Dalam kondisi seperti itulah ayahku meneruskan sekolahnya. Dari SMP, lalu ke SMA. Ayah kami masuk ke SMA Negeri favorit di sebuah ibukota provinsi.
Lulus SMA sebagai lulusan terbaik kedua se-Kotamadya, ayah kami sebagai anak yatim piatu dan kondisi ekonomi yang pas- pasan tentulah tidak memiliki kemampuan untuk bisa melanjutkan kuliah. Dan disinilah uluran tangan dan kebaikan itu diterimanya. Ayah seorang kawan sekelasnya di SMA-lah yang kemudian membantu mengupayakan agar ayah kami bisa memperoleh beasiswa untuk meneruskan kuliahnya ke perguruan tinggi.
Bukan ke perguruan tinggi sembarangan, tapi ke perguruan tinggi yang masuk deretan perguruan tinggi terbaik yang letaknya bahkan di luar kota, di provinsi yang berbeda dengan lokasi SMA-nya berada. Tidak hanya untuk biaya kuliah, tapi bantuan beasiswa yang diterimanya juga mencakup biaya hidup, dan juga tempat tinggal. Ayah kami juga diberi kesempatan tinggal di asrama yang dimiliki oleh sebuah departemen selama masa kuliahnya.
Bantuan itu berarti sangat besar.
Berkat bantuan itulah Ayah kami bisa lulus menjadi insinyur. Wawasan dan keahlian yang dimilikinya di kemudian hari memberikannya kemampuan untuk membesarkan dan menyekolahkan kami putra- putrinya, dan bahkan tak berhenti sampai di situ saja. Sepanjang yang bisa aku ingat, di rumah kami dulu selain kami putra- putrinya, ada banyak keponakan dan sepupu orang tuaku yang tinggal bersama kami dan orang tuaku mengupayakan pula pendidikan yang baik untuk mereka. Dan dari putra- putri, keponakan serta para sepupu ayah ibuku yang dulu mereka tunjang pendidikannya itu, telah pula lahir generasi berikutnya yang juga berpendidikan baik.
Dari satu bantuan yang diberikan ayah teman SMA ayah kami itulah di kemudian hari muncul di keluarga kami para Doktor, lulusan Magister, sarjana dan sebagainya yang kemudian menjalani berbagai profesi.
Bantuan pada ayah kami berpuluh tahun yang lalu itulah yang pada akhirnya juga membuat adikku bisa menyelesaikan kuliahnya hingga jenjang Doktoral di luar negeri, menjalani program Post Doctoral dan kemudian bisa berdiri di podium menyampaikan orasi ilmiahnya sebagai Guru Besar.
***
Dari kursiku, kuamati keluarga besar keluarga angkat ayah kami yang duduk di sekitar kami.
Mereka, yang sejak lama memang sudah menganggap ayah kami sebagai bagian keluarga mereka, dan demikian juga sebaliknya, aku yakin, juga merasa bangga atas hasil yang dicapai adikku yang dipaparkannya hari itu dalam orasi ilmiahnya.
Begitulah.