Kenali diri sendiri, serta kenali produk yang ditawarkan.
BEGITU kiat yang kami – aku dan suami --  terapkan saat dulu hendak menyimpan dana untuk kepentingan biaya pendidikan anak- anak kami.
Dalam tulisan sebelumnya, telah kuceritakan bahwa kami menyimpan dana untuk pendidikan anak- anak kami dalam bentuk tabungan. Jika ditanya, kenapa tabungan, kenapa bukan jenis lain, misalnya asuransi atau investasi? Jawabannya ya itu, sebab jenis tabungan itulah yang sesuai bagi kami.
Keputusan itu kami ambil setelah menimbang bahwa untuk jenis dana ini, kami ingin ‘yang pasti- pasti aja’, jumlah akhirnya bisa kami perkirakan, resikonya juga rendah.
Tabungan pendidikan itu sederhana dan mudah. Hitungannya nggak njelimet. Berapa dana yang akan tersedia bisa dihitung dari jumlah setoran kami per bulan dikalikan jangka waktu penyimpanan. Lalu, cara pencairannya juga sederhana. Saat jatuh tempo, dana tersebut akan otomatis dimasukkan ke dalam rekening tabungan kami. Kemudian, ini juga penting, jumlah setorannya juga bisa kami tentukan sendiri. Kami tentukan sesuai kemampuan kami.
Kami membuka tabungan pendidikan anak kami yang pertama tak lama setelah dia lahir. Jumlah setoran per bulannya kami tetapkan tak terlalu besar, tapi kami upayakan konsisten. Tiap bulan dana itu kami siapkan, tak pernah putus.
***
Kami belum lama menikah saat itu. Pengeluaran terbesar kami suami istri adalah untuk mencicil rumah. Maka itu, beberapa kali kusebutkan dalam tulisan ini bahwa kami menyesuaikan jumlah setoran tabungan pendidikan ini selain memang ada perhitungan kasar tentang berapa kelak kebutuhannya, tapi juga disesuaikan dengan kemampuan kami sendiri.
Selanjutnya, selain bagi putri sulung kami, kebiasaan membuka tabungan pendidikan saat bayi baru lahir juga kami teruskan ketika anak kami yang kedua dan ketiga lahir.
Tabungan kami buka dengan jangka waktu tertentu dihitung saat mereka akan masuk SD, SMP, SMA dan Universitas.
Nanti, jika untuk jenjang yang lebih rendah sudah jatuh tempo, maka jumlah setoran yang tadinya untuk jenjang lebih rendah itu kami bagikan sebagai tambahan untuk jenjang di atasnya. Contohnya, jika misalnya saat awal membuka tabungan pendidikan kami tetapkan tabungan untuk jenjang sekolah dasar Rp. 1000,- per bulan, dan begitu pula anggaplah sama jumlahnya untuk jenjang- jenjang berikutnya (perbedaan terletak pada waktu jatuh temponya saja), maka ketika anak kami masuk SD dan tabungan tersebut jatuh tempo lalu bulan berikutnya tak ada lagi setoran untuk tabungan pendidikan SD yang harus kami setorkan, kami alihkan dana Rp. 1000,- itu sebagai tambahan ke tabungan jenjang berikutnya.