Dalam penilaian inilah guru dituntut untuk memilah dan memilih dari sekian KD masuk pada pelajaran apa, sehingga akhirnya muncul muatan pelajaran sesuai dengan materi dan KD yang telah dipetakan.Â
Banyak rekan-rekan guru, termasuk saya yang mengeluhkan bahwa penilaian Kurikulum 13 ini ribet. Jika boleh saya sampaikan bahwa dalam satu tema terdapat lima muatan pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, PKN, IPS, IPA, SBdP.
Dari pelajaran-pelajaran tersebut tak satupun yang tampak ini pelajaran apa, dan yang ini pelajaran apa. Guru menyampaikan materi berdasarkan kompetensi dasar yang sudah ditentukan dalam pemetaan KD.
Ketika ulangan harian dilakukan, tetap saja guru menggunakan kompetensi dasar yang sudah dipelajari. Sampai di sini pun siswa belum mengetahui pelajaran apa saja yang selama ini dipelajari. Sampai berlangsungnya kegiatan PAT dan PAS, hingga akhirnya anak-anak menerima hasil penilaian yang disuguhkan dalam bentuk mata pelajaran.
Misalnya, pelajaran Bahasa Indonesia mendapat nilai 75, pelajaran IPA mendapat nilai 80 dan seterusnya. Artinya semua siswa pada akhirnya mendapat nilai seperti KTSP namun bedanya ada deskripsinya yang menerangkan bahwa pada KD ini anak baik dan pada KD ini anak belum sepenuhnya terlampaui.
Sehingga wajar jika siswa ditanya materi apa yang baru disampaikan mereka tidak tahu. Mereka sering terkecoh dengan beberapa pertanyaan misalnya, "sebutkan kegiatan ekonomi yang telah engkau pelajari?" Ada anak yang menjawab dengan: konsumsi, produksi, dan konduktor.
Jawaban yang terjadi pada anak menunjukkan bahwa anak merasakan kesulitan untuk membedakan ranah pelajaran apa yang dia terima saat itu.
Di akhir tahun pelajaran seperti ini, guru akan mempunyai tanggung jawab untuk menyusun nilai rapor yang berasal dari bermacam-macam KD untuk kemudian di rumuskan menjadi muatan pelajaran.
Misalnya, di kelas 5 semester II ada 5 tema. Di setiap tema ada banyak KD dari muatan pelajaran maka guru harus mempunyai pemetaan KD pada setiap pelajaran.