Mohon tunggu...
Roby Rushandie
Roby Rushandie Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ekonom otodidak dan amatir, Pengamat pasar obligasi, Minat dengan travelling dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Serba Serbi Memilih Penerbangan Untuk Travelling

14 Desember 2014   18:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:19 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang saya ulas diatas, risiko penerbangan dengan transit adalah risiko delay dari bandara keberangkatan menuju kota transit. Dan menurut pengalaman saya, pada umumnya jadwal keberangkatan dalam kondisi normal dari bandara Soetta bisa dipastikan delay 15 hingga 20 menit (untuk boarding saja). Belum lagi pada proses taxiing atau proses pesawat mulai jalan dari gate keberangkatan ke landasan pacu untuk siap terbang. Bandara Soetta sudah bisa dibilang overcapacity, pesawat pun kalau mau take-off apalagi kalau musim liburan seperti akhir tahun, antriannya bisa panjang. Jadi proses taxiing inipun jika di jam sibuk bisa memakan waktu 15 hingga 20 menit lagi. Jadi bisa dihitung waktu kedatangan di bandara transit sudah bisa dipastikan delay sekitar 30 menit.

Nah, jika anda memilih opsi penerbangan layover time di bandara transit selama 1 jam misalnya, bisa dibayangkan kerepotan yang akan anda hadapi. Karena layover time anda hanya tersisa 30 menit. Pada saat pesawat mendarat di bandara transit pun itu butuh waktu untuk taxiing lagi dimana pesawat menuju tempat parkirnya. Kalo bandaranya besar kayak Changi, Hongkong, atau Dubai proses ini bisa memakan waktu 10 hingga 15 menit. Lalu setelah parkir, anda harus siap-siap berlari-lari dari gate kedatangan menuju gate keberangkatan berikutnya. Apalagi kalo bandaranya besar dimana menuju gate keberangkatan bisa memakan waktu 10 hingga 15 menit lagi. Belum lagi ada security checkpoint yang bisa saja antri lagi dan ditambah lagi proses lapor untuk penerbangan dengan LCC.

Kalau anda solo traveler mungkin ini bisa anda manage, tapi bayangkan betapa repotnya jika anda bepergian dengan beberapa orang, terlebih lagi jika anda atau orang dalam rombongan ada yang ingin buang air kecil dan belum sempat melakukannya di pesawat, nah makin jadi deh ribetnya. Kalau sudah begitu, berdoa saja pesawatnya delay, hehehe.

Saya sendiri punya pengalaman tentang hal ini. Penerbangan dari Chengdu ke Jakarta transit di Guangzhou. Pesawat dari Chengdu delay dan begitu tiba di Guangzhou ternyata sudah ada petugas yang memegang kertas dengan nama saya dan rombongan saya. Rupanya petugas meminta kami buru-buru karena pesawat menuju Jakarta sudah boarding, dan saya beserta rombongan harus berlari-lari. Untung saja petugasnya memandu ke jalan tercepat menuju gate keberangkatan, bahkan kami sampai disuruh menggunakan airport caddy. Dan memang menuju gate walau sudah dengan caddy terasa sangat jauh mengingat begitu besarnya bandara Internasional Guangzhou. Dan Alhamdulillah akhirnya bisa sampai juga masuk pesawat dan kembali ke Jakarta.

Maka itu, untuk meminimalisir risiko keribetan seperti itu, saya sendiri punya panduan untuk layover time. Jika kita memang punya beberapa pilihan, pilih layover time yang optimum yakni antara 2 jam 30 menit hingga 4 jam 30 menit. Jadi kalau pesawat yang ke kota transit delay, kita masih ada cukup waktu atau setidaknya tidak perlu berlari-lari mencari gate keberangkatan berikutnya. Kalau bandara transit merupakan bandara besar dan kelas internasional, layover time yang agak lamaan tentu gak masalah. Karena kita bisa memanfaatkannya dengan cuci mata, liat-liat duty free shop, ngopi-ngopi, atau sekedar jalan-jalan menikmati bandara yang megah. Tapi kalau bandara transitnya kecil seperti LCCT di KL layover time 2 jam 30 menit cukuplah.

Berikut ini ilustrasi pilihan jadwal penerbangan Jakarta-Tokyo dengan SQ:

[caption id="attachment_341179" align="aligncenter" width="530" caption="Sumber: Singapore Airlines"]

1418531367422722447
1418531367422722447
[/caption]

Dengan opsi seperti itu, saya pribadi akan memilih yang terakhir, karena masuk dalam panduan layover time saya. Walaupun saya mendapatkan penerbangan overnight, tapi karena bagi saya bisa ditoleransi, jadi jadwal tersebut optimum buat saya. Terlebih lagi transitnya di bandara Changi, jadi banyak hal yang bisa dilakukan setidaknya sekedar menikmati wifi yang kenceng.

Penerbangan return flight atau single dengan kombinasi beda maskapai?

Nah kalau ini saya namakan flight timetable engineering. Maksudnya tentu untuk mencari opsi biaya penerbangan termurah. Seiring dengan bermunculannya LCC regional, maka penerbangan dengan cara bertahap asalkan dapet rute budget airlines dengan biaya murah bisa jadi pilihan bagi para backpackers. Saya sendiri kadang mengutak ngatik jadwal penerbangan, jadi misal saya ingin ke Tokyo, apakah bisa dapet opsi termurah melalui kombinasi beberapa maskapai LCC.

Jadi saya coba opsi penerbangan Jakarta-Tokyo via kota-kota di Asia misalnya via KL, via Ho Chi Minh, atau via Manila gimana biayanya. Malah bisa saja dengan opsi transit berkali-kali misal via KL dulu lalu dari KL cari penerbangan budget airlines ke Manila, terus dari Manila cari lagi penerbangan budget ke Tokyo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun