Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Cara Mengenalkan Budaya Daerah pada Anak?

4 September 2024   07:55 Diperbarui: 4 September 2024   11:50 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Dokumen pribadi

"Ma, apa sih ketoprak itu?" Tanya si bungsu saat mendengar akan ada pertunjukan ketoprak di rest area dekat rumah

"Ketoprak itu ya pentas seni yang dimainkan orang, ada ceritanya, ada musiknya, pokoknya seru dik", jawabku mengolah kata supaya dia mempunyai gambaran tentang ketoprak.

Bungsuku kelas 4 SD, namun sampai saat ini belum pernah melihat ketoprak, bahkan dia mungkin baru mendengar akhir-akhir ini saja setelah teman sepermainannya sering menceritakan akan ada pertunjukan ketoprak di rest area.

Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 79, Pemerintah Desa Mulyorejo mengadakan pertunjukan ketoprak. Pertunjukan ini adalah malam final kegiatan yang sebelumnya telah diadakan perlombaan agustusan selama dua hari berturut-turut.

Pertanyaan si bungsu membuatku ingin mengenalkan budaya seni yang akhir-akhir ini memang sudah menghilang digerus zaman.

Anak-anak sekarang lebih menyukai konten-konten yang ada di YouTube. Yang menurut saya tidak mengandung nilai budaya namun lebih kepada hiburan, seru-seruan bahkan ada unsur pornografi.

Sejak sore anak saya sudah nagih janji untuk nonton ketoprak, walaupun sebenarnya ada rasa malas untuk berangkat. Namun karena Saya ingin mengenalkan pada anak tentang ketoprak akhirnya saya pun berangkat ke rest area yang berjarak kira-kira 350 m dari rumah.

Panggung yang sudah dibuat sejak pagi dipersiapkan sedemikian rupa untuk menghibur masyarakat Desa Mulyorejo dan sekitarnya. Sayup-sayup terdengar suara gamelan menandakan acara segera dimulai.

Sebelumnya acara dibuka oleh Kepala Desa. Dalam sambutannya Kepala Desa Mulyorejo, Warwilan, S.P menyampaikan bahwa ketoprak ini adalah milik Desa Mulyorejo, karena pemainnya berasal dari semua perangkat desa, bahkan Pak Inggi (lurah) dan Bu Inggi (lurah) juga ikut bermain pada pentas seni tersebut.

Tujuan dibentuknya kesenian ketoprak ini sekaligus mengenalkan budaya Jawa yang semakin hari semakin tidak dikenal masyarakat, "nguri-nguri budaya jawi supados mboten ical oleh perkembangan zaman".

Berikutnya Pak Inggi juga menyampaikan bahwa kesenian ketoprak ini sudah memiliki izin dari Dinas Pariwisata Kabupaten Tuban sehingga legal, dan bisa ditanggap bagi masyarakat yang punya hajat.

Wakapolsek yang juga hadir pada acara tersebut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pemerintah Desa Mulyorejo yang telah melestarikan budaya Jawa, berupa ketoprak.

Sumber gambar : Dokumen pribadi
Sumber gambar : Dokumen pribadi

Hal ini sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia untuk selalu menghormati setiap kebudayaan yang ada karena Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang menjunjung tinggi peradaban daerah.

Semilir angin tak menjadikan malam itu dingin, suasana malam di musim kemarau justru menjadikan keteduhan. Malam menjadi syahdu, lantunan gending-gending Jawa yang disuarakan oleh tandak menjadikan suasana seperti tempo dulu, lagu-lagu jawa pangkur, dandang gulo menemani suasana malam yang semakin larut.

Rest area yang sebelumnya berupa persawahan menjadi lapangan yang dipenuhi pengunjung, pedagang kaki lima berjajar pada tenda-tenda yang sudah dipersiapkan panitia. Mereka menjajakan dagangannya untuk mengais rupiah yang tidak setiap hari ada momen akbar seperti ini.

Tabuhan gamelan mengiringi siapa saja yang datang. Mereka rata-rata penasaran ingin melihat secara dekat seperti apa para perangkat desa memperagakan tokoh dalam cerita ketoprak tersebut.

Tepat pukul 22.00 WIB ketoprak dimulai, terlebih dulu di tampilkan empat penari sebagai pembuka, di tengah-tengah tariannya terdengar suara letusan kembang api menambah semaraknya suasana malam itu. Gemuruh tepuk tangan meriah memberikan semangat bagi pemain yang akan tampil.

Ketoprak dengan nama Mulyo Budaya tersebut dipimpin oleh Marwan Sukirno, sebagai modin di Desa Mulyorejo

Untuk tampilan perdana ini membawakan cerita "Damar Wulan Ngeratu". Semua perangkat Desa menjadi pemain ketoprak mulai dari Petinggi, Carik, Kamituwo, Bayan, Modin, Petengan, juga karang taruna di Desa tersebut.

Saya dan si Bungsu menikmati tontonan gratis tersebut, hingga datangnya rasa kantuk, Satu jam kemudian tepatnya pukul 23.00 saya pun pulang, walaupun acara belum selesai. Mengingat esok pagi si bungsu harus sekolah. Kabarnya ketoprak akan selesai pukul 01.00 dini hari.

Ilustrasi gambar penari mengawali pertunjukan ketoprak. Sumber Dokpri
Ilustrasi gambar penari mengawali pertunjukan ketoprak. Sumber Dokpri

Sepanjang perjalanan pulang saya bertanya pada si Bungsu,

"Nak, apa yang kamu tahu tentang ketoprak tadi?",

"Cerita zaman dulu yang dimainkan orang dan pakaiannya jawa, bahasanya juga Jawa", Jawab Si Bungsu menarik kesimpulan dari apa yang dia lihat.

Benar, ketoprak adalah budaya seni tempo dulu, yang saat ini sudah jarang orang mengenalnya.

Untuk itu penting kita sebagai orang tua, guru juga masyarakat mengenalkannya kepada anak-anak supaya budaya Jawa yang penuh filosofi ini bisa tetap lestari di sepanjang zaman.

Lalu seperti apakah kita mengenalkan budaya daerah kepada generasi muda.

Satu, ajak anak dan dampingi saat menonton

Budaya daerah sebenarnya masih ada di sekitar kita seperti, wayang kulit, ludruk, ketoprak dan lain-lain, namun keberadaannya sudah tidak banyak diminati oleh kaum muda zaman now. Apalagi anak-anak. Mereka bahkan tidak tahu seperti apa bentuk wayang, ketoprak dan yang lain.

Seperti ilustrasi di atas anak saya bahkan tidak pernah tahu apa itu ketoprak. Jika hal ini dibiarkan terus lama-lama budaya Jawa ini akan punah karena generasi mudanya tidak tertarik dengan kesenian daerah seperti ini.

Untuk mengenalkan lebih dekat maka ajak anak untuk menonton pertunjukan kesenian daerah yang ada di sekitar kita. Dengan demikian mereka akan tahu seperti apa bentuk kesenian tersebut. Saat menonton kita bisa menyampaikan pesan yang ada dalam kisah yang dimainkan.

Ada pesan moral yang disampaikan pada penonton, dengan gayanya yang khas dan menghibur mereka sebenarnya memberikan edukasi pada masyarakat untuk menghindari perilaku sombong, angkuh dan menang sendiri. Sebaliknya mengajak masyarakat untuk berlaku guyup, rukun, rendah diri dan saling menghormati.

Penonton ketoprak memadati rest area. Dokpri
Penonton ketoprak memadati rest area. Dokpri

Kedua, perkenalkan melalui video atau YouTube

Jika kebetulan di daerah sekitar kita tidak ada pertunjukan budaya daerah seperti di atas, maka kita bisa melihat melalui video atau YouTube. Dari rumah pun kita bisa mengenalkan anak tentang budaya daerah seperti ketoprak, wayang orang, wayang kulit, dan lain sebagainya.

Sebagai guru beberapa kali sengaja saya ajak anak-anak untuk menonton bareng wayang kulit dari YouTube. Ternyata sebagian besar dari mereka tidak tahu seperti apa wayang kulit itu.

Di samping itu memang jarang ada pertunjukan wayang kulit di daerah, selain biayanya mahal, tidak semua orang suka dengan pertunjukan wayang.

Sebagai generasi muda yang akan mewarisi budaya daerah sebaiknya mereka mengenalnya, sekaligus melestarikannya. Sayangnya sampai saat ini sedikit sekali kaum milineal yang menyukai seni tradisional tersebut.

Ketiga, menanamkan pada anak untuk mencintai budaya sendiri

Generasi milineal saat ini sudah sangat modern, semua kebutuhan bisa terjangkau cukup dari rumah. Dengan mudahnya mereka berselancar untuk melihat peristiwa di jagad ini. Demikian juga jika ingin melihat berbagai macam pertunjukan spektakuler dunia dengan mudah mereka temukan.

Untuk itu penting bagi kita sebagai orang tua memberikan pemahaman bahwa kebudayaan dalam negeri penting untuk kita lestarikan. Jangan sampai mereka lebih menyukai budaya asing yang mereka tonton di YouTube dari pada kebudayaan hasil nenek moyang kita sendiri.

Bila perlu mengajak anak-anak untuk bergabung dengan komunitas atau sanggar yang mempelajari budaya daerah. Mereka bisa belajar menari, bermain music, gamelan, bermain peran dan lain sebagainya.

Wasana kata

Bapak dan ibu, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Bangsa yang besar juga bangsa yang mengapresiasi karya para pendahulu. Adanya ketoprak, ludruk, wayang semua adalah sarana untuk menyampaikan pesan moral yang dibingkai dalam bentuk pertunjukan seni.

Bahkan wayang adalah sarana berdakwah dari para wali songo dalam menyampaikan kebenaran, untuk itu penting kiranya kita memberikan pengertian terhadap anak-anak untuk mencintai budaya daerah dengan cara melestarikannya.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun