Mohon tunggu...
Ruminto
Ruminto Mohon Tunggu... Guru - Back to Nature

Senang membaca dan menulis, menikmati musik pop sweet, nonton film atau drama yang humanistik dan film dokumenter dan senang menikmati alam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Makam Keramat

11 Maret 2023   10:26 Diperbarui: 11 Maret 2023   10:48 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Jalan terasa grenjal – grenjul, tak mulus lagi, sebab sudah memasuki kampung pedalaman dikaki bukit, Maryo pun merasa perjalanan gendeng ini sudah mendekati tempat tujuan.

*

SENJA sudah menjadi gelap, ketika sudah sampai ditempat tujuan. Sebuah dusun kecil terpencil dan berbukit-bukit. Ada rumah kecil sederhana tak bertetangga. Dalam perjalanan mendekati tempat tujuan ini, Maryo juga sempat melihat beberapa rumah, tapi saling berjauhan. Dan bagi temannya Maryo itu,kedatangannya kali ini adalah untuk yang kedua kalinya, saatnya untuk tirakat.

          Sebagai botoh, Maryo hanya nderek mawon pada teman jagonya itu. Ketika masuk kedalam rumah, Maryo ikut saja dan duduk manis seperti patung. Cuma jadi penonton. Tapi hatinya tetap waras dan bisa jaga jarak dari suasana sakral mistis, karena tidak punya kepentingan apapun.

          “ Mbah, saya datang kesini mau tirakat, karena mau njago lurah lagi.Mohon doa restunya mbah, supaya berhasil. Semua uba rampe tirakat masa borong saya pasrahkan sama mbah !” ucapnya sambil menyorongkan amplop tebal.

          Maryo hanya melirik, dalam hati menebak, berapa juta harga tempat keramat ini ?

          “ Nggih kisanak, kula tampi. Kabeh uba rampe tirakat sampun pepak cemawis. Mangga kula derekaken minggah wonten nginggil !” jawab juru kunci makam.

          Mereka bertiga menyusuri jalan setapak naik keatas bukit, walau tidak tinggi – tinggi sekali, tapi jalannya naik turun. Juru kunci jalan didepan membawa obor. Maryo berjalan paling belakang. Dalam perjalanan itu, tak ada sepatah kata pun yang terucap atau terdengar. Benar – benar terkesan wingit.

          Sampai didepan cungkup makam, mereka berhenti. Sang juru kunci makam duduk bersila bersemedi. Diikuti oleh mereka berdua. Maryo ikut saja, tapi benar – benar tanpa penjiwaan dalam memainkan perannya itu.  Setelah selesai sang juru kunci membalikan badan menghadap mereka berdua seraya berkata ;

          “ Ki sanak, saya sudah menyerahkan kisanak pada Mbah Singadirja. Silakan masuk dan tunggu sampai datang wisik !”

          Sang juru kunci pergi. Kedua orang itu lalu perlahan masuk. Sesampai didalam makam, Maryo terkejut, ternyata sudah ada beberapa orang yang duduk mengitari makam di situ. Ada berapa orang Maryo tidak tahu persis, karena agak remang serta tak mungkin disamping juga tak perlu menghitung atau mengabsensi mereka satu persatu. Untuk apa ? . Makam diterangi dengan  lampu yang tidak besar watt-nya, yang sepertinya dinyalakan dari bawah sana dan menyala hanya pada waktu-waktu tertentu saja, tebak  Maryo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun