Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memangnya Gampang Membuat Seseorang Mau Ikutan Pesta Minuman Keras?

1 Desember 2016   17:05 Diperbarui: 2 Desember 2016   10:02 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar botol hijau itu lagi..

HAHAHA. Sungguh, hingga hari ini aku masih juga tertawa lebar melihat meme meme lucu yang beredar tentang botol hijau air mineral yang dituduh sebagai minuman beralkohol itu.

Asli, lucu. 

Tuduhan tentang minuman beralkohol itu akhirnya menjadi bumerang. Senjata makan tuan. Dan sungguh, hal itu sukses menghibur, edisi  kurangpiknik.com itu tak pernah gagal menghasilkan tawa lebar bagiku.

Eh, tapi, tulisan ini sebetulnya bukan tentang meme dan urusan kurang piknik itu saja. Tulisan ini sebetulnya ingin membahas sesuatu yang lain yang muncul dalam posting awal urusan botol hijau tersebut. Yakni satu kalimat yang berbunyi “ Acara minum2 MIRAS bersama. akibat sering gaul sama si Anu”

***

equil-5840106f5393736107df11c6.jpg
equil-5840106f5393736107df11c6.jpg
Sudah, tak perlu lagi dibahas bahwa foto yang dimuat itu bukan acara minum miras, sebab kan sudah jelas botol hijau itu isinya air mineral (ha ha! ), dan orang yang dituduhnya bahkan sudah mengklarifikasi bahwa dirinya tidak suka minum alkohol dan tidak merokok. 

Tapi diluar urusan kurang piknik dan bahwa berita itu tidak benar, ada satu hal menarik yang kuamati dari posting bernada provokasi itu yakni statement bahwa acara minum miras bersama itu terjadi karena sering bergaul dengan seseorang tertentu, yakni si Anu yang dituduh itu.

Hmm.. ini menarik, lho. 

Kenapa?

Lha iya, asumsi itu mentah, menurutku. Asumsi semacam hanya bisa benar jika orang- orang yang terlibat itu berkepribadian lemah dan jangan- jangan justru belum begitu ajeg untuk menjalankan atau menghindari sesuatu atas dasar keyakinannya.

Lho koq bisa begitu?

Ya bisa saja.

Sebab, memangnya gampang membuat seseorang yang berkeyakinan bahwa dirinya tidak boleh minum alkohol lalu jadi mau ikut minum- minum dan berpesta miras bersama?

Aih, percayalah, itu tak akan terjadi segampang itu…

***

Begini, lho. Mari kita mendongeng sedikit.

Setelah lulus kuliah di awal usia dua puluhan, aku memutuskan untuk bekerja dan bergabung di sebuah perusahaan multinasional. 

Saat itu, di awal- awal aku mulai bekerja, teknologi belum secanggih saat ini. Teleconference, video conference, belum umum untuk dilakukan. Maka, rapat- rapat dan training tatap muka sangat sering  dilakukan. Lokasinya beragam, di banyak negara yang berbeda.

Perusahaan tempatku bekerja, mayoritas pegawainya lelaki. Dan sebab perusahaan itu perusahaan multinasional, maka orang- orang yang berkumpul dalam sebuah rapat atau training akan berasal dari berbagai negara, dengan budaya dan keyakinan yang berbeda- beda.

Nah ,lalu,  ada banyak saat dimana seusai training atau rapat, kami peserta rapat atau training itu bersepakat untuk berjalan- jalan bersama, atau keluar makan malam bersama. Dalam kesempatan semacam itu, bukan sekali dua kali aku menjadi satu- satunya perempuan dalam kelompok, satu- satunya muslim, dan satu- satunya yang tidak minum minuman beralkohol.

Lalu menjadi masalahkah hal tersebut ketika aku memutuskan untuk keluar berjalan- jalan atau makan bersama?

Tidak.

Dan apakah demi pergaulan aku lalu menyentuh alkohol? Ya tidak juga, laahhh.

Aku biasanya melakukan tindakan preventif. Jika sudah bisa diduga bahwa di antara acara jalan- jalan atau makan itu minuman beralkohol akan hadir, sebelum berangkat biasanya sudah kukatakan pada mereka bahwa dengan alasan keyakinan yang kuanut, aku tidak minum alkohol.

Pernahkan kutemui kesulitan dalam hal itu?

Tidak. 

Tidak pernah sekalipun ketika kukatakan bahwa aku tidak minum alkohol, ada seorangpun yang mempertanyakan atau mendebatku. Mereka akan menerima itu sebagai keyakinan yang patut dihormati. Dan nanti jika benar akhirnya pada acara makan malam mereka masing- masing memesan minuman beralkohol, mereka dengan santun akan menanyakan padaku, apa yang ingin kuminum. “ Mau minum apa, D ? Coke? Atau orange juice ? “

Tak pernah seorangpun yang lalu membujuk aku untuk memilih minuman beralkohol dan tak juga sekalipun aku tertarik untuk merubah pilihanku dari minuman tak beralkohol menjadi minuman beralkohol agar serupa dengan yang lain.

Dari banyak saat dan kejadian serupa, situasi yang cukup unik pernah terjadi ketika aku mengunjungi Korea Selatan.

Usai rapat saat itu, para tuan rumah kami yang penduduk asli Seoul mengajak kami makan malam. Kami berangkat dalam kelompok berjumlah beberapa belas orang. Seperti juga kejadian- kejadian sebelumnya, memprediksi bahwa seusai makan akan ada minuman beralkohol dihidangkan, sebelum berangkat sudah kukatakan bahwa aku tidak akan turut minum minuman beralkohol sebab keyakinanku melarang hal tersebut. Dan seperti yang biasa terjadi, tak ada yang mempertanyakan.Mereka menerima hal itu dengan baik.

Yang unik yang terjadi kemudian adalah,berbeda dengan biasanya ketika mereka minum dari gelas masing- masing,  saat di Seoul mereka mengkonsumsi minuman beralkohol dari satu wadah yang sama. Ada satu cawan berisi minuman beralkohol produk lokal Korea yang diedarkan untuk diminum bersama oleh mereka. Saat cawan kosong, maka cawan itu akan diisi lagi dan diedarkan kembali.

Nah saat itu, kami semua duduk lesehan mengelilingi sebuah meja.Cawan beredar dari satu orang ke orang lain di sebelahnya. Kecuali saat cawan tiba di tangan kawan di sampingku, dia tidak memberikan cawan tersebut padaku tapi pada kawan lain yang ada di sisi lain di sebelahku. Aku dilewat,sebab kan ya itu, sudah sejak awal sebelum berangkat kukatakan bahwa aku tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.

Lalu jadi rikuhkah kami?

Tidak.

Aku menerima fakta bahwa dalam budaya tertentu, alkohol menjadi menu yang biasa dihidangkan dalam suatu pertemuan. Aku juga tahu bahwa keyakinan mereka tidak melarang hal tersebut. Pada saat yang sama, mereka menerima dengan baik pilihanku untuk mempertahankan apa yang kuyakini untuk tidak menyentuh minuman beralkohol tersebut sama sekali.

Nah lalu aku ngapain saat mereka minum- minum itu?

Ya, ngobrol dengan mereka sambil.. makan, dong. Aku malah jadi ‘untung’. Gara- gara sibuk dengan minuman dalam cawan itu, kawan- kawan tak banyak menyentuh makanan Korea lezat yang dihidangkan malam itu, jadi aku bisa makan sepuasnya. Haha.

Nah,begitulah ceritanya. 

Semoga inti cerita yang agak ngalor ngidul ini tertangkap. Yang ingin kukatakan adalah bahwa sebenarnya, tidak semudah itu membuat seseorang yang berkeyakinan bahwa dirinya tak diijinkan untuk minum alkohol untuk kemudian mau ikut- ikutan pesta miras.

Jadi jika masih ada yang bisa dan/ atau mau ikut- ikutan seperti itu, atau berpikir bahwa seseorang akan semudah itu dipengaruhi dan mau ikut- ikutan, jangan buru- buru menyalahkan orang lain, tapi tengoklah dulu diri sendiri. 

Periksalah dulu apakah kepribadiannya sendiri cukup kuat, apakah keyakinannya untuk tak menyentuh alkohol itu ada dalam setiap denyut nafas dan aliran darahnya? Sebab orang yang berkepribadian kuat yang meyakini sesuatu sungguh tak akan semudah itu dipengaruhi untuk mau minum alkohol, pesta ataupun mabuk minuman keras, bergaul dengan siapapun dia.

Begitu, lho. Salam hangat!

p.s. Mohon dicatat aku tak memiliki KTP DKI, jadi tulisan ini tak dimaksudkan sebagai kampanye pilgub. Aku bukan buzzer dan bukan tim sukses calon tertentu. Oh ya, aku juga hampir tak pernah menonton Liga Inggris, lho ( Halah, apa hubungannya, ya? Hehehe ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun