Jika tahun sebelumnya memperingati Hari Kartini banyak cara yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan baik negeri maupun swasta. Biasanya mereka memakai pakaian ala Kartini salah satunya memakai busana kebaya.
Demikian juga di lembaga pendidikan. Semua guru perempuan memakai kebaya ala Kartni tempo dulu. juga mengadakan lomba-lomba dengan kostum kebaya. Misalnya nyunggi tampah pakai kebaya, memindahkan kelereng di sendok, fashion show, baca puisi, dan lain-lain.
Tahun ini karena bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri maka momen Kartini cukup dirasakan dengan hati bahwa semangat Kartini masih tetap ada dalam rangka menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita, utamanya mengedepankan pendidikan bagi kaum wanita.
Ada banyak wanita-wanita Kartini masa kini yang terabaikan berjuang demi masa depan anak-anaknya, mengurus keluarga dan mewujudkan cita-citanya meraih masa depan.
Seorang wali murid yang kebetulan single parent. Tiga anak yang menjadi tanggungannya. Anak pertama SMP kelas 1, adiknya SD kelas 4, adiknya lagi SD kelas 2. Ketiganya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Sudah dua tahun ini tak ada kabar berita sejak suaminya meninggalkannya dengan alasan bekerja. Mamanya Bulan (bukan nama sebenarnya) bekerja banting tulang untuk membiayai ketiga anak perempuannya. Dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Tempat dia bekerja cukup jauh dari tempat tinggalnya, ditempuhnya selama 1 jam. "Mengapa tidak tidur saja di rumah majikan Mbak?",
"Wah, saya tak tega dengan anak-anak Bu, nanti mereka tidur sendirian."
Mereka tinggal di rumah kontrakan, Mama Bulan cukup tegar tanpa mengeluh dengan polosnya mengatakan "Sampun bagiane Bu, gak papa yang penting badan sehat, sehingga saya bisa bekerja."
"Saya ingin anak-anak sekolah, tidak seperti saya SMP saja tidak tamat, sehingga bisanya ya bekerja menjadi pembantu," ucapnya saat obrolan itu berakhir.
Mamanya Bulan adalah sosok Kartini masa kini yang tak mengenal lelah, dia sadar pendidikan sangat penting bagi anak-anaknya. Hal ini juga menjadi cita-cita R.A.Kartini bahwa perempuan harus mengenyam pendidikan setinggi mungkin, jangan hanya sebagai konco wingking bagi kaum Adam.
Saya yakin banyak sosok Mama Bulan yang lain di luar sana yang berjuang demi kelangsungan pendidikan anak-anaknya.
Bu Mawar saya menyebutnya, seorang guru di Taman Kanak-Kanak yang berjuang demi kedua anaknya yang masih sekolah. Anak pertamanya SMA kelas XI dan yang kedua kelas 6 SD.
Sudah 12 tahun ini suaminya terkena strok, nyaris semua beban hidupnya dia yang menanggung. "Saya hanya bisa berusaha semampuku Bu, pasrah kepada yang Maha Kuasa, rezeki anak sekolah pasti ada." ucapnya saat bertemu lebaran kemarin.
Bu Mawar juga meneruskan perjuangan Kartini, bagaimana dia bertahan dan menanggung beban hidupnya, dengan sabar merawat suaminya yang strok namun di sisi lain dia harus membiayai anak-anaknya yang masih sekolah.
Bu Mawar juga menjadi Kartini masa kini yang pantas diacungi jempol, bertekad menjadi sosok istri yang salihah, mendampingi suami dengan setulus hati, juga bekerja dan berjuang untuk masa depan anak-anaknya.
Ada lagi sosok Kartini yang saya baca di WA grup keluarga, bahwa seorang nenek tua, sebut saja Mbah Minah, bekerja sebagai penjual pisang. Terik matahari yang menyengat tak dihiraukan demi menjajakan buah pisangnya.
Seorang pembeli menghampirinya. Dibelinya semua pisangnya, saat ditanya, "Kenapa berjualan, saat puasa seperti ini, wong sudah sepuh?" Mbah Minah dengan ceria mengatakan "Justru karena puasa saya harus berjualan, karena mengejar lebaran."
Mbah Minah berjualan sampai siang, Jam 3 sore sudah harus pulang untuk menyiapkan es buah dan aneka cemilan untuk anak-anak yang ngaji di TPA, surau tempat Mbah Minah tinggal.
Mbah Minah tiap hari harus menyediakan minum dan aneka cemilan. Hal itu dilakukannya selama puasa agar anak-anak itu rajin mengaji, jangan sampai seperti saya yang hanya bisa Al-Fatihah saja.
Mbah Minah adalah sosok Kartini masa kini yang memberikan teladan kebaikan. Berbagi sekadarnya demi memberikan semangat anak-anak untuk belajar. Beliau sangat peduli dengan pendidikan. Baginya memberikan aneka cemilan dan minuman sebagai daya tari anak-anak untuk belajar ngaji.
Setelah bercakap-cakap secukupnya, pembeli tadi memberikan sekian lembar amplop sepuluh ribuan, yang bisa dibagi kepada anak-anak yang ngaji sekitar 50 anak.
Sosok seperti Mama Bulan, Bu Mawar juga Mbah Minah adalah Kartini-Kartini yang sedang memperjuangkan cita-citanya. Mereka paham bahwa pendidikan anak-anak harus diutamakan, mereka tahu masa depan mereka akan lebih baik jika mereka mengenyam pendidikan yang layak.
Selamat Hari Raya Idul Fitri juga Selamat Hari Kartini
Salam sehat selalu semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H