Gap digital ini berpotensi pula melebarkan ketimpangan political power antar kelompok masyarakat. Elite politik kota dengan gencar menggunakan media sosial dan platform digital untuk kampanye dan propaganda. Sementara warga desa tak berdaya menghadapi - apalagi melawan - arus informasi satu arah ini. Akibatnya netizen perkotaan makin mendominasi wacana publik, sementara suara grassroot communities semakin tersisih.
Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa kemajuan teknologi informasi bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, era digital memberi peluang ekonomi dan jangkauan politik yang lebih besar bagi warga negara. Tapi di sisi lain, ia juga mengancam memperlebar ketimpangan sosial, ekonomi dan politik, jika tidak dikelola dengan bijaksana. Dibutuhkan terobosan program digital literacy dan capacity building bagi kelompok marginal untuk menjembatani - bukan melebarkan jurang - antar warga negara di era teknologi informasi ini.
Faktor Penyebab:
- Ketimpangan distribusi infrastruktur digital antar wilayah perkotaan dan pedesaan.
- Rendahnya literasi digital masyarakat di wilayah tertinggal seperti desa dan daerah terpencil.
- Lemahnya kemampuan masyarakat desa dalam memanfaatkan teknologi untuk kegiatan ekonomi produktif.
- Timpangnya akses dan penguasaan wacana politik digital antara kelompok elite perkotaan dan warga desa.
Solusi dan Rekomendasi:
- Melanjutkan program pengembangan infrastruktur TIK hingga ke wilayah 3T dengan skema kontribusi langsung maupun KPBU.
- Menyelenggarakan kampanye dan pelatihan digital literacy yang merata bagi warga desa dan wilayah tertinggal lainnya.
- Memberdayakan komunitas lokal melalui pendampingan pemanfaatan teknologi untuk kegiatan ekonomi produktif seperti pemasaran daring dan e-commerce.
- Mendorong partisipasi publik warga desa dalam wacana politik digital melalui media sosial untuk menyeimbangkan dominasi suara kelompok perkotaan.
- Menginisiasi terbentuknya forum lintas pemangku kepentingan guna berkoordinasi dan berkolaborasi mempersempit kesenjangan digital antar wilayah dan kelompok masyarakat Indonesia.
D. Kesimpulan
Studi kasus mengenai dampak program Palapa Ring menunjukkan bahwa peningkatan infrastruktur digital belum otomatis diikuti pemerataan manfaatnya tanpa adanya literasi digital yang memadai.
Masyarakat desa yang 'tertinggal' digital hanya menjadi konsumen produk digital semata, bukan pelaku ekonomi digital itu sendiri. ini berpotensi melebarkan ketimpangan ekonomi antar wilayah.
Dominasi wacana politik digital oleh kelompok elite perkotaan mengancam keberagaman suara dalam ruang publik digital. Suara warga desa yang minim literasi digital berisiko tersisih dan tidak terwakili.
Oleh karena itu, tanpa dukungan program literasi dan capacity building digital yang memadai, kemajuan infrastruktur teknologi justru berisiko memperlebar jurang digital dan ketimpangan sosial-ekonomi-politik antar kelompok masyarakat.
Dibutuhkan kerja sama pemangku kepentingan untuk memastikan pemerataan akses dan kemampuan pemanfaatan teknologi digital agar menjembatani seluruh masyarakat tanpa kecuali, bukan semakin melebarkan jurang yang sudah ada selama ini.