Mohon tunggu...
Rumah Belajar BEM UI
Rumah Belajar BEM UI Mohon Tunggu... Lainnya - -

Rumah Belajar (Rumbel) BEM UI merupakan salah satu program kerja Departemen Sosial Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI) yang bergerak di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Pendidikan Berkualitas untuk Anak

29 Oktober 2020   13:49 Diperbarui: 29 Oktober 2020   14:30 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah proses belajar seseorang untuk mendapat nilai, norma, dan pengetahuan yang baru. Mendapatkan pendidikan adalah hak setiap anak-anak bangsa. UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 9 (1) menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain itu, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/TPB (Sustainable Development Goals/SDGs) tepatnya pada Tujuan ke-4 juga menyebutkan hal ini. Tujuan ke-4 yaitu menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.

Sayangnya, meskipun sudah dilakukan berbagai upaya, sampai sekarang pun pendidikan di Indonesia masih mengalami kesenjangan baik secara kualitas pendidikan maupun kuantitas peserta didik. Dalam pendidikan, faktor utama yang menyebabkan kesenjangan adalah ekonomi dan sosial. Kesenjangan sosial sendiri merupakan keadaan yang tidak diharapkan dan terjadi perbedaan mencolok antarkelas sosial.

Jumlah sekolah yang ada di Indonesia sudah berjumlah cukup banyak hingga mencapai puluhan ribu. Namun, kuantitas yang banyak tidak selalu mencerminkan kualitas yang baik. Oleh karena itu, pemerintah terus berusaha mencoba berbagai hal untuk meningkatkan kualitas sekolah. Salah satu upaya tersebut dapat kita cermati dalam Surat Edaran Mendagri nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan SD. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pemerintah akan melakukan penggabungan atau regrouping terhadap sekolah dasar. Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk  menghemat biaya pendidikan dan menciptakan proses belajar yang efektif di sekolah. Selain itu, kebijakan ini nantinya diharapkan dapat menjadi solusi atas masih kurangnya  jumlah pengajar di setiap sekolah. Namun, kebijakan ini mengakibatkan jumlah SD negeri berkurang. Walaupun demikian, jumlah sekolah tidak lantas semakin sedikit, karena pihak swasta pun terus membangun sekolah untuk menggantikan sekolah negeri yang jumlahnya berkurang.  Berikut data jumlah sekolah yang ada di Indonesia pada tahun 2019:

tabel-1-5f9a695ac26b7755d50b29d2.jpg
tabel-1-5f9a695ac26b7755d50b29d2.jpg
Pada tahun ajaran 2012/2013, jumlah SMA masih lebih banyak daripada SMK. Namun, pada tahun ajaran 2016/2017, keadaan menjadi terbalik. Jumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) menjadi lebih banyak daripada SMA. Hal ini disebabkan oleh jumlah pengangguran yang masih tinggi, sehingga pemerintah berharap pembangunan SMK yang semakin banyak dapat menjadi wadah bagi mereka yang ingin langsung masuk ke dunia kerja. Pembangunan SMK yang lebih banyak juga sangat didukung oleh masyarakat, khususnya kecamatan yang belum memiliki sekolah. Berikut adalah perkembangan jumlah sekolah menengah atas maupun kejuruan.

grafik-1-5f9a69f18ede4818c273db73.jpg
grafik-1-5f9a69f18ede4818c273db73.jpg
Seperti angka sekolah dasar yang mendominasi jumlah sekolah di Indonesia, jumlah peserta didik sekolah dasar pun paling banyak di Indonesia. Berikut data jumlah peserta didik di Indonesia pada tahun ajaran 2017/2018 dan 2018/2019, terdapat penurunan pada peserta didik SD dan SMP, serta peningkatan pada peserta didik SMA dan SMK:

tabel-2-5f9a6a178ede483ed5716502.jpg
tabel-2-5f9a6a178ede483ed5716502.jpg
Dari data di atas, terlihat bahwa tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama memiliki jumlah peserta didik yang paling banyak. Hal ini dapat dikaitkan dengan masyarakat yang belum mengikuti program wajib belajar 12 tahun, melainkan baru mengikuti program wajib belajar 9 tahun. Program wajib belajar 12 tahun yang belum berhasil diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia, meningkatkan peluang putus sekolah. Potensi terbesar putus sekolah sendiri berada di usia 15-16 Tahun, yaitu peserta didik yang baru lulus SMP. Seperti yang dikatakan oleh Amich Alhumami, Direktur Pendidikan dan Agama Kementerian PPN/ Bappenas, “Paling aman dari SD sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), mungkin karena kita sudah wajib belajar sembilan tahun. Tapi di SMA paling banyak,".

 Kualitas pendidikan di Indonesia yang masih belum setara serta biaya menjadi faktor penting mengapa banyak peserta didik yang putus sekolah.  Pada tahun 2019, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) sendiri mengungkapkan data angka anak putus sekolah di Indonesia. Ada sekitar 4,3 juta siswa di Indonesia putus sekolah di berbagai jenjang. 54% diantaranya karena ekonomi, mereka tidak punya biaya dan harus bekerja, sisanya karena cacat tubuh dan pernikahan usia dini.  Angka putus sekolah terbesar berada di pulau Jawa. Separuh dari 4,3 juta siswa putus sekolah berada di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. “Angka partisipasi kasar di Jawa Barat 77,82% dan di Jawa Timur 84,80%. Angka ini tergolong besar ketika melihat jumlah penduduk mereka yang usia sekolah” ujar Amich. Data angka putus sekolah dapat dilihat di bawah ini:

tabel-3-5f9a6a32c26b777d11389c92.jpg
tabel-3-5f9a6a32c26b777d11389c92.jpg

Sumber: SUSENAS BPS, 2019.
*Dihitung dengan rumus APTS dari SUSENAS BPS, dengan membagi jumlah peserta didik yang tidak bersekolah dan yang bersekolah pada kategori umur tertentu dan dikalikan 100%. Penghitungannya dapat dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan umur per jenjang pendidikan, yaitu 7-12 tahun, 13-15 tahun, 16-18 tahun, dan 19-24 tahun.
*Cara membaca: Jika pada tingkat SMP angka putus sekolahnya 1.07%, artinya secara rata-rata dari 100 penduduk berusia 13-12 tahun yang sedang atau pernah bersekolah terdapat sekitar 1 orang yang putus sekolah.

Masih banyaknya peserta didik yang putus sekolah kemudian menjadi pertanyaan besar, mengingat anggaran pendidikan yang dialokasikan oleh Kemendikbud yang semakin naik setiap tahunnya. Berikut anggaran dana pendidikan dari 5 tahun terakhir:

tabel-4-jpg-5f9a6ebcc26b7763424fd2a3.jpg
tabel-4-jpg-5f9a6ebcc26b7763424fd2a3.jpg
Sumber: Kemendikbud

Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS), penyebab putus sekolah  antara lain; latar belakang pendidikan orang tua, lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak untuk bersekolah, kondisi lingkungan tempat tinggal anak hingga pandangan masyarakat terhadap pendidikan. Hasil survei ini juga mendukung pernyataan yang diberikan oleh ketua Bappenas. Tidak bisa dipungkiri, pendidikan di Indonesia memang masih dianggap mahal dan sulit dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Jumlah sekolah yang belum mencukupi dan memadai di setiap pulau menyebabkan program pendidikan gratis belum dapat menjangkau semua masyarakat yang membutuhkannya. Akibatnya, banyak anak usia sekolah dan kuliah (7-21 tahun) yang terpaksa putus sekolah karena masalah biaya. Akhirnya, mau tak mau mereka terpaksa menjadi pekerja anak, anak jalanan, ataupun menganggur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun