Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wisuda, Keinginan Keriangan Anak?

20 Juni 2023   09:11 Diperbarui: 20 Juni 2023   09:28 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari Gambyong pada acara wisuda ( sumber; foto dok.pribadi )

WAKTU itu, rekan kami, sebagai pembina OSIS, baru saja mengadakan " meeting " dengan anak-anak sehubungan dengan acara perpisahan ( wisuda ) yang akan dilakukan besok hari. Ketika disampaikan bahwa acara " naik panggung " untuk dikalungi " shamir " oleh wali kelas, hanya perwakilan saja agar tidak memakan waktu.

     " Yaaa .............! " mereka serentak bersuara dengan nada yang kecewa sekali.

     " Masa' sih Bu, udah pada capek-capek dandan dan tiga tahun sekolah disini, tampil dipanggung sekali aja nggak boleh ! " protes seorang anak lugas dan pedas

     " Iya sih buuu ....! " teman-teman yang lain ngompori

     Itu info dari Ibu Guru rekan kami yang jadi pembina OSIS diruang guru setelah " meeting " dengan anak-anak itu tadi. Akhirnya, mau tidak mau, keputusan rapat dengan dewan guru " direvisi " untuk mengakomodir keinginan " terakhir " anak-anak. Karena terus terang saja, kami juga tidak sampai hati membuat hati anak kecewa seperti itu, pada acara yang semestinya mereka bergembira ria.

Ada yang salah ?

SETELAH menyimak dua kasus nyata tersebut, mari kita renungi sejenak, adakah yang salah pada kedua kasus tersebut ? Kasus pertama, anak-anak kecewa karena tidak ada acara study tour, sebab waktu itu memang masih corona. Masuk sekolah juga masih dibatasi baik waktunya  maupun jumlah siswanya, karena harus jaga jarak.Mereka merasa kehilangan salah satu " kesempatan terindahnya " dari masa-masa bersekolah di SMP tersebut. Dan acara wisuda, bagi mereka juga ditiadakan waktu itu. Sehinga mereka benar-benar pergi tanpa kesan meninggalkan sekolahnya

     Dan pada kasus kedua ini, dua tahun berselang setelah kasus yang pertama itu tadi, karena sudah normal, acara perpisahan atau wisuda sudah boleh dilakukan. Tapi mereka " hampir " kecewa bila tidak bisa tampil diatas panggung, walau hanya sekedar dikalungi shamir oleh guru wali kelasnya. Tapi ternyata bagi mereka itu suatu moment yang menggembirakan juga. Tak sampai hatilah kami untuk tidak menuruti keinginan mereka, mereka sudah berusaha berpenamilan semenarik mungkin.

Tari Gambyong pada acara wisuda ( sumber; foto dok.pribadi )
Tari Gambyong pada acara wisuda ( sumber; foto dok.pribadi )

     Kalau dilihat dari sudut perasaan dunia mereka, dunia anak, tentu tidak ada yang salah. Tapi persoalannya yang ramai dipermasalahkan oleh para orang tua adalah kaitannya dengan biaya. Baiklah, mari kita tengok masalah pembiayaan disekolah, namun ini hanya sekedar gambaran saja yang terjadi ditempat kami mengajar, jadi jangan digeneralisasikan agar tidak salah paham.

     Pertama, berkaitan dengan study tour. Ini memang butuh banyak biaya. Sekolah mengambil kebijakan, sejak kelas dua digerakan untuk menabung disekolah tiap bulannya, sehingga nanti saatnya study tour tinggal menambah kekurangannya saja jadi tidak berat sekali. Namun yang perlu diketahui juga, kegiatan ini berifat " sunah " alias suka rela, tidak memaksa yang sebelumnya sudah diedarkan angket buat orang tua mereka. Bagi orang tua yang berkeberatan, ya tidak apa-apa anaknya tidak ikut study tour ( walaupun lagi-lagi orng tua biasanya juga nggak sampai hati, tapi secara prinsip ini bukan wajib, seandainya tidak ikut juga tidak ada sanksi apapun dari sekolah ). Catatan kedua, pada study tour yang terakhir kami lakukan, biro juga punya empaty, memberikan " voucher gratis " pada empat orang anak yang tidak mampu dan anak yatim. Memang , itu mungki tidak seberapa, tapi setidak-tidaknya ada rasa kepedulian. Dan sekolah juga pernah membantu meringankan biaya pada anak yang benar-benar kurang mampu, tentu tidak semua ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun