Lho koq bisa begitu?
Ya bisa saja.
Sebab, memangnya gampang membuat seseorang yang berkeyakinan bahwa dirinya tidak boleh minum alkohol lalu jadi mau ikut minum- minum dan berpesta miras bersama?
Aih, percayalah, itu tak akan terjadi segampang itu…
***
Begini, lho. Mari kita mendongeng sedikit.
Setelah lulus kuliah di awal usia dua puluhan, aku memutuskan untuk bekerja dan bergabung di sebuah perusahaan multinasional.Â
Saat itu, di awal- awal aku mulai bekerja, teknologi belum secanggih saat ini. Teleconference, video conference, belum umum untuk dilakukan. Maka, rapat- rapat dan training tatap muka sangat sering  dilakukan. Lokasinya beragam, di banyak negara yang berbeda.
Perusahaan tempatku bekerja, mayoritas pegawainya lelaki. Dan sebab perusahaan itu perusahaan multinasional, maka orang- orang yang berkumpul dalam sebuah rapat atau training akan berasal dari berbagai negara, dengan budaya dan keyakinan yang berbeda- beda.
Nah ,lalu, Â ada banyak saat dimana seusai training atau rapat, kami peserta rapat atau training itu bersepakat untuk berjalan- jalan bersama, atau keluar makan malam bersama. Dalam kesempatan semacam itu, bukan sekali dua kali aku menjadi satu- satunya perempuan dalam kelompok, satu- satunya muslim, dan satu- satunya yang tidak minum minuman beralkohol.
Lalu menjadi masalahkah hal tersebut ketika aku memutuskan untuk keluar berjalan- jalan atau makan bersama?