Hari itu menjadi tamparan buat saya, sebagai guru yang sudah 17 tahun baru kali ini saya mendengar jawaban dari siswa yang membuatku menjadi berinstrospeksi diri.
Pagi itu saya masuk kelas 5, seperti biasa setelah berdoa saya menanyakan keadaan murid, absen yang berada di meja guru saya baca satu persatu, menanyakan keadaan siswa dan kehadirannya.
Tiba pada nama yang tidak asing saya sebut pada tulisan-tulisan sebelumnya. Nama itu adalah Barja, anak bungsu dari lima bersaudara itu pada awal tahun  ajaran baru sering tidak masuk. Bukan tanpa sebab, dia beralasan membantu ibunya menjadi tukang parkir di pasar.
"Barja", ketika namanya saya sebut segera dia mengacungkan tangannya
"Kemarin kamu tidak masuk, kenapa?"Tanyaku kepada Barja
"Kemarin saya tidak mengerjakan PR Bu, saya takut dimarahi", jawabnya sambil menunduk
Kembali saya tanyakan pada semua siswa yang ada di kelas, "Anak-anak apakah Bu guru pernah memarahi kamu?"
"Tidak Bu", jawab mereka serempak
"Barja, kamu dengar sendiri kan, kapan Bu Guru marah terhadap kalian, jika Ibu menanyakan PR untuk saya koreksi, karena itu tanggung jawabmu untuk melaksanakan tugasmu.
"Maaf Bu, saya tidak bisa mengerjakan PR, jadi saya tidak masuk"jawab Barja merasa bersalah.
Ilustrasi di atas menggambarkan bagaimana hubungan antara murid dan guru masih ada sekat dan kesenjangan yang perlu dicermati dengan kedewasaan. Antara tanggung jawab dan tugas yang belum sepenuhnya mampu dikerjakan oleh seorang murid.
Ada dua hal yang perlu saya amati sebagai instrospeksi saya sebagai guru
Pertama, sosok Barja yang masuk kategori keterlambatan belajar, belum mampu mengerjakan materi yang sama dengan anak-anak regular lainnya. Materi yang saya ajarkan adalah mencari volume kubus. Materi ini tergolong mudah bagi siswa regular, namun bagi Barja yang belum menguasai perkalian sangat sulit.
Cara mencari volume kubus harus hafal perkalian karena dengan rumus sisi x sisi x sisi maka akan ketemu volume kubus. Â Sebaiknya saya memberi materi yang sama namun indikator pencapaiannya berbeda dengan siswa regular.
Kedua, saya selalu menyampaikan bahwa syarat utama menguasai matematika adalah hafal perkalian. Sebenarnya menghafal perkalian juga sudah saya lakukan dengan membiasakan anak masuk kelas satu persatu dengan menyetorkan hafalannya. Juga dengan cara menghitung jari, layaknya sempoa.
Alhamdulillah cara itu bisa menjadikan sebagian besar anak-anak dengan mudah  menguasai perkalian.
Lagi-lagi Barja mempunyai masalah dengan hafalannya, dia selalu tidak hafal bahkan selama dua minggu untuk menguasai perkalian dua saja masih belum bisa.Â
Dua alasan di atas, menjadikan saya harus menggunakan  metode pembelaran khusus untuk Barja, jangan sampai  PR menjadi alasan Barja tidak masuk sekolah.
Pentingkah PR untuk siswa?
PR atau Pekerjaan Rumah adalah serangkaian instrument yang digunakan guru dalam proses belajar yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari, serta untuk melatih tanggung jawab siswa terhadap tugas yang diberikan padanya.
Tujuan diberikan PR bagi siswa adalah untuk memberikan motivasi belajar siswa di rumah. Karena pada kenyataannya banyak kita temui anak-anak yang belajar dan membuka buku hanya jika diberi tugas atau PR dari Bapak dan Ibu gurunya.
Berikut pentingnya diberikan PR untuk siswa:
Pertama, memberikan motivasi siswa untuk belajar
"Tidak bisa bukan berarti harus menyerah, tidak bisa mngerjakan PR tidak berarti tidak masuk sekolah, justru karena tidak bisa maka kita harus berani bertanggung jawab dengan cara menanyakan pada Bu guru kesulitan yang dihadapinya", itu pertama kali yang saya sampaikan di depan kelas, setelah mendengar jawaban dari Barja
Kewajiban guru adalah membimbing dan mendampingi siswa dalam belajar. Mengantarkan mereka menuju cita-cita sebagai ihtiyar kita. Barja adalah salah satu anak yang harus didampingi, jangan sampai keterlambatan dalam belajar menjadikan dirinya minder dari teman-temanya.
Sebaliknya Barja harus mendapat perhatian dan diberikan motivasi bahwa jangan putus asa dalam belajar. Setiap orang mempunyai kelebihan masing-masing. Justru saya melihat Barja lebih dewasa diantar teman seusianya. Sikapnya yang ramah dan suka menolong pada temannya, menjadi nilai afektif barja lebih tinggi dari teman-temannya.
Kedua, PR menjadi sarana untuk latihan dan bertanggung jawab
Globalisasi yang telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat telah nyata di depan mata. Tak ada sekat jarak dan waktu dalam melihat dunia. Semua ada dalam genggaman tangan. Arus globalisasi yang mendunia menjadikan kita harus pintar dalam menyaring informasi.
Anak-anak adalah masa depan bangsa yang saat ini dihadapkan pada mainan gagdjet yang menggiurkan. Aplikasi dan game yang berseliweran di layar ponsel menjadi pemandangan biasa. hal ini menjadikan mereka lebih akrab dengan ponsel dari pada dengan bukunya.
Memberi PR bagi siswa menjadi satu-satunya alternative untuk mengalihkan mereka dari gagdjetnya. Hal ini untuk melatih terhadap dirinya bahwa  mengerjakan PR menjadi tanggung jawab utama  dari pada game-game yang mereka mainkan.
Bahkan sering wali murid dengan sengaja menyampaikan pada saya untuk selalu memberikan PR. Karena dengan diberikannya PR mereka mau belajar dan berlatih tanggung jawab.
Ketiga, PR untuk menambah nilai akademik
Nilai rapor siswa diperoleh dari nilai-nilai yang diakumulasikan dengan nilai harian siswa. Nilai  harian dalam hal ini termasuk PR ditambah nilai ujian tengah semester(UTS) dan juga hasil nilai UAS menjadi nilai raport.
Penting bagi siswa untuk memenuhi ketiga nilai tersebut. Jika nilai UAS nya rendah maka dapat di tolong dengan nilai harian siswa. Anak yang rajin mengerjakan PR juga memenuhi ulangan hariannya baik maka nilai raportnya akan baik.Â
Ini sering saya sampaikan kepada anak-anak, agar mereka tidak menyepelekan tugas harian yang diberikan bapak dan ibu di sekolah.Â
Nilai rapot tidak hanya berasal dari nilai UAS semata namun akan diakumulasikan dengan nilai-nilai yang lain.
Keempat, meningkatkan quality time bersama anggota keluarga
Saya banyak menemukan siswa yang berlatar belakang keluarga harmonis, nilai hariannya bagus, ketika saya tanya dia belajar dengan ibunya, atau kakaknya. Â Saya memang menganjurkan mereka untuk meminta bantuan jika merasa kesulitan dalam belajar.Â
Hal ini saya lakukan agar lingkungan keluarga ikut memberikan perhatian dan tanggung jawab terhadap belajar mereka.
Keterikatan keluarga dengan menjalin komunikasi dalam belajar akan menambah quality time mereka terjalin akrab. Komunikasi yang inten dapat tercipta ketika saling ada komunikasi antara anggota keluarga, membahas PR anak salah satunya.
Barja salah satu anak yang terlahir dari keluarga yang kurang harmonis, sejak kecil sudah ditinggal bapaknya yang tidak tahu dimana keberadannya, sedang ibunya seorang single parent yang berjuang sendiri untuk kelima saudaranya.
Tanggung jawab mendampingi belajar yang belum sepenuhnya diberikan di lingkungan keluarga menjadikan Barja menjadi anak yang mengalami keterlambatan dalam belajar. Bahkan dari kempat saudaranya semua hanya lulus Sekolah Dasar, sehingga Barja merasa kesulitan untuk mengkomunikasikan kesulitan belajar yang dialaminya.
Menjalin komunikasi belajar yang mendidik dan akrab adalah tanggung jawab orang tua di lingkungan rumah, agar mereka mendapatkan perhatian dan mencapai prestasi yang diharapkan.
Bapak dan Ibu, mari mendampingi anak-anak kita dalam belajar, seringlah bertanya adakah Bapak/Ibu guru memberikan PR, bersamai mereka agar terjalin kehangatan di lingkungan keluarga.Â
Semoga bermanfaat, salam sehat selaluÂ
Sumber : Primaindisoft.com
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H