SMA si bungsu padahal selama ini terkenal sebagai sekolah yang sangat memperhatikan murid- muridnya.
Saat murid duduk di kelas 3 SMA, biasanya para murid diajak bicara secara individual, diberi pengarahan.
Saat pandemi ini, hal tersebut tidak terjadi. Komunikasi masal dan terbatas. Banyak informasi diberikan secara umum saja tanpa detail.
Di titik ini, aku memutuskan untuk melibatkan diri lebih dalam, lebih dari yang biasanya kulakukan.
Si bungsu sudah tak punya waktu dan tenaga untuk mencari- cari informasi yang tersebar di berbagai tempat itu. Dia butuh bantuan.
Akulah yang melakukannya.
Pencarian informasi kuambil alih.
Aku yang masuk ke website perguruan tinggi- perguruan tinggi yang menjadi tujuan. Melihat bagaimana jalur masuknya, jurusan apa yang tersedia, berapa biayanya.
Aku pula yang mencatat jadwal konferensi pers, open house dan semacamnya serta memutuskan yang mana yang perlu dihadiri si bungsu bersama kami orang tuanya ( jika itu terkait perguruan tinggi yang menjadi pilihan utama si bungsu ), mana yang cukup kami kedua orang tuanya, mana yang ( ini sering ), aku saja yang menghadirinya lalu si bungsu dan ayahnya nanti diceritai rangkumannya saja.
Di masa ini banyak diskusi dilalukan antara si bungsu dengan kami ayah- ibunya, serta sering juga melibatkan kedua kakaknya.
Si bungsu sudah punya gambaran perguruan tinggi mana serta jurusan apa yang dia tuju. Sebab kebetulan itu adalah perguruan tinggi yang sama dimana kedua kakaknya ( yang kini sudah lulus sarjana ) dulu kuliah, maka dia bisa mendapatkan pandangan dari pengalaman kakak- kakaknya. Baik positif maupun negatifnya. Baik kesenangan maupun tantangannya.