Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wisuda, Keinginan Keriangan Anak?

20 Juni 2023   09:11 Diperbarui: 20 Juni 2023   09:28 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari Gambyong pada acara wisuda ( sumber; foto dok.pribadi )

     Untuk masalah wisuda atau perpisahan, ini ibarat sekolah sedang punya " hajat ". Mau dibuat meriah atau sederhana tidak masalah. Untuk acara perpisahan ini, siswa memang dibebani biaya, untuk perlengkapan; pasang atau sewa tarub, sewa kursi dan konsumsi untuk mereka dan orang tuanya. Sedangkan untuk acara, biaya bisa ditekan, sound sistem sekolah punya, acara hiburan di isi dari anak-anak sendiri. Adapun untuk kostum, mereka juga ditawari pilihan, mau seragam resmi OSIS atau yang lain, karena mereka ingin suasana yang beda, mereka umumnya pilih yang lain, misalnya kebaya. Ini pun tidak saklek, harus kebaya model begini. Bebas, gamis juga boeh. Seragam resmi OSIS juga pernah diterapkan. Yang namanya perayaan, sekecil apapun, biaya ya tetap tak bisa dihindari. Dan seandainya mau dibuat sederhana sekali, juga bisa.

" sepuluh Besar " tampil dipanggung  dengan " background " orang tua wali murid pada acara wisuda ( sumber; foto dok. pribadi )

" Bayar SPP ? "

BILA kegiatan study tour dan wisuda dikaitkan denga pembiayan lain disekolah sehingga memberatkan, mari kita telisik bersama tentang keuangan disekolah dan peran komite. Untuk sekolah negeri, orang tua tidak dibebani SPP anaknya, karena sudah ditanggung dengan uang BOS ( Bantuan Operasional Sekolah ), swasta " murni " juga demikian, beda ceritanya untuk swasta yang punya label khusus, misalnya fullday school, atau boarding school atau sekolah-sekolah IT. Tentu saja mereka juga di " bebani " uang pangkal, atau uang gedung atau uang pengembangan. Ini wajar saja, mereka menempati suatu tempat bary, bila kmudian diminta kontribusi biaya perawatan atau pengembangan, walaupun sekolah juga memiliki RAPBS yang nantinya diajukan ke pemerintah untuk dana pembiayaan fisik, tapi kan tidak semua aspek bisa tercover dalam RAPBS dan juga butuh waktu. Ada hal-hal yang bersifat darurat atau insidental yang harus segera ditangani, dan itu sumbernya dari uang bantuan wali murid itu tadi yang dirembug bersama dengan komite sekolah. Dan sistem pembayaran uang pengembangan ini juga dicicil, jadi tidak memberatkan. Dan " penarikan " uang pembangunan ini " diridhoi " oleh pemerintah dengan syarat; besaran nominalnya suka rela, dan dikelola oleh komite.

     Biaya les, ini bersifat personal sekali, karena sekolah tidak mewajibkan les, apa lagi berbayar. Dan perlu diketahui, sejak tidak ada Ebtanas, animo masyarakat terhadap les dan bimbel sudah jauh berkurang sekali bahkan nyaris nol. Karena untuk apa ??? Yang ada sekarang kebanyakan adalah BIMBA bagi anak-anak usia SD yang biasanya karena mereka masih kesulitan membaca dan berhitung , lalu orang tua berinisiatif untuk masuk bimbingan seperti itu. Tapi itupun bisa dihitung dengan jari. Atau sekarang banyak juga TPQ, tapi itupun atas kemauan orang tua sendiri, sudah diluar sekolah.

     Selain anak sekolah digratiskan dari SPP, pemerintah juga memberikan bantuan melalui KIP ( Kartu Indonesia Pintar ). Tapi tentu saja KIP ini tidak semua, terbatas kuota dan berdasarkan kriteria kurang mampu atau kurang sejah tera. Bahkan sekolah tidak punya hak sama sekali untuk mementukan siswanya agar dapat KIP sebab berdasarkan data dari desa, pemerintah menentukan siapa yang akan mendapatkan bantuan tersebut. Dan KIP ini bersifat bekelanjutan, artinya dari SD terus berlanjut sampai SLTA. Sedikit koreksi, kalaupun ada KETIDAK TEPATAN SASARAN, itu terletak pada kinerja perangkat desa, sebagai sumber data primer. Misal perangkat tidak meranking, asal didata saja, padahal kuota terbatas. Misalnya perangkat mengajukan data sebanyak limaratus anak, padahal kuota turun hanya sebanyak tigaratus anak, berarti dua ratus anak tersingkir, boleh jadi diantara yang dua raus anak itu ada yang lebih tidak mampu dibanding yang menerima. Kesalahan kedua, kemungkinan terletak pada praktik yang tidak benar dalam mengumpulkanndata, misal adanya kolusi karena keterdekatan dengan perangkat ( masih famili) dan itu sangat mungkin terjadi ( ingat kasus-kasus BLT pad jaman Presiden SBY dulu )

     Selain itu juga ada bantuan lain, yaitu dari BAZNAS . sekali lagi ini tentu tidak semua, tentu bagi meka yang tidak mampu. Sekolah juga mencoba pemerataan, yang sudah dapat KIP tidak direkomendasikan untuk menerima BAZNAS. Ditempat kami, guru-guru juga menyediakan infak yang dipotong dari gaji mereka secara sukarela untuk membantu anak-anak, misal ada yang sakit dan opname dirumah sakit, atau kondisi darurat lainnya. Jadi biaya pendidikan anak sekarang relatif ringan ya. Kalau untuk keperluan belajar mereka ya harus bayar, misal pelajaran prakarya untuk membuat hasta karaya ya perlu keluar duit, atau tata boga, praktik masak, tentu perlu duit juga , tapi kan tidak banyak karena bersifat kolektif dan tidak setiap  saat praktik.

     Namun sekali lagi, bila legiatan study tour dan wisuda itu memberatkan, ya boleh dimusyawarahkan untuk ditiadakan. Dan bagi sekolah itu tidak masalah, ( buktinya waktu corona dulu tidak ada kedua kegiatan tersebut dan baik-baik saja ) sebab itu memang bukan masalah yang haqiqi atau esensial sifatnya, malah mengurangi " kerepotan dan kesibukan " volume kerja bapak dan ibu guru serta karyawan. Jadi menurut saya pribadi, masalah wisuda dan study tour itu  TIDAK PERLU DIRIBUTKAN, bila tidak setuju di " delete " saja, karena itu HANYA AKSESORIS yang bila suka boleh dipakai, bila tidak suka boleh dibuang. Sederhana kan, kenapa ribut ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun