"Dokter...Dokter...Abah tak ada respon!", teriakku di ruang UGD,
Segera dokter dan perawat pasang alat pendeteksi jantung, selanjutnya dokter melihat hasil CT-scaner yang baru keluar, dokter mendekatiku dan menunjukkan hasilnya sembari memainkan telunjuknya di lembaran hitam yg terbuat dari plastik itu.
"Ibu, mari kita lihat hasilnya, pembuluh darah pecah dan sudah masuk di otak 14 cm, kalau hanya 5-6 cm kami masih bisa menanganinya. Keadaan Bapak saat ini kritis Ibu", kata dokter menerangkan.
"Dokter, kritis tapi gak apa-apa kan, Â Dok", tanyaku memburu seakan tak percaya dengan apa yang disampaikan.
"Lo, Bu, kritis kok gak apa-apa, yo apa-apa Buk?" jawab dokter mengernyitkan dahinya dan meyakinkanku. "Ibu yang sabar ya", ucapnya sambil menepuk bahuku dan berlalu.
Melihat kondisi ini segera aku menelpon keluarga, menyampaikan kalau saat ini kondisinya kritis.
"Assalamu alaikum Pak Lik, segera datang dan jangan ditunda, suami kritis!" ucapku mengabarkan yang sebenarnya.
"O, ya Mbak aku segera ke sana ," segera kututup ponselku kemudian kembali  mendekati Abah.
Aku mencoba tetap merespons Abah, apapun kukatakan,
"Abah baca wirid dalam hatimu, aku yakin Abah pasti bisa!"
Kalimat itu yang kubisikkan ditelinga Abah, sambil kugerakkan pipinya dengan kedua tanganku. Beberapa kali kuangkat lehernya kuulurkan tanganku di bawahnya, sehingga beliau tidur di tanganku. Namun usahaku sia-sia, abah tetap tak merespons bahkan tidak bergerak sama sekali.