Lalu, tak berminatkah kami mencoba berinvestasi dalam bentuk lain?
Oh, kami pernah mencoba juga, koq. Tapi tetap dengan berpegang pada rumus tentang tingkat resiko yang bersedia kami tanggung itu. Sebab bagaimanapun, investasi dalam bentuk apapun akan mengandung resiko.
Selain property, kami juga mencoba berinvestasi dalam bentuk reksadana. Ada yang bentuknya reksadana campuran, ada reksadana saham yang resikonya lebih tinggi. Tapi, jumlah dana yang kami investasikan dalam bentuk ini tak banyak. Dan secara mental kami bersiap- siap “melupakan” dana tersebut. Ini jumlah dana yang betul- betul if worse come to worst, kami tak akan panik jika jumlahnya berkurang sebab harga pasar reksadana itu turun dan dananya juga tak kami butuhkan dalam jangka pendek.
Sejauh ini, investasi yang kami lakukan belum perlu kami gunakan. Alhamdulillah, tabungan pendidikan anak- anak, ditambah tambahan sedikit dari kantong lain, selama ini cukup untuk membiayai sekolah dan kuliah anak- anak kami di jenjang S-1. Entah kelak di kemudian hari, mungkin dana dari investasi itu akan diperlukan jika anak- anak kami ingin melanjutkan kuliah ke jenjang pasca sarjana (walaupun aku sendiri berdoa semoga anak- anak kami bisa kuliah di jenjang selanjutnya dengan beasiswa, he he, tapi kan belum tahu juga ya, nanti akhirnya bagaimana.. )
***
Eh ya, satu lagi. Kita semua tahu, biaya hidup meningkat terus. Jadi, bagaimana mengatur agar bisa menyisihkan dana untuk investasi?
Jawabannya klasik: hidup hemat, sesuai kebutuhan saja, tak berlebihan.
Kami sekeluarga bukan jenis orang yang mementingkan tampilan luar atau gengsi. Kami bukan keluarga yang heboh dan penggila barang- barang branded. Nyantai aja, lagi.. he he, nilai dan harkat seseorang kan tidak dinilai dari barang- barang yang digunakannya?
Kami berusaha disiplin. Jika ada peningkatan penghasilan, maka pola konsumsi kami tidak akan naik sebesar kenaikan penghasilan tersebut. Misalnya kami memperoleh kenaikan penghasilan Rp. 500,- maka hanya sebagian dari Rp. 500,- itu saja yang kami gunakan untuk konsumsi. Sebagian lagi, ya disisihkan untuk investasi jangka panjang yang diceritakan di atas itu.
Kami suami istri tidak punya tujuan hidup yang neko- neko dalam hal kebendaan. Tak muluk- muluk keinginan kami. Tapi kami memang ingin anak- anak kami ( semoga Allah mengijinkan) sekolah tinggi. Maka mengatur dana pendidikan bagi anak- anak memang merupakan prioritas dalam pengelolaan keuangan keluarga kami.
Cara yang kami lakukan adalah seperti yang kuceritakan dalam rangkaian tiga buah tulisan tentang bagaimana cara menyimpan dana pendidikan ini.