Mohon tunggu...
Ruri Andayani
Ruri Andayani Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya seorang penyintas kehidupan

Saya siapa yaa?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa di Selat Sunda pada 1 Maret 1942?

2 Maret 2018   23:51 Diperbarui: 3 Maret 2018   09:47 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit foto: Instagram Susi Pujiastuti

Pada 28 Februari 1942, kapal-kapal perang dari lima negara memenuhi Selat Sunda. Kelima negara itu adalah dari kubu sekutu: Belanda, Amerika Serikat, Inggris dan Australia, melawan satu negara: Jepang. Perang pun tak terelakkan.

Pada 1 Maret 1942, dua kapal sekutu, HMAS Perth I milik Australia dan USS Houston kepunyaan Amerika Serikat (AS), tenggelam ditorpedo kapal perusak Jepang.

Situs The Guardian menyebutnya sebagai kekalahan yang mengerikan bagi pelaut Belanda, Inggris, Australia, dan AS, oleh pasukan Jepang. Pada perang itu tiga kapal Belanda juga tersungkur ke dasar Laut Jawa bagian barat.

Peristiwa yang dikenal sebagai "The Battle of Java Seabed" (Pertempuran Laut Jawa) ini merupakan salah satu pertempuran laut paling mahal dalam Perang Dunia II, yang berakhir dengan pendudkan  Jepang di seluruh Hindia Belanda.

Peristiwa inilah yang pada Kamis, 1 Maret 2018, diperingati di Selat Sunda, dengan dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti. Dalam akun Instagramnya, Susi menulis, "Kemarin saya menghadiri upacara untuk memperingati peristiwa tenggelamnya HMAS Perth I dan USS Houston yang tenggelam di Selat Sunda pada tahun 1942. Karangan bunga diletakkan di lokasi kapal (tenggelam) masing-masing di dasar lautan."

Sebagai pengelola kelautan Indonesia, lanjut Susi dalam postingan Instagram-nya itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen untuk menjaga kapal bersejarah yang karam di perairan Indonesia tersebut dengan menetapkannya sebagai kawasan konservasi maritim demi menjaga nilai sejarah yang pernah terjadi di wilayah Indonesia.

Pernyataan Susi ini tampaknya juga terkait kabar bahwa kapal-kapal perang yang tenggelam di perairan Indonesia, khususnya pada peristiwa tahun 1942 tersebut, mengalami penjarahan.

Rasa penasaran saya mengenai peristiwa yang terjadi pada 76 tahun lalu itu dan apa yang terjadi kemudian, membawa saya secara acak hinggap di situs Sydney Morning Herald (SMH) dan The Guardian.

SMH menulis, ada kekhawatiran bahwa sebentar lagi tidak akan ada lagi yang tersisa dari kapal-kapal yang karam di lepas pantai Indonesia, kecuali jika dilindungi.

Kecemasan ini, tulis situs tersebut, menyusul informasi dari seorang penyelam yang berbasis di Indonesia, Richard Rigby, yang pada 2013 menemukan bagian-bagian tubuh HMAS Perth I yang karam telah hilang, dan diketahui dijual sebagai rongsokan.

Negeri Kangguru ini pun sakit hati. Pasalnya HMAS Perth disebut sebagai "kapal perang yang paling dicintai" oleh Australia; masak dianggap barang rongsok.

Rigby yang disebut memosting temuannya di Facebook menyebutkan, bagian tengah di atas dek telah benar-benar dicopot, dan senjata busurnya telah rusak.

Pada Agustus 2015, Museum Maritim Nasional Australia dan Pusat Arkeologi Nasional Indonesia sepakat bekerja sama dalam perlindungan formal untuk HMAS Perth.

Menurut situs The Guardian pada November 2016, dalam Pertempuran Laut Jawa tersebut selain HMAS Perth dan USS Houston, tiga kapal perang sekutu lainnya (milik Belanda) juga karam yakni HNLMS De Ruyter, HNLMS Java, dan HNLMS Kortenaer. 

Namun dua kapal pertama secara misterius telah lenyap dari dasar laut. Sedangkan HNLMS Kortenaer sebagian besar kepingan-kepingannya telah hilang.

Kementerian Pertahanan Belanda gusar mendengar kabar tersebut. Apalagi parlemennya menekan, yang memaksa dia mengeluarkan pernyataan, "Penodaan sebuah 'kuburan perang' merupakan pelanggaran serius."

Terlebih kabar terakhir menyebutkan adanya temuan jasad (kerangka) korban di salah satu reruntuhan kapal HNLMS yang tersisa, meskipun masih belum jelas kebenarannya.

Pada peristiwa Pertempuran Laut Jawa 1942, sekitar 2.200 orang meninggal, termasuk 900 orang Belanda dan 250 warga Indonesia. Tempat kelima bangkai kapal tersebut tenggelam lalu dinyatakan sebagai kuburan perang suci, yang dilindungi oleh perjanjian internasional.

Lautan di sekitar Indonesia, Singapura, dan Malaysia, merupakan kuburan bagi lebih dari 100 kapal laut dan kapal selam yang tenggelam selama perang tersebut. Selama bertahun-tahun, tulis Guardian, pemulung telah secara diam-diam menemukan bangkai kapal.

Satu sekolah menyelam rekreasi di Malaysia mengatakan kepada New Straits Times pada 2015 bahwa ada bangkai kapal yang dipasangi bahan peledak oleh orang-orang yang berpenampilan seperti nelayan.

Sementara militer AS pada 2014 menyatakan,  telah terjadi "gangguan yang tidak  sah di lokasi kuburan" USS Houston yang tenggelam dalam Pertempuran Selat Sunda.

Peneliti Pusat Arkeologi Nasional, Shinatria Adhityatama, seperti dikutip SMH, merespon dengan mengatakan bahwa kejadian hilangnya reruntuhan kapal perang Belanda telah mengilhami untuk merekomendasikan agar reruntuhan HMAS Perth dilindungi.

Selain dengan patroli rutin, Pusat Arkenas juga akan membuat daftar rekomendasi warisan kapal karam yang berada di bawah hukum Indonesia mengenai konservasi budaya.

Sebelumnya seperti dilansir kantor berita AFP, Indonesia awalnya menolak dipersalahkan ihwal hilangnya kapal-kapal itu. Pemerintah Indonesia merasa tak pernah dimintai pertolongan untuk melindungi kapal-kapal itu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun