Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hubungan Impersonal di Pasar Tradisional

20 Agustus 2023   11:59 Diperbarui: 20 Agustus 2023   12:25 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar simbok penjual jajanan pasar di pasar tradisional ( sumber; dok. foto pribadi )

Mal dengan pasar tradisional memang beda. Bukan hanya dari segi bangunan fisik yang memaang jelas beda, tetapi dari segi interaksinya. Bila demikian, biarlah merka pasar tradisional tumbuh dengan " kearifan  lokalnya " dan mal beraksi dengan prinsip ekonomi murni semata. Karena marwahnya memang beda.

Hubugan Impersonal

Baik pasar maupun mal, dalah tempat berhubungan atau berinteraksi yang bersifat transaksional. Transaksi tersebut bersifat " arus AC -- DC " alias bolak balik. Transaksi antara penjual dan pembeli. Penjual menerima uang dan pembeli menerima barang. Pembeli melepaskan uang, penjual melepaskan barang. Barang dan uang berada dalam posisi yang sejajar dan senilai, alias ekfivalen.

     Padahal secara umum antara penjual dan pembeli tidaklah saling kenal. Tapi mengapa bisa atau mau bertransaksi seperti itu? Dasarnya adalah kebutuhan dan kepercayan. Jadi kalau kita pergi berbelanja kepasar atau mal, hubungan interaksi yang terjadi secara ilmu psikologi adalah hubungan impersonal. Apa sih hubungan impersonal itu ? Suatu bentuk komunikasi yang dilakukan dengan orang-orang yang tidak dikenal, sehingga kualitas komunikasinya juga cenderung tidak diperhatikan karena kita melakukan interaksi dengan individu yang tersebut tidak menempati posisi khusus atau" spesial " dalam kehidupan kita. ( sumber https://jurnal unived.ac.id>download).

     Hubungan impersonal ini akan terasa sekali bila kita berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan moder, seperti mal. Interaksi yang terjadi murni transaksional bisnis, nyaris tanpa sentuhan personal, kalaupun ada juga bersifat artifisial. Bila kita memasuki mal, kita memilih dan mengambil barang tanpa kata. Mau ngomong sama siapa ? Dan kalaupun ada penjaga, kedudukannya bukan sebagai mitra bicara, tapi lebih sebagai pengawas saja. Seandainya kita nanya juga , cukup dijawab seadanya dan seperlunya saja.

     Setelah mendapatkan barang yang kita butuhkan, kita berjalan menuju kasir.barang dipindai. Mouse dan tuts keyboard komputer saling beraksi. Layar komputer mendeteksi, harga terakumulasi, terbaca dalam struk resi beli. Uang disodorkan, barang diserahkan. Pergi. Kalaupun tadi antri misalnya, tak ada komunikasi. Bahkan boleh jadi malah " misuh " dalam hati, kok lama banget sih, ini orang banyak banget belanjaannya !

     Kalaupun kita di mal merasa happy, itu karena kita nongkrong di resto, atau kafe atau pusat kuliner bersama dengan teman biasa tapi mesra, atau bersama dengan gank kita. Bukan karena dengan subyek mal-nya.

Impersonal Menjadi Personal

Pasar tradisional, yang bangunan fisiknya tidak semegah pusat-pusat perbelanjaan  pasar modern, bagaimanakah hubungan impersonl yang terjadi ? Di pasar rakyat pasar tradisional, hubungan impersonal adakalanya bisa berubah menjadi hubungan personal. Kita bisa jadi kenal dengan penjualnya dan penjualnya juga mengenal kita. Kemungkinan seperti itu sangat lumrah terjadi dipasar tradisional.

     Dipasar tradisinal, walaupun impersonal, terasa lebih akrab dan hangat. Mengapa ? karena ada proses tawar menawar. Nah dalam proses tawar menawar itulah bisa terselip guruan  atau berkenalan ala kadarnya dan info-info sampingan pun kadang muncul juga, jadi ada " bumbu " dialog, bukan hanya tawar menawar saja. Dan bila kita menjadi " pelanggan "-nya , artinya kita biasa atau sering belanja kepada pedagang tertentu tersebut, kita bisa jadi kenal, obrolan tawar menawar bisa jadi sedikit melebar. Impersobal jadi personal.

     Beberapa contohnya karena sudah terciptanya hubungan personal misalnya, waktu membeli sesuatu, ternyata pedagang tersebut belum ada uang pengembalian, maka dia akan bilang ; " sudah bawa aja dulu, nanti kesini lagi kalau sudah ada uang pas ."  Tapi di mal atau pasar-pasar moder, walaupun ibaratnya kita sudah seribu kali beli disitu, hal seperti itu tak akan mungkin bisa terjadi. Karakteristiknya memang beda.

     Karena istri saya juga bekerja, sehingga kalau hari minggumerupakan  kesempatan untuk belanja bareng dipasar. Dan anak kami yang semata wayang, sedari balita diajak serta. Sekarang, kalau kami berdua belanja ke pasar, anak kami tidak ikut, ada saja pedagang yang nanya ;

    " Kok ndak diajak ?"

     " Main sama teman, sudah mau main sendiri "

     " Sudah gede sekarang ya, sudah kelas berapa sih ?"

     " Kelas empat ."

     " Rasanya baru kemarin ya, waktu masih diemban diajak pasar bareng "

     Suatu hari saya belanja di pasar tempat tinggal saya yang dulu. Waktu itu sudah tengah hari, jadi pasar agak longgar pengunjung. Tiba -- tiba saya dikejutkan oleh orang yang menghampiri saya ;

     " Kok ngga pernah beli jeruk saya sama lagi, ngga pernah kelihatan ?!"

     " Oh ya, ma'af, sekarang saya sudah pindah tempat tinggal, jadi nggak pernah ke pasar ini lagi. " jawab saya.

     " Oh pantesan, ya sini beli, mumpung mampir kesini !"

     " Tapi dimurahin ya " selorohku.

     Dan masih banyak lagi cerita -- cerita hubungan impersonal yang menjadi persahabatan akrab seperti itu. Bahkan sebagian diantara pedagang juga ada perkumpulan arisan. Bila mereka punya hajat, juga saling mengundang.

     Tapi yang sangat menyentuh hati, ketika kami membeli kueh apem pada seorang ibu si mbok tua. Oh ya, salah satu ciri khas pasar tradisional adalah masih adanyan ibu-ibi atau simbok -- simbok tua yang menjadi pedagang, terutamapedagang jajanan pasar tradisonal, seperti apem, lapis, cethil dan sebagainya. Waktun itu kami mendatangi si mbok pedagang kueh apemyang dulu sering kam mampir membelinya, dia bilang begini ;

     " Sekarang sudah jarang kemari ya bu, tidak seperti dulu ? " keluhnya

     " Ya mbok, sejak bapak tiada jarang kemari untuk membeli apem kegemaran bapak ." jawab istriku.

     Dalam hati aku berdo'a, semoga dagangan simbok itu tetap laris walaupun kami sudah jarang membeli lagi. Begitulah, pasar tradisional punya banyak kenangan hubungan impersonal yang menjadi personal yang tak mungkin bisa ditemui di pusat -- pusat perbelanjaan modern seperti mal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun