Time flies.
Bungsu kami tiba- tiba saja sudah lulus SMA.
Ya tidak tiba- tiba sih. Dia masuk SMA, sekitar separuh waktu dijalani dengan normal, separuhnya lagi, unfortunately, agak darurat.
Tiba- tiba ada wabah virus dan pembelajaran dilakukan secara daring. Si bungsu, seperti juga semua anak sekolah lain, mesti belajar dari rumah.
Belajar daringnya termasuk ketika dia duduk di kelas 3 SMA -- atau kelas 12 kalau berdasarkan penamaan kelas yang digunakan saat ini.
Dan sekolah daring dari rumah itu.. jauh dari santai.
Entah karena dia kelas 3 SMA, entah karena sekolahnya tetap ingin memaksimalkan pembelajaran, tapi bungsu kami itu sibuuukkkkk sekali.
Jam sekolah memang dipangkas, namun tugas- tugas yang mesti dikerjakan jumlahnya banyak.
Di saat yang sama, di luar jam sekolah, dia mesti juga belajar sendiri, terutama mempersiapkan diri untuk menghadapi seleksi masuk perguruan tinggi.
Jam belajarnya sudah sedemikian panjang dan padat, sementara karena belajarnya dari rumah, kuamati komunikasi antara pihak sekolah dengan murid juga tidak sebaik biasa.
Bisa jadi itu bukan semata salah sekolahnya. Mungkin informasi tiba di sekolah juga agak tersendat.
SMA si bungsu padahal selama ini terkenal sebagai sekolah yang sangat memperhatikan murid- muridnya.
Saat murid duduk di kelas 3 SMA, biasanya para murid diajak bicara secara individual, diberi pengarahan.
Saat pandemi ini, hal tersebut tidak terjadi. Komunikasi masal dan terbatas. Banyak informasi diberikan secara umum saja tanpa detail.
Di titik ini, aku memutuskan untuk melibatkan diri lebih dalam, lebih dari yang biasanya kulakukan.
Si bungsu sudah tak punya waktu dan tenaga untuk mencari- cari informasi yang tersebar di berbagai tempat itu. Dia butuh bantuan.
Akulah yang melakukannya.
Pencarian informasi kuambil alih.
Aku yang masuk ke website perguruan tinggi- perguruan tinggi yang menjadi tujuan. Melihat bagaimana jalur masuknya, jurusan apa yang tersedia, berapa biayanya.
Aku pula yang mencatat jadwal konferensi pers, open house dan semacamnya serta memutuskan yang mana yang perlu dihadiri si bungsu bersama kami orang tuanya ( jika itu terkait perguruan tinggi yang menjadi pilihan utama si bungsu ), mana yang cukup kami kedua orang tuanya, mana yang ( ini sering ), aku saja yang menghadirinya lalu si bungsu dan ayahnya nanti diceritai rangkumannya saja.
Di masa ini banyak diskusi dilalukan antara si bungsu dengan kami ayah- ibunya, serta sering juga melibatkan kedua kakaknya.
Si bungsu sudah punya gambaran perguruan tinggi mana serta jurusan apa yang dia tuju. Sebab kebetulan itu adalah perguruan tinggi yang sama dimana kedua kakaknya ( yang kini sudah lulus sarjana ) dulu kuliah, maka dia bisa mendapatkan pandangan dari pengalaman kakak- kakaknya. Baik positif maupun negatifnya. Baik kesenangan maupun tantangannya.
Kami juga mengajak si bungsu bertemu dengan oom-nya, yang kebetulan bidang keahliannya adalah bidang yang ingin dipelajari si bungsu.
Oomnya memberikan gambaran baik apa yang akan dipelajari maupun prospek masa depannya, termasuk..
Ini juga penting.
Plan B.
***
Iya, plan B.
Baik jurusan maupun perguruan tinggi yang dituju si bungsu itu ada di peringkat atas.
Passing gradenya tinggi.
Artinya, kompetisi akan sangat ketat.
Walau tentu saja kami semua berharap si bungsu bisa diterima di jurusan yang dia impikan sejak lama itu, tetap jauh- jauh hari harus disiapkan, jika hal itu tidak bisa diraih lalu apa?
Adakah jurusan lain yang nanti bidang kerjanya tetap bisa berkaitan dengan minat si bungsu yang bisa dipilih?
Perguruan tinggi lain yang mana saja yang memiliki jurusan- jurusan itu?
Si bungsu mendapatkan saran- saran mengenai hal tersebut dari oom-nya.
Lalu, last but not least, secara terus terang kami membicarakan satu hal penting lagi.
Urusan keuangan. Soal sampai mana kesanggupan kami membiayai kuliahnya. Terutama jika nanti dia mesti masuk lewat jalur mandiri yang di mayoritas perguruan tinggi negeri biayanya lebih mahal dibanding jika masuk lewat jalur SNMPTN atau SBMPTN.
Lalu lagi, beberapa perguruan tinggi negeri juga menyelenggarakan kelas internasional. Itu jalur yang bagus, namun tentu juga mesti diperhitungkan dengan cermat soal biayanya, baik biaya kuliah di dalam negeri maupun saat mengikuti perkuliahan di luar negeri.
Semua hal itu dicari informasinya di depan, dibicarakan, lalu strategi disusun, opsi- opsi apa yang akan dipilih, jika ada beberapa gelombang pendaftaran akan daftar yang mana, dan sebagainya dan sebagainya.
Kelak di kemudian hari, aku mensyukuri bahwa kami telah mencari informasi serta membicarakan banyak hal itu dari beragam sisi sehingga saat pendaftaran masuk perguruan tinggi dibuka, tak ada lagi keraguan.
Jurusan apa, perguruan tinggi mana, prioritasnya bagaimana, persyaratan- persyaratan yang mesti dipenuhi, sudah diketahui dan disiapkan jauh- jauh hari.
 Persiapan yang baik itu sungguh memudahkan langkah..
P.S. Cerita soal seleksi masuk perguruan tinggi ini, Insya Allah, masih akan bersambung lagi..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H