Salah satu tugas guru adalah mendidik, mengajar dan mentranfer ilmu kepada siswa. Namun, tidak sekedar itu ada yang lebih penting dari mengajar dan mentranser ilmu. Sewaktu-waktu kita harus siap mendengar  curhatan siswa yang ingin menumpahkan kekesalannya karena sikap  keluarganya.
Nama Barja sering saya sebut pada tulisan sebelumnya, pagi itu matanya sembab, terlihat dia kurang tidur semalam. Badannya terlihat lesu dan tidak bergairah. Saya mengajaknya bicara ketika daftar kehadiran siswa saya baca satu persatu. "Barja kenapa pagi ini kamu kelihatan tidak semangat?" tanyaku mengawali pembelajaran pagi itu.
"Semalam saya tidur jam 02.00 dini hari Bu, Ibu saya sakit. tidak sadarkan diri, saya menungguinya sampai larut malam, saya hawatir ibu saya meninggal" jawab bocah polos itu.
"Dengan siapa kamu di rumah" tanyaku kembali
"Dengan kakak Bu",
"Sekarang bagaimana kondisinya?"
"Sudah baikan Bu, sudah mau makan", jawabnya
"O, ya anak-anak, kita doakan bersama, semoga Ibu Barja segera sembuh dan bisa beraktifitas kembali," ajakku mengahiri percakapanku dengan Barja.
Setelah pembelajaran selesai anak-anak pun istirahat, sengaja Barja saya ajak ngobrol di ruang kelas, saya ingin Barja bercerita terkait ibu dan keluarganya.
Barja menceritakan takut kehilangan ibunya, karena selama ini yang melindungi dia dari ulah kakak-kakaknya hanya ibunya. Setiap kali ada kesalahan atau apapun itu dalam keluarga saya yang menjadi sasaran, "Kulo sing ngge kalah-kalahan Bu"