Mohon tunggu...
Roby Rushandie
Roby Rushandie Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ekonom otodidak dan amatir, Pengamat pasar obligasi, Minat dengan travelling dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Serba Serbi Memilih Penerbangan Untuk Travelling

14 Desember 2014   18:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:19 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_341180" align="aligncenter" width="504" caption="Sumber: nerdwallet.com"][/caption]

Tidak lama lagi akhir tahun 2014 akan segera tiba. Bagi anda yang sudah mengantongi izin cuti dan ingin travelling khususnya ke luar negeri pastinya pengen cepat-cepat liburan datang. Pikiran juga biasanya udah melayang-layang ke tempat liburan, karena saat-saat inilah waktu dimana kita melakukan perencanaan/ planning untuk liburan akhir tahun.

Dalam artikel ini, saya akan mencoba untuk memberikan beberapa pertimbangan dan tips untuk melakukan salah satu hal yang paling krusial dalam perencanaan travelling yakni memilih penerbangan untuk berlibur khususnya bagi anda yang ingin berlibur ke luar negeri secara independen atau tanpa mengikuti program tour. Memilih penerbangan mulai dari maskapainya, jadwalnya, sampai biayanya merupakan hal utama yang akan mempengaruhi pengalaman liburan anda. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih penerbangan:

Melalui agen atau online?

Saya sendiri lebih prefer melalui online. Fleksibilitas atas query kita tentang opsi penerbangan dan efisiensi merupakan kelebihan dari melakukan reservasi secara online. Ketika kita melakukan reservasi via agen, pertama kita harus menelpon ke beberapa agen untuk mencari the best deal. Pada saat menelpon pun sepertinya tidak fleksibel dalam melakukan query, misalnya kurang handalnya operator agen yang memahami kriteria-kriteria penerbangan yang kita inginkan. Kemudian kita juga tidak bisa melakukan pembayaran secara instan misal harus bayar via transfer melalui ATM.

Dengan online kita bisa melihat langsung opsi penerbangan, jadwal, dan harga dalam waktu yang bersamaan. Tentu hal ini lebih efisien dalam melakukan pencarian. Selain itu, pembayaran via kartu kredit juga bisa langsung dilakukan setelah kita memilih opsi yang kita inginkan. Selanjutnya, tidak lama e-ticket pun terkirim ke email. Jadi efisien juga dalam melakukan pembayarannya.

Low cost carrier (LCC) atau full service carrier (FSC) ?

Kalau ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah profil anda dan orang-orang yang ikut bepergian dengan anda sebagai travelers. Apakah anda tipe budget traveler yang lebih menilai segala aspek dari value atau uang yang dikeluarkan agar seminimal mungkin. Ataukah anda traveler yang juga memperhatikan aspek kenyamanan.

Saya sendiri merupakan tipe traveler yang tidak terlalu budget dan tidak terlalu premium. Dan saya juga merupakan tipe traveler yang memasukan unsur kenyamanan untuk menilai apakah suatu penerbangan itu ekonomis atau tidak. Untuk LCC, biasanya total biaya yang perlu dikeluarkan lebih tinggi dari biaya yang ditampilkan di halaman opsi penerbangan. Biaya yang lebih tinggi itu karena adanya tambahan biaya lain-lain seperti order makanan, in-flight entertainment, pemilihan kursi, check-in baggage, dan charge-charge lainnya. Saya mengestimasi biaya tambahan yang perlu dikeluarkan biasanya antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta.

Untuk membandingkan total biaya antara LCC dengan FSC, saya coba mensimulasikan order penerbangan dari Jakarta ke Hongkong antara AirAsia dan Singapore Airlines tanggal 1 s/d 5 Januari 2015 berikut ini:

[caption id="attachment_341177" align="aligncenter" width="560" caption="Sumber: AirAsia"]

14185311601044447102
14185311601044447102
[/caption]

Penerbangan dengan LCC (AirASia):

Pada screen sebelah kiri, terlihat harganya adalah Rp5.222.000. Terlihat opsi kepulangan yang saya pilih adalah yang termahal yakni Rp3.209.000. Lah terus kenapa gak pilih yang termurah aja? Disitu opsi termurah adalah Rp1.770.000. Saya pilih opsi itu karena, jadwal penerbangan yang menurut saya nyaman (di bagian berikutnya saya ulas tips untuk memilih jadwal penerbangan yang nyaman). Jadwal penerbangan yang saya pilih adalah berangkat pukul 10:50 dari Hongkong dan tiba di Jakarta pukul 19:55 di hari yang sama, dengan transit di Kuala Lumpur selama 4 jam 10 menit. Sedangkan pada opsi termurah, berangkat dari Hongkong pukul 20:50, lalu transit di KL selama 9 jam 10 menit dan tiba di Jakarta pukul 10:50 keesokan harinya. Tentu itu bukanlah jadwal yang nyaman, dan malah harus mengeluarkan biaya menginap lagi semalam, kecuali tentu kalau anda mau ngampar di bandara, hehehe.

Kemudian ditambah biaya-biaya tambahan seperti bagasi 20 kg, makanan, seat selection, tax, dan charge lainnya, maka total biaya menjadi Rp6.118.000 (screen kanan). Tentu opsi-opsi biaya tambahan tersebut menurut saya merupakan kebutuhan dasar dalam penerbangan. Kecuali jika anda solo traveler yang tidak terlalu mementingkan seat selection. Untuk itulah perlunya mencermati total biaya dalam memilih penerbangan dengan LCC.

Penerbangan dengan FSC (Singapore Airlines):

[caption id="attachment_341178" align="aligncenter" width="579" caption="Sumber: Singapore Airlines"]

14185312781227091236
14185312781227091236
[/caption]

Pada screen terlihat biayanya USD568,26 atau Rp7.099.840,44. Opsi yang saya pilih ini sesuai dengan kriteria pemilihan pada AirAsia diatas. Tentunya dalam FSC semua komponen biaya tambahan pada LCC sudah termasuk kedalam total biaya.

Jadi perbedaan total biaya antara FSC dan LCC dalam kasus ini sekitar Rp800 ribu. Saya pribadi memiliki kriteria jika perbedaan lebih dari Rp500 ribu maka pilih LCC aja dengan catatan waktu tempuh dapat ditoleransi. Lama waktu tempuh juga perlu menjadi pertimbangan untuk memilih terbang dengan LCC atau FSC. Mengingat kenyamanan duduk di LCC lebih rendah dari FSC dengan leg room yang terbatas. Jika waktu tempuh penerbangan sekitar 4 jam, itu bisa ditoleransi. Namun jika lebih, pertimbangkan dengan matang bagaimana toleransi kenyamanan anda dan orang-orang yang ikut dengan anda.

Selain dari kenyamanan duduk, waktu tempuh juga dapat menjadi pertimbangan dalam terbang dengan LCC apakah anda butuh komponen biaya lain-lain seperti makanan, seat selection, dan in-flight entertainment. Jika penerbangan jarak pendek dengan radius dibawah 4 jam, mungkin tidak makan dan tidak adanya hiburan bisa anda manage, sehingga bisa menekan lagi total biaya pada LCC. Tapi jika lebih dari 4 jam, saya rasa sulit untuk menahan tidak makan dan tidak membutuhkan hiburan, serta kemungkinan duduk terpisah dari teman atau keluarga anda.

Penerbangan langsung (direct flight) atau dengan transit (indirect/connecting flight)?

Penerbangan langsung bisa jadi yang terbaik karena waktu tempuh lebih singkat, dan yang paling penting meminimalisir risiko delay ke ataupun dari tempat transit. Saya sendiri punya pengalaman buruk dampak dari risiko delay akibat terbang secara transit dengan sebuah maskapai China untuk penerbangan Jakarta-Beijing transit di Guangzhou untuk berlibur. Kompetitifnya harga dibanding maskapai lain membuat saya memilih opsi penerbangan dengan jadwal indirect flight dari maskapai tersebut.

Penerbangan dari Jakarta harusnya pukul 09:05 pagi, tiba di Guangzhou pukul 14:55, lalu lanjut dari Guangzhou pada pukul 18:00 dan tiba di Beijing pukul 21:10 malam waktu setempat. Tiba di Bandara Soetta sekitar pukul 07:30 dan ketika di counter check in ternyata diberitahu kalau penerbangan dari Jakarta ke Guangzhou delay hingga pukul 14:30 dengan alasan cuaca. Dengan kabar tersebut saya pun menanyakan kepastian saya untuk bisa sampai ke Beijing melihat dengan kondisi tersebut rasanya udah hopeless untuk bisa tiba ke Beijing.

Alhasil penumpang yang ke Beijing mendapat reschedule jadwal penerbangan keesokan atau pagi harinya dari Guangzhou menuju Beijing dan mendapat kompensasi kamar hotel untuk menginap semalam di Guangzhou. Walaupun tiba juga di Beijing, dengan kondisi ini waktu sudah terbuang sia-sia yang seharusnya di itinerary saya sudah bisa menikmati Beijing dari pagi harinya, eh jadi baru bisa menjelajah Beijing sore harinya. Tentu hal ini bisa dihindari kalau saja saya memilih penerbangan langsung walaupun lebih mahal. Sehingga terhindar dari risiko delay ke atau dari tempat transit.

Kemudian, pemilihan direct atau indirect flight perlu mempertimbangkan pula bagaimana toleransi anda duduk dalam pesawat dengan total waktu tempuh yang dibutuhkan ke tempat tujuan. Untuk waktu tempuh penerbangan langsung (direct) dari Jakarta ke kota-kota di Asia dan Australia rata-rata mulai dari 1 jam 30 menit hingga 9 jam. Duduk dalam pesawat dalam waktu lama memang membosankan, dan membuat pegel. Jadi perlu diperhatikan toleransi anda untuk duduk berlama-lama. Jika anda dapat mentoleransi duduk dalam radius 8 jam maka sebaiknya pilih direct flight (jika ada). Jika tidak tahan dengan duduk berlama-lama maka bisa memilih penerbangan dengan transit. Jadi di bandara transit anda bisa stretching dan bersantai sembari ngopi-ngopi misalnya. Tapi berdoa saja supaya tidak terjadi seperti yang saya alami, hehehe.

Untuk ke Eropa, keberadaan maskapai Timur Tengah dengan rating yang baik seperti Emirates dan Qatar Airways merupakan hal yang membantu dalam hal waktu tempuh. Jadi bagi yang hanya dapat mentoleransi duduk dalam radius 8 jam dan ingin bepergian ke Eropa Barat seperti Inggris misalnya, dapat menggunakan maskapai yang transit di Timur Tengah. Karena lokasi Timur Tengah yang berada di antara Asia dan Eropa. Jadi misalnya penerbangan dengan Emirates ke Inggris bisa dipecah jadi 8 jam Jakarta-Dubai dan 8 jam Dubai-London. Bandingkan dengan penerbangan Singapore Airlines yang dari Singapura ke London memerlukan waktu penerbangan sekitar 13 jam.

Kecuali kalau ke benua Amerika ya, karena benua tersebut memang sangat jauh dari Indonesia, jadi tidak ada pilihan dan harus mentoleransi duduk dalam penerbangan selama belasan jam.

Tips memilih jadwal penerbangan

Jadwal penerbangan secara garis besar dibagi tiga yakni penerbangan same day atau keberangkatan dan kedatangan di negara tujuan pada hari yang sama, penerbangan overnight atau penerbangan tengah malam/dini hari dan tiba pagi harinya, dan penerbangan stayover atau penerbangan dengan waktu transit yang sangat lama sehingga dibutuhkan waktu menginap semalam di kota transit (seperti pada opsi termurah AirAsia diatas). Tipe terakhir tentu akan sangat tidak efisien, jadi langsung coret dari list anda.

Penerbangan same day biasanya untuk penerbangan ke negara ASEAN yang dalam radius 4 jam misalnya Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dll. Opsi ini bisa jadi pilihan terbaik, karena anda bisa langsung check in di hotel dan beristirahat terlebih dahulu.

Sementara penerbangan overnight biasanya melayani rute Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea, rute Timur Tengah dan Rute Australia. Bagi budget traveler/ backpacker bisa jadi lebih baik karena dengan bermalam satu malam di pesawat berarti anda hemat biaya penginapan satu malam. Dan pada saat tiba di pagi hari bisa langsung menjelajah, sehingga punya waktu lebih panjang di hari pertama.

Tapi konsekuensinya dengan penerbangan overnight ini pastinya tidur di pesawat dalam keadaan kurang nyaman. Sehingga mungkin anda mengawali hari dalam keadaan yang kurang fit. Selain itu bagi anda yang selalu melakukan “ritual” pagi hari bisa menjadi sangat merepotkan. Bayangkan ketika pagi hari mungkin masih dalam penerbangan, perut sudah mules melilit tidak karuan. Kalau sudah begini pilihan ternyaman ada di tangan anda apakah ingin melakukannya di pesawat, di bandara saat tiba, atau menunggu hingga sampai di hotel.

Kemudian perlu diperhatikan pula waktu check in di hotel anda. Biasanya anda diperbolehkan check in diatas pukul 12:00 siang. Jika jam kedatangan anda pagi hari, dan tiba di hotel belum waktunya check-in, pilihannya adalah menunggu atau titip barang dan koper lalu langsung menjelajah kota terlebih dahulu dan tentunya dalam keadaan belum mandi.

Hal penting lainnya, khusus untuk penerbangan dengan transit, perhatikan lama waktu transitnya (layover time). Pada umumnya kita cenderung memilih penerbangan dengan total waktu perjalanan yang sesingkat mungkin. Untuk kasus direct flight, penerbangan sesingkat mungkin memang yang terbaik, namun untuk indirect flight/connecting flight belum tentu.

Seperti yang saya ulas diatas, risiko penerbangan dengan transit adalah risiko delay dari bandara keberangkatan menuju kota transit. Dan menurut pengalaman saya, pada umumnya jadwal keberangkatan dalam kondisi normal dari bandara Soetta bisa dipastikan delay 15 hingga 20 menit (untuk boarding saja). Belum lagi pada proses taxiing atau proses pesawat mulai jalan dari gate keberangkatan ke landasan pacu untuk siap terbang. Bandara Soetta sudah bisa dibilang overcapacity, pesawat pun kalau mau take-off apalagi kalau musim liburan seperti akhir tahun, antriannya bisa panjang. Jadi proses taxiing inipun jika di jam sibuk bisa memakan waktu 15 hingga 20 menit lagi. Jadi bisa dihitung waktu kedatangan di bandara transit sudah bisa dipastikan delay sekitar 30 menit.

Nah, jika anda memilih opsi penerbangan layover time di bandara transit selama 1 jam misalnya, bisa dibayangkan kerepotan yang akan anda hadapi. Karena layover time anda hanya tersisa 30 menit. Pada saat pesawat mendarat di bandara transit pun itu butuh waktu untuk taxiing lagi dimana pesawat menuju tempat parkirnya. Kalo bandaranya besar kayak Changi, Hongkong, atau Dubai proses ini bisa memakan waktu 10 hingga 15 menit. Lalu setelah parkir, anda harus siap-siap berlari-lari dari gate kedatangan menuju gate keberangkatan berikutnya. Apalagi kalo bandaranya besar dimana menuju gate keberangkatan bisa memakan waktu 10 hingga 15 menit lagi. Belum lagi ada security checkpoint yang bisa saja antri lagi dan ditambah lagi proses lapor untuk penerbangan dengan LCC.

Kalau anda solo traveler mungkin ini bisa anda manage, tapi bayangkan betapa repotnya jika anda bepergian dengan beberapa orang, terlebih lagi jika anda atau orang dalam rombongan ada yang ingin buang air kecil dan belum sempat melakukannya di pesawat, nah makin jadi deh ribetnya. Kalau sudah begitu, berdoa saja pesawatnya delay, hehehe.

Saya sendiri punya pengalaman tentang hal ini. Penerbangan dari Chengdu ke Jakarta transit di Guangzhou. Pesawat dari Chengdu delay dan begitu tiba di Guangzhou ternyata sudah ada petugas yang memegang kertas dengan nama saya dan rombongan saya. Rupanya petugas meminta kami buru-buru karena pesawat menuju Jakarta sudah boarding, dan saya beserta rombongan harus berlari-lari. Untung saja petugasnya memandu ke jalan tercepat menuju gate keberangkatan, bahkan kami sampai disuruh menggunakan airport caddy. Dan memang menuju gate walau sudah dengan caddy terasa sangat jauh mengingat begitu besarnya bandara Internasional Guangzhou. Dan Alhamdulillah akhirnya bisa sampai juga masuk pesawat dan kembali ke Jakarta.

Maka itu, untuk meminimalisir risiko keribetan seperti itu, saya sendiri punya panduan untuk layover time. Jika kita memang punya beberapa pilihan, pilih layover time yang optimum yakni antara 2 jam 30 menit hingga 4 jam 30 menit. Jadi kalau pesawat yang ke kota transit delay, kita masih ada cukup waktu atau setidaknya tidak perlu berlari-lari mencari gate keberangkatan berikutnya. Kalau bandara transit merupakan bandara besar dan kelas internasional, layover time yang agak lamaan tentu gak masalah. Karena kita bisa memanfaatkannya dengan cuci mata, liat-liat duty free shop, ngopi-ngopi, atau sekedar jalan-jalan menikmati bandara yang megah. Tapi kalau bandara transitnya kecil seperti LCCT di KL layover time 2 jam 30 menit cukuplah.

Berikut ini ilustrasi pilihan jadwal penerbangan Jakarta-Tokyo dengan SQ:

[caption id="attachment_341179" align="aligncenter" width="530" caption="Sumber: Singapore Airlines"]

1418531367422722447
1418531367422722447
[/caption]

Dengan opsi seperti itu, saya pribadi akan memilih yang terakhir, karena masuk dalam panduan layover time saya. Walaupun saya mendapatkan penerbangan overnight, tapi karena bagi saya bisa ditoleransi, jadi jadwal tersebut optimum buat saya. Terlebih lagi transitnya di bandara Changi, jadi banyak hal yang bisa dilakukan setidaknya sekedar menikmati wifi yang kenceng.

Penerbangan return flight atau single dengan kombinasi beda maskapai?

Nah kalau ini saya namakan flight timetable engineering. Maksudnya tentu untuk mencari opsi biaya penerbangan termurah. Seiring dengan bermunculannya LCC regional, maka penerbangan dengan cara bertahap asalkan dapet rute budget airlines dengan biaya murah bisa jadi pilihan bagi para backpackers. Saya sendiri kadang mengutak ngatik jadwal penerbangan, jadi misal saya ingin ke Tokyo, apakah bisa dapet opsi termurah melalui kombinasi beberapa maskapai LCC.

Jadi saya coba opsi penerbangan Jakarta-Tokyo via kota-kota di Asia misalnya via KL, via Ho Chi Minh, atau via Manila gimana biayanya. Malah bisa saja dengan opsi transit berkali-kali misal via KL dulu lalu dari KL cari penerbangan budget airlines ke Manila, terus dari Manila cari lagi penerbangan budget ke Tokyo.

Memang bisa saja anda menemukan biaya termurah dengan cara seperti itu, tapi biasanya dengan jadwal yang kurang nyaman dan tentunya ada risiko delay di tempat transit seperti yang telah saya ulas. Disamping itu, transit berkali-kali tentu sangat melelahkan. Bagi anda yang punya jiwa petualang, cara seperti ini bisa mengasyikan apalagi bisa dapet biaya yang murah. Bahkan bisa saja kombinasinya antar moda transportasi. Nah kalo itu udah perlu pakai ilmu travelling engineering level advance, hehehe.

Demikian beberapa hal utama yang perlu jadi bahan pertimbangan anda ketika memilih penerbangan. Tentu pilihan ujung-ujungnya akan disesuaikan dengan budget travelling anda. Apalagi dalam kondisi Rupiah yang melemah terhadap US Dollar. Mungkin sebagian dari anda menunda liburan, dan sebagian dari anda lanjut dengan rencana tetapi dengan beberapa penghematan. Semoga bahan pertimbangan diatas bermanfaat bagi anda khususnya hal-hal risiko diatas apakah bisa anda toleransi dan manage. Misalnya gak masalah dengan layover time yang singkat, karena saya pergi dengan teman-teman yang sudah siap berlari-lari di bandara atau siap dapat reschedule penerbangan berikutnya.

Jangan sampai nanti anda yang ingin berburu tiket murah, tetapi anda ternyata tidak dapat mentoleransi konsekuensi-koneskuensi yang telah diulas. Jika anda bisa mentoleransi ya go ahead saja dan bisa melakukan persiapan.

So, selamat merencanakan liburan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun