Pengalihan dana Rp. 1.000,- itu misalnya Rp. 250,- untuk tambahan dana masuk SMP, Rp. 250,- juga untuk dana masuk SMA, dan Rp. 500,- untuk dana masuk Universitas. Maka setoran per bulan dana masuk SMP, SMA dan Universitas yang awalnya nya masing- masing Rp. 1000,- akan menjadi Rp. 1.250,- untuk SMP dan SMA, dan Rp. 1.500,- untuk Universitas. Total per bulan yang kami setorkan tak berubah, tetap Rp. 4000,-.Â
Kelak dalam perkembangannya, di tahun- tahun kemudian, ketika penghasilan kami mulai bertambah, kami tambahkan juga jumlah setoran per bulan untuk tabungan pendidikan ini. Misalnya dari total asalnya Rp. 4.000,- kami tambahkan menjadi total Rp. 6.000,-
Sederhana, kan?
***
Kenapa tabungan pendidikan, kenapa tidak pilih asuransi pendidikan?
Pernah ada yang bertanya pada kami.
Jawabannya kembali pada hal yang telah kuraikan di atas. Karena kami memilih cara yang paling sederhana.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa jenis yang satu lebih baik dari yang lain. Misalnya tabungan lebih baik dari asuransi, atau tabungan lebih baik dari investasi yang lain. Bukan itu intinya. Yang ingin kukatakan adalah: pilih jenis penyimpanan dana dalam bentuk yang bisa dipahami perhitungannya dan dengan tingkat resiko yang bersedia ditanggung. Itu akan berbeda- beda bagi masing- masing orang.
Kata orang, high risk high return.
Dalam hal dana pendidikan yang kami buka sejak anak- anak masih bayi ini, kami tidak memikirkan soal return yang besar. Yang kami inginkan kesederhanaan perhitungan dan keamanan. Itu saja.
Asuransi pendidikan yang biasanya ditawarkan saat itu adalah yang jatuh temponya saat anak masuk universitas, tapi bisa diambil juga ketika anak hendak masuk SD, SMP atau SMA, begitu kira- kira yang ditawarkan oleh agen asuransi. Kenapa kami tak pilih jenis ini? Karena cara perhitungannya lebih rumit dari tabungan pendidikan yang kami akhirnya pilih itu. Dan, untuk asuransi, dana bisa cair jika di-claim. Beda dengan tabungan yang akan cair otomatis tanpa kami harus mengajukan claim apapun.