Saat semua siswa konsentrasi menyelesaikan lembar soal-soal yang diberikan, tiba-tiba anak dengan berkebutuhan khusus, bersembunyi di bawah kolong meja untuk makan jajan, beberapa kali saya sapa tidak menjawab, terkesan cuek, dan acuh.
Saya mencoba mendekatinya, berbicara pelan dengan penuh kasih, ahirnya dia kembali duduk di kursi, namun seakan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Saya sodorkan lembaran kertas yang tertulis nama dan identitasnya untuk disalin pada lembar jawaban.
Saya pegang tangannya dan saya dekatkan pada pensil, saya bilang, "Nak, coba tulis namamu di lembar jawaban ini," beberapa kali saya mengatakannya, namun tetap saja dia cuek.
Ahirnya saya coba pegang tangannya dan mengatakan, "Nak, kamu akan mendapat nilai bagus, jika kamu mau menulis di lembar jawaban ini," dengan pelan tangannya meraih pensil dan menuliskan namanya.
Saya melatihnya untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri bahwa dia harus menyelesaikan tugasnya, sama seperti teman-teman yang lain.
Keempat, menurunkan indikator dalam pembelajaran.
Agar mereka tidak merasa minder dan diasingkan dari orang-orang terdekatnya, maka tetap menjadi satu bagian dalam kelas regular, untuk itu sebagai guru pembimbing khusus harus bisa menyiapkan mereka dan membedakan cara menyampaikan materi agar dua-duanya dapat mencapai indikator yang diharapkan.
Sebagai guru pembimbing khusus harus menyiapkan perangakat pembelajaran, salah satunya menyusun rancangan pembelajaran akomodatif atau RPP akomodatif, yaitu rancangan pembelajaran yang menyesuaikan dengan keadaan peserta didik.
Dalam hal ini yang membedakan adalah menyusun indikator pencapaian dan tujuan pembelajaran diharapkan berbeda dengan siswa regular. Contohnya untuk siswa regular Indikator ialah menentukan ide pokok dalam sebuah paragaf.
Tujuan: Siswa dapat menentukan ide pokok dalam sebuah paragraf dengan benar.