Mohon tunggu...
Rumeta Floriansari Iriawan
Rumeta Floriansari Iriawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

hai there !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengembangan Revolusi Hijau dan Penggunaan Bahan Alternatif Ramah Lingkungan dalam Konstruksi Bangunan di Indonesia

22 Oktober 2024   13:29 Diperbarui: 22 Oktober 2024   13:53 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Mengingat adanya fenomena Global Warming yang semakin meningkat setiap tahunnya, berbagai industri dan konstruksi didorong untuk menggerakkan Revolusi Hijau. Dengan kata lain, industri dan konstruksi harus mampu berinovasi dalam menciptakan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Tujuannya yaitu untuk melestarikan lingkungan serta mengantisipasi Global Warming.

Revolusi Hijau merujuk pada serangkaian perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan keberlanjutan lingkungan. Di Indonesia, konsep ini tidak hanya terbatas pada sektor pertanian, tetapi juga meluas ke berbagai sektor, termasuk konstruksi. 

Dengan meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim dan dampak negatif dari pembangunan yang tidak berkelanjutan, penggunaan bahan alternatif ramah lingkungan dalam konstruksi bangunan menjadi semakin penting.

Revolusi hijau dan penggunaan bahan alternatif ramah lingkungan dalam dunia konstruksi bangunan merupakan salah satu topik menarik yang sedang banyak dibicarakan dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan sektor konstruksi yang ramah lingkungan telah membawa perubahan signifikan pada bagaimana kita mendesain dan membangun infrastruktur.

Revolusi Hijau di Indonesia 

Dalam jurnal Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial Ekonomi Petani Wanita di Kabupaten Sleman tahun 1970-1984 (2015) karya Zuminati Rahayu, Revolusi Hijau pada awalnya diperkenalkan oleh Norman Barloug pada tahun 1968. Penerapan Revolusi Hijau di Indonesia terjadi pada masa Orde Baru. 

Pada tahun 1970 hingga 1980, pemerintahan Orde Baru melakukan investasi besar-besaran terhadap sektor pertanian dan terus berkembang hingga saat ini. Konstruksi bangunan sebagai salah satu sektor yang menyerap banyak sumber daya dan energi harus mengikuti jejak ini.

Perubahan iklim, polusi, dan penurunan sumber daya alam menuntut industri konstruksi untuk mencari solusi yang lebih berkelanjutan. Penggunaan bahan-bahan ini tidak hanya mengurangi jejak karbon tetapi juga menawarkan manfaat jangka panjang bagi kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan. Proses urbanisasi yang cepat di berbagai negara telah meningkatkan permintaan akan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. 

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang, konsep Bangunan Hijau atau Green Building sudah sejak lama diadopsi dalam kebijakan pembangunan mereka.

Contoh dari beberapa penerapan Revolusi Hijau dalam konstruksi bangunan di beberapa negara yaitu dengan penggunaan beton hijau, yang memiliki kandungan emisi CO2 lebih rendah dibandingkan beton konvensional, penerapan standar ketat terkait efisiensi energi dan lingkungan di Eropa, proyek Passive House di Jerman, perluasan penggunaan material kayu sebagai bahan utama pada konstruksi bangunan di negara-negara Skandinavia, dan penggunaan teknologi Green Roof atau Atap Hijau juga telah banyak diadopsi di berbagai wilayah perkotaan di Asia, khususnya di Singapura dan Jepang.

Bahan Alternatif Ramah Lingkungan dalam Konstruksi Bangunan di Indonesia

Konstruksi ramah lingkungan atau Green Building adalah pendekatan yang bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sepanjang siklus hidup bangunan. Ini mencakup pemilihan bahan yang berkelanjutan, efisiensi energi, pengelolaan air, dan kualitas udara dalam ruangan. Di Indonesia, beberapa inisiatif telah dilakukan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ini dalam sektor konstruksi. 

Sedangkan beberapa contoh pemanfaatan bahan alternatif ramah lingkungan diantaranya sebagai berikut.

a. Bambu

Bambu dikenal sebagai salah satu bahan yang paling cepat tumbuh di dunia. Pertumbuhannya yang cepat, sekitar 3-5 tahun hingga bisa dipanen, menjadikannya pilihan yang berkelanjutan dibandingkan dengan kayu keras konvensional yang memerlukan puluhan tahun untuk tumbuh. 

Selain itu, bambu memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi daripada baja, serta kekuatan tekan yang setara dengan beton, menjadikannya material yang ideal untuk berbagai aplikasi konstruksi, termasuk struktur rangka, dinding, dan lantai. Bambu juga dapat tumbuh di berbagai kondisi iklim dan tanah, yang berarti dapat dibudidayakan di banyak tempat, mengurangi biaya transportasi dan jejak karbon terkait.

b. Beton

Selain bambu, beton ramah lingkungan atau geopolymer menjadi sorotan. Beton tradisional, terutama semen portland, adalah salah satu sumber utama emisi CO2 global karena proses produksinya yang intensif energi. Geopolymer, di sisi lain, dibuat dari bahan limbah industri seperti fly ash dan slag, yang mengurangi kebutuhan semen portland. 

Penelitian menunjukkan bahwa geopolimer tidak hanya mengurangi emisi CO2 hingga 80% dibandingkan dengan beton tradisional tetapi juga menawarkan ketahanan yang lebih baik terhadap bahan kimia dan suhu tinggi, serta memiliki umur pakai yang lebih panjang. Dalam penerapan material ramah lingkungan pada konstruksi beton, ada beberapa persyaratan teknis yang perlu diperhatikan:

  • Komposisi Beton Hijau (Green Concrete)

Beton hijau menggunakan bahan seperti Fly Ash, slag, atau bahan daur ulang lainnya sebagai pengganti sebagian semen portland, yang mengurangi emisi karbon selama produksi dan pemakaian beton.

  • Penggunaan Fly Ash                                  

Fly Ash sebagai bahan pengikat alternatif tidak hanya mengurangi jumlah semen yang digunakan, tetapi juga meningkatkan performa beton, termasuk ketahanan terhadap sulfat dan pengurangan permeabilitas.

  • Pengelolaan Air                            

Penggunaan air dari sumber yang efisien, seperti air hasil pengolahan limbah industri, untuk pencampuran beton adalah salah satu cara mengurangi pemakaian air bersih.

  • Penggunaan Serat Alami                      

Serat alami, seperti serat kelapa atau bambu, dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan mekanis beton sekaligus mengurangi jejak karbon dari bahan sintetis.

c. Insulasi Berbasis Serat Alami

Insulasi berbasis serat alami juga menjadi pilihan populer dalam konstruksi bangunan ramah lingkungan. Bahan seperti wol domba, serat kelapa, dan selulosa tidak hanya memiliki sifat insulasi termal yang baik, tetapi juga mampu menyerap dan melepaskan kelembapan, membantu mengatur iklim dalam ruangan dan meningkatkan kualitas udara. 

Insulasi berbasis serat alami juga biodegradable, yang berarti dapat terurai secara alami tanpa meninggalkan jejak polusi.

d. Teknologi Energi Terbarukan 

Selain bahan bangunan, teknologi energi terbarukan seperti panel surya dan sistem energi angin juga memainkan peran penting dalam konstruksi bangunan ramah lingkungan. Integrasi panel surya pada atap dan fasad bangunan memungkinkan bangunan untuk menghasilkan listrik sendiri, mengurangi ketergantungan pada sumber energi tidak terbarukan.

Pentingnya Revolusi Hijau dan Penggunaan Material Ramah Lingkungan

Mengalihkan pandangan ke Indonesia, Revolusi Hijau dalam teknik sipil maupun dunia konstruksi masih berada dalam fase perkembangan. Pemilihan material bahan bangunan berpengaruh pada konsumsi energi bangunan tersebut. 

Pada saat didirikan, konsumsi energi bangunan tersebut berkisar antara 5-13% sedangkan 87-95% merupakan angka konsumsi energi bangunan selama masa hidup bangunan tersebut.

 Urgensi penggunaan material ramah lingkungan dalam dunia konstruksi sangat penting, terutama mengingat besarnya skala dari setiap proyek yang ada di Indonesia dan dampak potensial terhadap lingkungan di sekitarnya.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan, pendekatan ini tidak hanya mendukung upaya mitigasi perubahan iklim tetapi juga menciptakan fondasi yang lebih kokoh bagi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. 

Penggunaan material ramah lingkungan dalam dunia konstruksi juga sejalan dengan tujuan global untuk mengurangi emisi karbon dan meminimalkan dampak lingkungan dari proyek infrastruktur besar.

Meskipun sudah ada beberapa inisiatif dan proyek yang mempromosikan pembangunan hijau, tantangan-tantangan dalam penerapan hal ini tidak mudah dan membutuhkan kerja sama antar tokoh masyarakat yang ada.

Tantangan dan Peluang

Implementasi bahan alternatif ramah lingkungan dalam konstruksi di Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan, seperti:

  • Kurangnya Kesadaran

Masih banyak pelaku industri konstruksi yang belum sepenuhnya menyadari manfaat bahan ramah lingkungan.

  • Biaya Awal atau Biaya Produksi yang Lebih Tinggi

Investasi awal untuk menggunakan teknologi dan bahan ramah lingkungan sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan bahan konvensional. Material ramah lingkungan sering kali memerlukan proses produksi yang lebih kompleks dan biaya yang lebih tinggi dibandingkan material konvensional.

  • Regulasi yang Belum Mendukung

Kebijakan dan regulasi yang ada belum sepenuhnya mendukung adopsi praktik konstruksi berkelanjutan.

  • Ketersediaan Bahan 

Tidak semua material ramah lingkungan tersedia secara merata di seluruh wilayah, yang dapat membatasi penerapannya di lokasi tertentu.

  • Kurangnya Pengetahuan dan Pengalaman 

Implementasi material ramah lingkungan masih memerlukan peningkatan pengetahuan dan pengalaman di kalangan profesional konstruksi, yang kadang-kadang bisa menjadi hambatan.

Namun, peluang untuk pengembangan inisiatif hijau sangat besar, terutama dengan meningkatnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Program pendidikan dan pelatihan juga dapat membantu meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam penggunaan bahan alternatif.

Dampak terhadap Lingkungan Sekitar 

Penggunaan material ramah lingkungan dalam dunia konstruksi bangunan memiliki berbagai dampak positif, antara lain :

  1. Pengurangan Emisi Karbon

Dengan mengurangi penggunaan semen dan memanfaatkan material daur ulang, emisi karbon dari proses konstruksi dapat diminimalkan. Material ramah lingkungan, seperti bambu atau beton daur ulang, seringkali memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan material konvensional, membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.

  1. Peningkatan Keberlanjutan

Penggunaan material ramah lingkungan mendukung upaya keberlanjutan dengan mengurangi dampak negatif konstruksi terhadap lingkungan dan mengonservasi sumber daya alam untuk generasi mendatang.

  1. Pelestarian Ekosistem

Dengan pendekatan yang cermat, dampak negatif terhadap ekosistem di sekitar lokasi pembangunan bendungan dapat dikurangi, termasuk penurunan risiko polusi dan perubahan ekosistem air.

Revolusi Hijau di Indonesia membuka jalan bagi perubahan yang lebih berkelanjutan dalam sektor konstruksi. Dengan mengadopsi bahan alternatif ramah lingkungan, industri konstruksi tidak hanya dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

Melalui kolaborasi antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat, masa depan konstruksi di Indonesia dapat menjadi lebih hijau dan berkelanjutan. 

Penggunaan material ramah lingkungan dalam konstruksi bangunan, seperti yang diterapkan pada Bendungan Shihmen di Taiwan, merupakan langkah penting menuju pembangunan yang berkelanjutan. Dengan pendekatan yang tepat, manfaat lingkungan dan keberlanjutan dari bahan-bahan ini dapat dioptimalkan, dan dampak negatifnya dapat diminimalkan. 

Artikel ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berguna bagi para profesional di bidang konstruksi untuk mengadopsi praktik-praktik yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam dunia konstruksi Indonesia, demi masa depan yang lebih baik dan lebih hijau.

Dengan adanya referensi konsep dan teori yang telah diterapkan dalam beberapa studi kasus, diharapkan kedepannya Indonesia dapat menerapkan teknologi tersebut untuk menunjang pembangunan berkelanjutan, tentunya dengan mempertimbangkan dari sisi kelayakan projek dan sumberdaya yang dimiliki.

Sumber Bacaan 

Billy M Ramadhan, I. G. (26 Agustus 2021). PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN PADA. Rekayasa Lingkungan Terbangun Berbasis Teknologi Berkelanjutan.

go.id, D. (2024). Penggunaan Material Ramah Lingkungan dalam Konstruksi Bendungan Beton. https://dpu.kulonprogokab.go.id/detil/1284/penggunaan-material-ramah-lingkungan-dalam-konstruksi-bendungan-beton#.

Imran, M. (2019 Oktober). MATERIAL KONSTRUKSI RAMAH LINGKUNGAN. Material Konstruksi Ramah Lingkungan dengan Penerapan Teknologi Tepat Guna.

University, B. (2022). Global Warming dan Peningkatan Urgensi Revolusi Hijau dalam Civil Engineering.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun