Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Manusia Ruhani Setelah Menjalankan Sekolah Ramadhan

7 Mei 2024   21:27 Diperbarui: 7 Mei 2024   22:22 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sedang salat berjamaah. Gambar dari bersamaDakwah.com 

Hari Raya idul fitri adalah hari kemenangan bagi umat Islam, kemenangan dari menahan nafsu setelah bertapa sebulan penuh selama Ramadan. Bertapa untuk menahan makan dan minum dan yang membatalkan puasa. Tentu sangat mudah bagi mereka yang tergolong muttaqin dan sebaliknya merasakan berat bagi mereka yang masih belajar menjalankan puasa.

Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah yang tak terhingga kami sekeluarga dapat menikmati kembali Hari Raya Idul Fitri dan dapat menjalankan salat berjamaah di masjid An-Nur Gandu Mlarak Ponorogo. Masjid yang berjarak kurang lebih 500 m dari rumah.

Suasana salat idul fitri tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya, jika tahun lalu kami masih bersama-sama dengan ibu mertua, kali ini kami berangkat hanya bersama anak-anak.

Setelah melaksanakan salat idul fitri berjamaah kamipun berkesempatan mendengarkan hutbah. Dalam hutbah yang disampaikan oleh Dr. Ahmad Mujib Syafaat beliau menyampaikan tema dengan judul "Mari bermetamorfosis menjadi mahluk ruhani".

Ada beberapa hal menarik penuh hikmah yang dapat saya tulis dari isi hutbah tersebut  

Pertama, ajakan syukur kepada Allah Subhanahu wa taala

Dalam hutbahnya beliau menyampaikan bahwa penting kiranya kita untuk meluapkan rasa syukur tak terhingga kepada Allah subhanahu wa ataala atas limpahan nikmat dan curahan kasih sayang sehingga di hari kemenangan ini kita bisa menikmati indahnya suasana hari raya.

Bersyukur atas nikmat baik nikmat yang bersifat lahiriyah maupun nikmat batiniyah. Rasa syukur itu sejatinya ditanamkan prinsip-prinsipnya melalui ajaran takwa, sehingga secara hirarki nilai syukur itu lebih tinggi dari ajaran takwa.

"Dan bertakwalah kepada Allah, mudah-mudahan kalian menjadi orang-orang yang bersyukur"( Q.S. Ali imron : 123)

Kedua, mengimplementasikan taqwa

Out put dari proses taqwa adalah bersyukur, ihlas, tawakal dan bertauhid. Lantas apa itu taqwa? Seperti yang sudah kita pahami bersama bahwa takwa adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua larangannya.

Selain makna di atas taqwa juga berarti berbudi pekerti yang terpuji, bertakwa juga bisa bermakna eling lan waspodo, orang bertaqwa berarti berada pada titik koordinat tauhid. Bertakwa  berada pada moderasi Hablum minallaoh dan hablum minannas.

Bagimana selama ini hubungan vertikal kita dengan Allah Subhanahu wa ta'ala, dan bagaimana hubungan horizontal kita dengan sesama manusia. Keduanya harus berjalan seimbang sehingga penerapan takwa akan berbuah syukur, ihlas dan tawakal.

Para jamaah mendengarkan khutbah. Gambar dari Tribunnews.com 
Para jamaah mendengarkan khutbah. Gambar dari Tribunnews.com 

Ketiga, mengeksplor hakekat manusia yang sesungguhnya

Dalam surat Ar-Rum disebutkan : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut "fitrah"itu. Tidak ada perubahan pada "fitrah Allah" . (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Al-Rum 30)

Dari ayat di atas kita pahami bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala mendesain dan merancang ciptaan manusia, secara potensial menjadi mahluk yang suci atau mahluk ruhani karena kita berasal dari cipratan ruh ilahi.

Oleh karena itu sejatinya manusia itu selalu cenderung memihak kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan. Inilah oleh para ulama' disebut konsep fitrah. Dari konsep fitrah ini maka idul fitri dapat diartikan kembali kepada hakekat yang wajar dari kehidupan manusia dan kemanusiaan.

Kembali kepada kewajaran seperti makan dan minum hingga kecenderungannya memihak kepada kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Namun di pihak lain manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan rapuh, sehingga membutuhkan kekuatan iman dan takwa. Misalnya di era digitalisasi ini kita dihadapkan pada godaan dunia yang amat massif seperti suguhan internet yang secara blak-blakan membuka jangkauan dunia baik dari sisi negative dan positif.

Keberadaan digitalisasi kita akui memberikan kontribusi kebermanfaatan bagi manusia, namun di sisi lain juga memiliki andil yang tidak sedikit untuk menjauhkan kita dari kerinduan, kemesraan dan kedekatan kita kepada Allah SWT.

Keempat, Ramadhan adalah bulan bersekolah

Allah menghadirkan bulan suci Ramadhan bulan yang paling utama diantara bulan-bulan yang lain. Maka pantas saja jika ada yang menyebutnya dengan bulan bersekolah, di mana di dalamnya dilatih dan diajarkan olah ruhani agar mampu memenangkan pertarungan antara hak dan batil, dengan menggunakan out line, kurikulum dan silabus yang bersumber dari Allah SWT.

Dalam sepuluh hari pertama kita dididik untuk membiasakan berpuasa secara jasmani (puasa makan dan minum). Kemudian sepuluh hari kedua melatih puasa nafsani, yaitu puasa untuk melatih hati dan jiwa agar tunduk dan taat kepada Allah dengan kesadaran diri.

Adapun sepuluh hari terahir kita diharapkan dapat melakukan puasa ruhani, yaitu puasa untuk memesrahi dan mencintai Allah semata. Bersatu dan nyawiji dengan Allah dengan bahagia.

Kelima, mengistiqomahkan peradaban Ramadhan sebagai kebiasaan yang kontinou

Peradaban yang baik dan positif selama bulan Ramadhan hendaklah menjadi bekal dan modal berharga untuk menjadi hamba Allah yang selamat di dunia dan di ahirat.

Tradisi puasa seperti qiyamul lail, tadarus alqurn, bersedekah dan pernak-pernik ibadah lainnya yang selama sebulan telah kita jalani dengan penuh kepatuhan dan kesadaran mudah-mudahan akan tetap kita jalani pada bulan-bulan berikutnya. Dan tidak berhenti begitu saja bersama berahirnya bulan suci Ramadhan.

Mudah-mudahan syiar Ramadhan  dengan melakukan ibadah sunah seperti  tadarus alquran, beriktikaf, tadarus alquran dan lain-lain akan tetap hadir dalam sebelas bulan yang akan datang.

Kemenangan Ramdhan bukan terletak pada baju baru, celana baru, sandal dan sarung baru melainkan pada perilaku baru yang kita dapat dari sekolah Ramadhan.

Semoga Allah SWT menganugerahi kemampuan kepada kita untuk menjalani kehidupan berikutnya dengan spirit dan  semangat baru.

Demikianlah isi khutbah hari Raya idul fitri yang sempat penulis rangkum sebagai pengingat terhadap diri bahwa hendaknya kita berusaha semaksimal mungkin menjadi manusia Ruhani yaitu manusia yang menjadikan Allah SWT faktor terpenting dalam kehidupan ini.  

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun