Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Membeli Pahala

1 Februari 2025   02:34 Diperbarui: 1 Februari 2025   02:34 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tiga pohon kelapa ( sumber; sketsa pribadi )

TIBA-TIBA aku mendapat ide. Pohon-pohon kelapa itu sebaiknya kucoba untuk dibeli saja. Coba aja. Walau tak lazim barangkali. Jual beli antar suami-istri. Tapi biarlah. Untuk itu aku sudah mempersiapkan diri dengan perangkat lunak; do'a ! Kata banyak rang alim,saat  sujud terakhir pada sholat malam, saat yang baik untuk berdo'a. aku juga haqqul yakin percaya, maka kulakukan saja.

     Karena aku sudah melakukannya, malam berikitunya, sehabis isya adalah waktu santai. Dan aku ingin  segera tahu dampaknya. Saat itu aku sedang besantai juga di  "ruang pribadiku "; ruang u ntuk baca atau menulis atau mendengarkan lagu atau nonton video di laptop atau sekedar bermalas-malasan dan tak ingin diganggu tentunya. Istriku masuk, duduk didekat kakiku yang waktu itu aku sedang tiduran sambil buka WA. Kubiarkan dia ngomong sesukanya, aku hanya sekedar menanggapi kecil saja. Setelah itu barulah utarakan maksudku ;

     " Bu, kapan pohon kelapa belakang rumah akan ditebang ?"

     " Ya kapan-kapan, kalau sudah ada yang mau beli nanti, mmang  kenapa ?"

     " Kalau nunggu ada pembeli kebetulan nyasar kemari ya susah Bu, kan tidak ada woro-woro !"

     " Ya ndak apa-apa, sambil nunggu tambah gede itu pohon dan aku masih bisa petik kelapanya."

     " kalau maunya kamu nebang nunggu laku dibeli,  aku yang akan membeli bu, aku pembelinya."

     " Hah ???!! Kok kamu ???!!!"

     " Memang kenapa ?"

     " Aneh!"

     " Sekarang singkirkan dulu status kita sebagai suami-istri, ganti dengan penjual dan pembeli "

     " Terus kalau kamu beli batabg kayunya untuk apa ? "

Sebenarnya aku punya rencana sendiri, tapi rahasia. Tak mungkin kubocorkan.

     " lagian dikebun juga banyak kayu terbengkelai, mau nambah-nambah mubadzir aja ! " sambungnya pula dengan nada memprotes.

     " Bu kalau sudah saya beli, ye terserah aku "

     " Ndak bisa, ndak jelas untuk apa gitu ?"

     " Jadi ndak boleh dibeli ?"

     " Ndak, biar aja pohon kelapa itu tetap berdiri tegak disitu."

Kami saling diam. Aku membalikan badan membelakangi istriku. Suasana jadi agak tegang. Tak lama kemudian istriku terdengar keluar. Aku segera beranjak bangun dan bergegas menutup pintu sampai berbunyi klik tapi tetap tak dikunci. Apakah usahaku gagal, Oh Tuhan bagaimana nasib "  do'a suci " ku itu ?

*

SEDIKIT BANYAK kejadian itu mempengaruhi hubungan kami berdua. Cenderung dingin dan minimalis. Seperti sore itu misalnya. Kami bertiga duduk santai diruang depan. Anaku semata wayang, asyik main ha-pe. Istriku lagi ngemil sambil buka ha-pe juga. Aku baca buku. Jadi minim komunikasi.

     Tapi ditengah suasana yang enggan seperti itu, tanpa prolog apapun sama sekali, tiba-tiba istriku bertanya ;

     " Pak apa di Masjid Mujahidin sedang membangun ?"

Aku menjawab dengan dingin dan pendek ;

     " Ya " ucapku tanpa menoleh dan terus membaca

     " Kalau begitu itu pohon kelapanya di infakkan saja kesana, biar ayahku dapat pahala !" ucapnya seakan " nylemong " begitu saja turun dari lagit.

     Sejujurnya, itu sebenarnya rencanaku. Aku bermaksud untuk membeli pohon itu dan akan kuinfakkan ke masjid. Tapi kini dia malah langsung kesasaran rencanaku itu. Oooohhhh .....My GOD, jadi ini jawaban Tuhan terhadap do'aku ??? Oh, rencana Tuhan memang jauh lebih jitu !

     Ide untuk membeli dan menginfakkan pohon kelapa itu mincul, pertama. Jum'at minggu lalu aku Jum'atan di msjid Mujahidin karena giliran khotib. sehabis sholat jum'at panitia mengumumkan ada kegiata kerja bakti minggu besok dan info masih butuh banyak bamboo dan papan batang pohon kelapa.  Kedua, sebelum itu aku ketempat saudaraku ditempat itu juga, ternyata ada beberapa pohon kelapadepan rumah yang ditebang. Padahal setahuku tidak akan memperbaiki rumah. Makanya aku tanya, kenapa ditebang ? Sebenarnya pohon itu sudah ditawarkan pada pembeli dan sudah deal harganya. Tapi ditunggu-tunggu sampai tiga bulan, belum juga mau ditebang. Maka dikonfirmasi lagi. Ternyata si pembeli agak setengah hati untuk membelinya konon katanya karena susah pemasarannya, begitu ceritanya. Akhirnya dibatalkan, dan si calon pembeli itu malah gembira seolah terlepas dari beban berat. Dan oleh saudaraku itu kemudian pohon kelapa ditebang untuk di infakkan ke masjid, dan aku terinspirasi mengikutinya.

     Tapi pohon kelapa itu milik istriku, sebab pekarangan dan yang rumah yang ditempati ini milik dia warisan dari orang tua. Pohon itu sangat dekat dengan rumah, aku ingin pohon itu untuk ditebang sudah lama. Tapi setiap kali diusulkan, istriku selalu keberatan, sayang untuk ditebang. Maka satu-satunya jalan agar bisa ditebang, aku harus membelinya. Kebetulan masjid tempatku dulu itu sedang membutuhkan papan kayunya, maka aku bermaksud untuk menginfakkannya setelah kubeli tentunya. Seandainya waktu itu istriku memasang harga yang sangat tinggi pun , aku tetap akan membelinya juga !

     Oh ya, kami bau saja merenov rimah secara total ( jadi sekarang aku punya andil terhadap rumah yang kami tempati ini he he he .... Tidak seratus prosen numpang warisan dari mertua ). Terakhir aku usul melalui tukang pekerja yang merenov rumah kami ini. Biar istriku lebih yakin Hasilnya, istriku mau menebang, tapi tunggu nanti dibeli orang. Dan itu susah. Makanya aku punya ide untuk membelinya dan seterusnya itu.

*

KALAU begitu, sekarang berarti uang yang rencananya untuk membeli pohon kelapa itu batal dan masuk kantong lagi . Asyeek ....! Karena urusan dengan istri sudah deal, maka hari jum'at berikutnya aku kembali jum'atan di masjid itu sekalian memberitahukan pada salah saatu rekan panitia, Mas Wadi karena dia yang pegang urusan tebang menebang pohon. Di teras masjid, kami ngobrol ;

     " Mas Wadi, aku mau nyumbang glugu "

     " Ya "

     " Dibelakang rumah ada tiga batang pohon kelapa, maksudku mau kutebang karena dekat rumah, tapi ... "

     " Kenapa  ?!"

     " Glugunya belum begitu tua, apa mau "

     " Ya, itu memang yang dibutuhkan, karena untuk papan cor " jelasnya

     " tapi lagi ini Mas Wadi "

     " Kenapa lagi ?"

     " pohon itu bukan di rumahku sini, tapii dirumah istriku disana "

     " Wah ... jauh juga ya ?"

     " Iya."

     " Kalau begitu aku kosnul dulu dengan ketua panitianya "

     Dua hari kemudian, hari minggunya masih tetap ada kegiatan kerja bakti menebang bamboo. Walaupun jauh aku ikut datang, karena dirumah pekerjaan disawah juga sudah rampung. Maka kutanyakan lagi kepada Mas Wadi saat kami istirahahat sambil minum-minum ;

     " Geman Mas ?"

     " kata ketua, sebenarnya sih mau sekali, tapi kalau dihitung-hitung mahal diongkos "

     " Hmmmm begini aja, kalau gitu biar kutebang sekalian dan dibelah-belah jadi papan. Tapi aku beri ukuran panjang lebar papan kayunya."

     " Ya "

     " Jadi nanti panitia tinggal ngambil saja ke tempatku ya "

     Tuhan memang Maha Pengasih dan Penyayang. Tentu Dia tak rela kalau ada hambanya yang mau beramal soleh gagal. Uangku yang semula tak jadi untuk membeli pohon kelapa, yang berarti urung dapat pahala, Tuhan aliihkan untuk ongkos tebang dan mengolah jadi papan. Tak-tik Tuhan memang jauh labih jitu; uangku tetap terpakai untuk membeli pahala (*)

    

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun