Aku sebetulnya tidak terlalu suka mengatakan ini. Atau paling sedikit, penilaian serupa ini bukan hal yang biasanya kukatakan secara terbuka. Tapi sejujurnya, inilah pendapatku tentang anak sombong ini: dia mungkin sebetulnya juga tidak sehebat itu.
Track record dimana dia kuliah S1 sebelum akhirnya kuliah S2 di luar negeri, tidak terlalu mengesankan dimataku. Dia sepertinya 'lumayan' doang. Tidak sebegitu hebatnya, tapi bisa jadi, anak itu memang pintar bicara -- hal yang bisa menjadi modal saat wawancara.
Lalu, dia yang mungkin sebenarnya tidak hebat- hebat amat itu, kemudian jadi belagu setelah dapat beasiswa untuk sekolah S2 di luar negeri, yang uangnya, notabene, adalah uang seluruh rakyat negeri ini, termasuk orang-orang yang secara formal tidak (memiliki kesempatan untuk) berpendidikan tinggi.
Waduh. Betulan deh, anak ini sombong dan tidak sensitif.
Tidak tahukah dia, bahwa ada banyak orang di negeri ini yang tidak berpendidikan tinggi, dan/atau lulus dari pendidikan lokal (bukan sekolah di luar negeri), yang sebetulnya juga cerdas, bahkan bisa jadi lebih cerdas dari dirinya?
***
Termasuk pada anak-anakku sendiri, kutanamkan cita-cita untuk sekolah setinggi yang mereka dapat capai dan juga untuk bisa 'melihat dunia'. Aku percaya itu akan membawa manfaat.
Tapi, sombong, sungguh tidak termasuk pada kualitas yang kuharapkan terjadi setelah anak-anak itu berpendidikan tinggi, dan melihat dunia.
***
Bahwa ada standar tertentu untuk para penerima beasiswa, itu betul.