Sahabatnya, yang aku yakin, kalau bicara kecerdasan, juga setara dengan putri sulung kami, memilih jalan lain: menyegerakan lulus kuliah dan wisuda. Sebab beasiswa Bidikmisi-nya hanya diberikan untuk 8 semester saja.
Dia harus menyegerakan lulus, tidak punya opsi serupa putriku yang sejak beberapa waktu sebelumnya memang sudah bicara pada kami orang tuanya: " Aku boleh kan, lulusnya lebih dari 8 semester? Aku mau ikut program exhange dulu dua semester ke luar negeri.."
Putri kami punya pilihan, sahabatnya tidak.Â
Putri kami kini memegang dua ijazah Bachelor of Engineering. Satu dari perguruan tinggi negeri di tanah air, satu dari universitasnya di Inggris. Kami semua mensyukuri hal itu. Tapi apakah hal tersebut, misalnya, bisa membuat putriku bisa mengatakan bahwa dia lebih cerdas dari sahabatnya? Rasanya tidak.
Apa yang terjadi adalah jalan yang berbeda dari dua sahabat yang kecerdasannya sebetulnya setara. Hanya yang satu bisa memiliki pilihan yang lebih luas, yang satu ruang memilihnya lebih sempit.
***
Malam itu, diantara makan malam kami, sahabat putriku berkata "Saya sebetulnya juga ingin kuliah lagi, cari pengalaman sekolah ke luar negeri, seperti (sahabatnya itu menyebutkan nama putri kami),"
Aku mengangguk. Memahami keinginan itu. Tapi juga sangat paham ketika ibu sahabat putriku itu berkomentar begini, "Kalaupun dia (sahabat putriku) ingin sekolah lagi, ya mesti tunggu dulu. Dia harus segera bekerja. Ada adiknya yang juga ingin kuliah dan perlu biaya. Kalau dia sudah kerja, biar dia yang biayai adiknya. Kami sendiri tak akan mampu membiayai, Bapaknya penarik becak, tidak sanggup menyekolahkan anak ke perguruan tinggi..."
Dan begitulah yang terjadi. Bahkan sebelum hari wisudanya itupun, sahabat anak kami itu sudah mulai mencari pekerjaan. Dan sudah diterima. Beberapa hari setelah wisuda itu, dia sudah akan mulai bekerja. Dia masih terus bekerja sekarang.Â
Entah kapan akan bisa melanjutkan kuliahnya. Atau bahkan, entah apakah dia suatu saat akan bisa melanjutkan kuliahnya atau pendidikan tertinggi yang akan dicapainya berhenti pada tingkatan S1.
Putri kami, juga bekerja saat ini. Tapi dia masih bisa lebih leluasa buat terus memupuk cita-citanya untuk bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Hal yang kami dukung sebagai orang tua. Hal yang kupinta agar Dia yang Pengasih kabulkan.