Mohon tunggu...
Rumah Belajar BEM UI
Rumah Belajar BEM UI Mohon Tunggu... Lainnya - -

Rumah Belajar (Rumbel) BEM UI merupakan salah satu program kerja Departemen Sosial Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI) yang bergerak di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Pendidikan Berkualitas untuk Anak

29 Oktober 2020   13:49 Diperbarui: 29 Oktober 2020   14:30 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerja anak sendiri sebenarnya bermula dari budaya membantu orang tua. Namun, makin lama pekerja anak menjadi alternatif utama anak-anak yang putus sekolah. Beberapa orang tua bahkan menganggap pendidikan tidak penting karena ilmu bisa didapat lewat bekerja. Selain itu, dengan bekerja, anak dapat mengurangi beban ekonomi orang tua dan menambah penghasilan keluarga. Contoh konkretnya, di Desa Kampung Beru, Kecamatan Takalar, pendidikan dianggap bukan solusi meningkatkan taraf hidup (Lisa Hikmah, 2016). Menurut penduduk, lebih baik anak bekerja dan menjadi mandiri, lagipula pekerjaan yang tersedia di desa itu, seperti petani, hanya membutuhkan fisik dan tidak terlalu memerlukan kemampuan otak. Rupanya, pada masyarakat tradisional, anak hanya dianggap sebagai aset ekonomi yang dapat dan sebisa mungkin ikut dalam peran ekonomi. 

Alasan-alasan tersebut menyebabkan  jumlah pekerja anak di Indonesia semakin banyak dari tahun ke tahun. Pekerja anak sendiri adalah pekerja yang berumur 10-17 tahun. Pada tahun 2017 terdapat 1,2 juta pekerja anak di Indonesia, dan meningkat 0,4 juta atau menjadi sekitar 1,6 juta pada tahun 2019 (BPS, 2019). Selain itu, survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS 2019 mendata masih ada sekitar 1,6 juta anak berusia 10-17 tahun yang "terpaksa" bekerja. Hal tersebut membuktikan betapa terpuruknya keadaan 1,6 juta anak-anak Indonesia, dimana karena alasan ekonomi, mereka harus mengorbankan masa pertumbuhannya yang seharusnya mendapatkan pembelajaran menjadi mencari nafkah. Data di bawah ini menunjukkan jumlah pekerja anak tertinggi di beberapa daerah di Indonesia:


tabel-5-jpg-5f9a6ee3c26b7755023a1e82.jpg
tabel-5-jpg-5f9a6ee3c26b7755023a1e82.jpg
Sumber: SUSENAS BPS 2019, diolah oleh Lokadata.id

 

Tingginya jumlah peserta didik yang putus sekolah dan yang menjadi pekerja anak ikut andil dalam jumlah individu yang berhasil sampai di bangku kuliah. Dari sekian banyak masyarakat Indonesia yang berusia kuliah, pada 2018 hanya terdapat 8 juta orang yang berhasil meraih pendidikan tinggi. Berikut daftar jumlah mahasiswa di Indonesia:


tabel-6-jpg-5f9a6f90c26b770d4c2c80c2.jpg
tabel-6-jpg-5f9a6f90c26b770d4c2c80c2.jpg
Dari data-data tersebut, terlihat bahwa pendidikan di Indonesia belum setara baik secara kualitas maupun kuantitas. Ketidaksetaraan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari faktor sosial dan ekonomi. Mulai dari jumlah fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik beberapa daerah yang lebih memadai dibandingkan daerah lainnya, akses terhadap pendidikan yang masih sulit bagi sebagian masyarakat, sampai tingginya angka putus sekolah yang kemudian secara tidak langsung berpengaruh terhadap jumlah pekerja anak. Padahal, seperti yang ada di dalam U No. 23 Tahun 2002 Pasal 9 (1), setiap anak berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini menjadi suatu kontradiksi yang seharusnya bisa diperbaiki, mengingat anggaran pendidikan yang semakin naik setiap tahunnya. Hal  ini merupakan masalah besar yang harus dibenahi di Indonesia agar kesenjangan sosial semakin berkurang, sehingga upaya untuk menyejahterakan rakyat dapat lebih terealisasi. Diperlukan tindakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat yang masih merasakan kesenjangan pendidikan ini melalui keleluasaan akses maupun metode pembelajaran alternatif agar kesempatan belajar yang menjadi hak setiap anak dapat terealisasikan.

Referensi

  1. Hikmah, Lisa. 2016. Kemiskinan dan Putus Sekolah. Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi. https://media.neliti.com/media/publications/61063-ID-kemiskinan-dan-putus-sekolah.pdf
  2. Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2019, Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id
  3. Statistik Pendidikan Tinggi Tahun 2018. Kemenristekdikti. https://pddikti.kemdikbud.go.id.
  4. Andini, Ayu. Syaifudin, Nanang. 2020. Pekerja anak di Indonesia masih jauh dari nol. Lokadata.id. https://lokadata.id/artikel/pekerja-anak-di-indonesia-masih-jauh-dari-nol
  5. Prihatini, Eneng Nurul. 2020. Kesenjangan Dalam Dunia Pendidikan Indonesia. Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com/enengnurulprihatini/5e9168eb097f361d2e20d465/kesenjangan-dalam-dunia-pendidikan-indonesia
  6. Putra, Ilham Pratama. 2020. 4,3 Juta Siswa Putus Sekolah di 2019. Medcom.id. https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/9K50Pl3k-4-3-juta-siswa-putus-sekolah-di-2019#:~:text=Jakarta%3A%20Kementerian%20Perencanaan%20Pembangunan%20Nasional,putus%20sekolah%20di%20berbagai%20jenjang
  7. Valenta, Elisa. 2019. Infografik: Anak-anak yang putus sekolah. Lokadata.id. https://lokadata.id/artikel/infografik-anak-anak-yang-putus-sekolah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun