se-seksi masalah politik atau masalah energi. Anggaran yang digelontorkan juga minim tak cukup menyelsesaikan masalah krusial.

Pemerintah yang seharusnya menjadi regulator juga nampaknya belum memahami seratus persen masalah yang ada di tataran operasional. Tarik ulur antara regulator dan operator menyebabkan masalah layanan transportasi tak memenuhi sasaran pembangunan nasional.

Agresivitas Pemerintah Membangun Infrastruktur

Pemerintah Presiden Jokowi saat ini memang beda gaya dengan presiden RI sebelumnya. Dengan motto “Kerja, kerja, kerja”. Pemerintahan saat ini membangun infrastruktur dengan sangat agresif. Ketika baru terpilih sebagai Presiden Jokowi langsung tancap gas dengan ide membuat tol laut, lalu membangun jalur kereta di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Selain juga membangun jalur baru di Sumatra dan pulau Jawa.

Pemerintah juga membangun tol trans Sumatra, trans Kalimantan, trans Papua. Tentu pembangunan infrastruktur ini menjadi cerminan kinerja ambisius yang saat ini coba dilaksanakan Pemerintah Jokowi.

Jalan bebas hambatan Cipali yang saat ini menjadi ruas tol terpanjang di Indonesia di kebut sebelum memasuki musim mudik tahun 2015. Pembangunan jalan tol ini awalnya menuai polemik dan tanda tanya. Pemerintah tetap bergeming dan meresmikannya sebulan sebelum memasuki bulan puasa.

Cita-cita Presiden Jokowi sebelum tahun 2019 tol yang menyambungkan Jakarta dan Surabaya akan segera diselesaikan. Dalam kacamata transportasi tentu percepatan pembangunan sarana pendukung sangatlah penting. Transportasi tanpa infrastruktur nothing. Maka ketika pemerintah begitu menggebu-gebu ingin membangun infrastruktur yang terkait dengan sektor transportasi seperti angin surga yang sangat ditunggu-tunggu.

Walau memang masih ada tanda tanya apakah pemerintah saat ini benar-benar ingin membangun infrastruktur secara besar-besaran ataukan hanya sekedar placebo delivery yang merupakan pencitraan semata. Peletakan batu pertama (ground breaking) dan sidak yang dilakukan Presiden Jokowi apakah bagian dari menambah semangat para birokrat untuk segera menjalankan fungsi fungsinya atau hanya upaya menarik simpati masyarakat? Pertanyaan ini akan mudah dijawab ketika melihat hasil kinerja pemerintah dalam pembangunan infrastruktur.

MTI tentu menyambut baik apa yang sedang dikerjakan pemerintah untuk membuka akses akses jalan, membangun pelabuhan laut, bandar udara perintis, kapal penyeberangan perintis . Ada 17.000 pulau di Indonesia yang perlu dibangun sarana transportasinya.

Perlu anggaran super jumbo untuk menyelesaikan seluruh sektor transportasi. Anggaran di APBN tak akan sanggup. Apalagi proyeksi pertumbuhan nasional bergerak pada angka 5,3% dengan inflasi yang menyentuh angka 4% .

Anggaran yang dimiliki Kementerian Perhubungan sebesar Rp 48,5 Trilyun sedang anggaran Ditjen Bina Marga pada angka Rp 43,28 Trilyun. Lebih dari itu pemerintah hanya mengandalkan dana BUMN untuk mau berinvestasi dan pemeliharaan aset infrastruktur. Artinya anggaran pemerintah untuk sektor transportasi terbatas.

Sektor Transportasi belum bisa mengandalkan kapasitas fiskal daerah yang hanya mengalokasikan 1-3% dari belanja daerah pada APBDnya. Itupun sebagian besar dialokasikan untuk pemeliharaan jalan. Padahal kebutuhanya bisa tiga hingga empat kali dari sekarang.

Sedang belanja pemerintah pusat untuk DAK transportasi (perdesaan, keselamatan, perkotaan) masih sangat terbatas dan harus terus diperbesar. Pemerintah pada tahun 2016 menganggarkan pengadaan bus untuk pemerintah daerah, sayangnya hal ini malah akan menjadi PR pemerintah daerah untuk menganggarkan dana perawatan. Hal ini akan berdampak pada kesehatan bus itu sendiri.

MTI Transportation Outlook 2016

Transportasi adalah rangkaian kerja yang saling terkait antara tahun sebelumnya. Capaian transportasi 2015 akan menjadi cerminan pada transportasi 2016. Kontuinitas permasalahan yang merembet pada tahun berikutnya. Isu pada tahun 2015 akan menjadi isu pula pada tahun 2016.

Isu keselamatan transportasi masih menjadi isu penting yang harus diselesaikan. Kecelakaan sepanjang tahun 2015 baik kecelakaan udara, laut, darat termasuk perkeretaa apian masih menyisakan pertanyaan besar. Apakah keselamatan transportasi 2016 akan lebih baik daripada tahun 2015? Tentu jawabannya ada pada konsistensi regulator dan kedisiplinan operator transportasi. MTI sendiri mendorong agar pemerintah memperbaiki infrastruktur, sarana, pengawasan dilapangan serta edukasi publik dalam satu paket progra yang tidak terpisah.

Selain isu keselamatan transportasi. Wajah transportasi 2016 membutuhkan pengembangan SDM Transportasi yang handal. Pengembangan sarana infrastruktur sektor transportasi secara besar besaran akan timpang bila tidak didukung oleh SDM subsektor transportasi yang sepadan. Hal ini akan menimbulkan masalah yang mengganggu. Pelabuhan baru, bandara baru, pembelian pesawat baru hingga pengadaan jalur kereta baru memerlukan SDM yang sesuai spesifikasi yang dibutuhkan. Hal ini terkait dengan masalah layanan dan keselamatan transportasi.

Maka perlu dibuka program studi yang dibutuhkan subsector transportasi. Perguruan tinggi di Indonesia belum banyak menyenggarakn program pendidikan khusus sektor transportasi. SDM yang handal dan bersertifikasi sangat dibutuhkan sektor transportasi. Membangun SDM sama pentingnya dengan membangun infrastruktur transportasi.

Transportasi berbasis laut yang kini gencar dilakukan pemerintah untuk membuka akses pada pulau pulau yang tersebar. Pembukaan jalur kapal perintis dan pembangunan pelabuhan laut menjadi program pemerintah. MTI mendorong pemerintah melalui kementrian keuangan agar kontrak pelayaran kapal perintis menggunakan tahun jamak (Multi years) sebagai jaminan mobilitas penduduk yang tinggal diwilayah kepulauan.

Social Cost yang harus dibayar

Hal yang menarik adalah apa yang dikemukakan oleh Darmasan Tasan pada kata sambutannya yang singkat. Sebagai orang yang telah lama berkiprah dalam dunia transportasi. Darmawan menilai salah urus masalah transportasi akan menyebabkan kerugian baik sifatnya materiil dan non materiil.

Transportasi ibarat urat nadi dalam kehidupan. Mobilitas orang dan barang antar satu tempat ke tempat yang lain merupakan aliran yang tak pernah berhenti. Selama masih ada aktifitas manusia maka transportasi akan menjadi hal penting.

Salah urus dalam menangani transportasi akan berbuah petaka. Dampak kerugiannya bisa menembus angka 2500 Trilyun. Social cost yang ditimbulkan transportasi yang kacau-balau akan menurunkan produktifitas manusia dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Selain itu akan mengganggu kegiatan manusia lainnya yang sifatnya immateriil.

Sebagai contoh ketika terjadi kemacetan parah, hitung berapa liter bahan bakar yang terbuang percuma, hitung berapa efek biaya kerugian setiap individu yang terjebak kemacetan. Nilainya ternyata sangat fantastis. Belum lagi efek kesehatan, efek pendidikan, efek sosial, efek waktu dan banyak efek lanjutan lainnya. Itu baru masalah kemacetan.

Bagaimana dengan masalah keamanan dan kenyamanan layanan transportasi publik yang masih jauh dari harapan masyarakat. Kecelakaan antar moda tranportasi, pelecehan seksual di moda transportasi publik hingga ketersedian transportasi yang masih tidak sebanding.

Memang masih banyak PR yang harus diselesaikan. Semua peran stakeholder sektor transportasi harus saling bersinergi. Pemerintah, DPR, operator transportasi baik BUMN atau swasta, MTI, hingga masyarakat umum punya peran dalam untuk memajukan transportasi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun